Diri: Panggung Buruk vs Baik

Picture by: Twitter

Jumat Pekan Biasa XXIX

Bacaan pertama: Rm. 7: 18-25a

Bacaan injil: Luk.12: 54-59

Penaclaret.com – Para sahabat Pena Claret, saya yakin hampir setiap kita sejak kecil sudah diajarkan norma-norma kehidupan oleh kedua orang tua. Kecuali dalam kasus khusus, seperti sang novelis Frans Kaffa, dan beberapa teman kita yang kehilangan keluarga sejak kecil dan hidup terasing dari lingkungan masyarakat. Dalam konteks nusantara, anak-anak biasanya diberi nasihat saat semua sedang mengelilingi meja makan untuk mengadakan perjamuan malam bersama. Agar sukacita perjamuan bersama itu tidak berkurang, tidak jarang petuah-petuah kecil itu dibungkus dalam nada keceriaan dan canda.

Sebagian pakar sepakat bahwa norma-norma yang telah diletakan sejak masa kecil ini akan turut menentukan, meskipun tidak niscaya, perkembangan pribadi yang bersangkutan pada tataran usia selanjutnya. Akan tetapi, kenyataan bahwa penyelewengan dari nasihat-nasihat itu pada tahap selanjutnya merupakan satu hal yang sangat unik.

Baca juga :  Inisiatif Allah yang Tak Terukur

Sahabat Pena Claret yang terkasih. Pengantar kecil di atas sebenarnya sengaja dibuat, mengajak kita untuk sedikit berlangakah mundur dan mengingat kembali kisah Adam dan Hawa, manusia pertama yang jatuh dalam dosa. Pada mulanya Allah menciptakan manusia baik adanya.  Akan tetapi, setelah memakan buah terlarang dan diusir dari taman Eden, manusia selamanya mempunyai kecendrungan untuk melawan kehendak Allah atau berbuat dosa. Manusia lalu hidup di bawah hukum pertentangan antara yang baik dan buruk atau dalam bahasa Paulus “Jika aku menghendaki berbuat baik, malah yang jahatlah yang ada padaku”(Bdk. Rm. 7: 21). Di dalam diri manusia seolah ada peperangan yang tak berujung antara yang baik vs yang buruk.

Baca juga :  Cerai Tegar Hati

Rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Roma secara blak-balakan mengakui adanya pertentangan pertentangan itu dalam dirinya. Ia kembali mengafirmasi pernyataan Yesus di taman Getzemani, “Roh memang penurut, tetapi daging lemah” (Mat.26:41). Paulus sebenarnya tidak berbicara sekadar persoalan pribadinya. Ia berbicara mewakili semua orang pada umumnya. Di satu sisi manusia mempunyai kecendrungan untuk dekat dengan Allah, tetapi di lain sisi kecendrungan untuk menjauh dari-Nya sebagai akibat dosa sangat kuat. Pada titik inilah kita menemukan satu dari sekian banyak bukti bahwa manusia itu rapuh dan terbatas. Kita tahu menilai gelagat bumi dan langit, tetapi kabur memandang kehendak Tuhan (Luk 12: 56).

Baca juga :  Is He There?

Para sahabat Pena Claret yang terkasih untuk keluar dari penjara dosa yang terus membelenggu, kita tidak mampu berjuang sendirian. Kita membutuhkan bantuan rahmat dari Dia yang telah menghancurkan kuasa dosa, yaitu Yesus Kristus, Tuhan kita. Selamat beraktivitas, Tuhan memberkati.