Claret Sebagai “ada”

Claret Sebagai "ada"

Bagaimana dengan “ada”?

ClaretPath.com– Ada adalah dasar dari segala realitas, dasar dalam mengenal, dasar dalam berpikir dan bahasa, namun hal itu terkadang kita tidak menyadarinya, itulah paradoks ada (Norbertus Djegalus:14,2018). Segala apa yang ada memiliki arti sejauh itu ada. Jika sesuatu itu tidak ada maka sebenarnya dia tidak ada artinya dan tidak berguna untuk memikirkannya.

Hal-hal yang sering kita jumpai atau kita kenal seperti manusia, makan, besar, dasarnya adalah ada. Jika kita meniadakan ada maka segala yang lain tidak ada atau tidak terjadi. Konsekuensi logisnya adalah, kita tidak mampu mengenal besar sebagai besar atau makan sebagai makan itu sendiri. Kita hanya bisa tahu melalui atau di dalam sesuatu sebagai yang ada.

Baca juga :  Cambuk Baudrillard Bagi Masyarakat Konsumeris

Kita juga bisa menyinggung berkaitan dengan aktus mengenal. Budi pertama-tama mengenal esse, ada sesuatu. Singkatnya manusia tidak bisa mengenal sesuatu yang tidak ada atau ketiadaan itu sendiri. Pengetahuan kita tentang ketiadaan itu sendiri hanya sebagai suatu negasi dari ada, dalam cahaya ada sebagai sumber mengenal, maka manusia dapat mengenal yang lain. 

Claret Sebagai “ada”

Dalam kerangka refleksi metafisis-profetis, penulis menempatkan Claret sebagai “ada” itu sendiri. Ada yang dalam aktus mengenal, mengindetintifikasi Claret sebagai ada (manusia) yang dapat mengenal ada yang lain. Martin Heidegger dalam bukunya being and time, merefleksikan ada (being) sebagai sebuah ketelemparan ke dunia dalam kerangka temporalitas dan historisitas.

Maka dalam kerangka ada (being) sebagai dasar dari segala sesuatu, kita dapat melihat Claret sebagai ada yang “bergrilia” di dunia pada gelanggang temporalitas dan historisitas dalam balutan roh profetis (“nabi”) abad ke 19. Misionaris yang hidup pada masa dimana ada kebangkitan rohani, namun pada sisi lain, eksistensi agama dirongrong oleh spirit sekluarisme praksis dan teoritis.

Baca juga :  Bahagia Kok Pura-Pura?

Claret pada tempusnya menggambarkan bagiamana ia menempatkan dirinya sebagai “ada” yang membawa pada pundaknya misi profetis untuk mewartakan Allah dengan segala kebaikan-Nya atas diri manusia. Claret menunjukan “ada”nya, tidak hanya sampai jalan bagi pendefenisian bagi ada yang lain. Namun, Claret lewat aktus mengenal, ia ingin adanya dia sebagai “nabi” membantu orang untuk mengenal sosok “Ada” (aktus purus) yang tidak mengambil kembali tawaran rahmat-Nya bagi semua orang.

Baca juga :  Ada Diskon 100% di Kapernaum

Ini tergambar jelas bagaimana membaranya “api” kemisionarisan dalam dirinya, membuat Claret selalu siap ketika propaganda fide mengutusnya (c.f Auto. 111). Ia juga mengamini adanya sebagai “ada-kemisionarisan”, dengan mempercayakan  dirinya kepada Bapa Uskup untuk diutus kemana saja, seperti Bapa mengutus Yesus dan Yesus mengutus para Rasul, sehingga ia berani mengatakan Ecce Ego mitte me (c.f Auto 195).

Oleh karena itu keadaan di atas mau menggambarkan bagaimana Claret menyadari betul “ada”-nya sebagai seorang nabi (prophet) yang harus selalu siap diutus kemana saja. Claret sebagai “ada” jika kita melihatnya dari sudut pandang metafisis-profetis. Sebab dalam gelanggang temporalitas dan historisitasnya  Claret telah membuktikan ada-nya pada dunia dan sejarah.