Asal-Usul Manusia

P. Gusty Jeramu, CMF

Sumber gambar: Claretpath.com

Prolog

Claretpath.com-Tidak bermaksud mempertanyakan apa-apa atau mengutak-atik hal-hal yang sudah mapan dalam diri kita saat ini. Asal-usul manusia selalu menjadi topik pembahasan yang menarik untuk dikupas lebih jauh. Ada dua pandangan besar yang mewakili pembicaraan manusia mengenai hal ini. Pertama, tentu saja sudut pandang agama. Sudah menjadi keyakinan kita semua bahwa manusia berasal dari Sang Pencipta. Beberapa agama besar dunia menggambarkan manusia diciptakan oleh Yang Ilahi, entah melalui tanah atau kayu. Apa pun itu, manusia berasal dari Yang Ilahi. Bahkan, diciptakan sesuai gambaran Yang Ilahi itu sendiri. Kedua, Ilmu Pengetahuan. Pendekatan saintifik mengindikasikan bahwa manusia itu berevolusi dari animal menuju manusia seperti saat ini. Manusia pun tak langsung dalam bentuk yang sekarang, Sapiens, sebab dulunya ada jenis manusia di luar Sapiens yakni Neandhertal dan Siberian. Kedua jenis manusia yang khas dengan kegiatan “memburu-mengumpul” ini telah punah (paling kurang sejauh ini keyakinan saintifik mengatakan demikian) dan tinggal menyisakan Sapiens sebagai spesis tunggal manusia yang masih menapaki bumi. Pembicaraan mengenai mengapa Sapiens kini menjadi aktor tunggal kesadaran dunia mungkin dapat dibahas di lain kesempatan. Kita pun bisa menemukannya dalam Buku Sapiens karya Yuval Noah Harari atau penjelasan lain di channel-channel Youtube tertentu. Apa yang mau ditelusuri lebih jauh ke belakang dalam tulisan ini ialah bagaimana jika ada kemungkinan-kemungkinan lain, di luar dua pendekatan di atas, yang mengatakan asal-usul manusia. Benarkah ada pendapat ketiga yang mengungkapkan asal-usul manusia? Sebuah teori ketiga yang memaparkan nenek-moyang manusia ribuan tahun yang lalu.

Dari mana kita berasal?

Satu pertanyaan paling mendasar dalam hidup manusia ialah: Dari mana kita berasal dan ke mana kita akan “pergi”? Novel Dan Brown berjudul “The Origins” berusaha untuk menjawab kegelisahan ini tapi dalam sebuah kisah novel yang sangat menarik untuk dibaca. Diceritakan dalam novel tersebut bahwa pertanyaan mengenai asal-usul manusia harus dilacak lebih jauh ke belakang di “masa” di mana alam semesta mulai terbentuk, lebih persisnya partikel pertama muncul. Akibat entropi, ledakan atau keterserakan atau ketersebaran, alam semesta mulai terbentuk dan dengan demikian pada gilirannya manusia muncul. Namun, masih ada puzzle sejarah yang mesti dipecahkan di situ. Apakah manusia berevolusi dari animal mengingat hewan datang terlebih dahulu ke dunia atau ada kemungkinan lainnya? Wajar jika kita bertanya seperti ini. Dinosaurus, hewan yang diyakini sudah punah, hidup di masa persis sebelum manusia hadir ke dunia. Lalu, apakah kepunahan mereka mengakibatkan manusia lahir ke dunia atau alam semesta berevolusi dan “secara ajaib” melahirkan satu spesies baru ke dunia, yakni kita sendiri? Masih misteri karena tidak ada jawaban yang akurat untuk itu. Pada bagian ini, kita mencoba mereka-reka puzzle sejarah yang mesti dituntaskan tersebut. Namun, disclaimer untuk kita semua. Teori ini bukanlah satu pandangan yang amat populer di benak dan telinga kita. Karena itu, mungkin apa yang akan dipaparkan di sini dapat mengganggu kita. Namun, perkembangan manusia selalu diawali oleh rasa ingin tahu, curiosity. Rasa ingin tahu mungkin menjadi berkat, karena dengan demikian kita menjadi spesies yang unggul, tapi sekaligus kutukan, karena kita ditirani oleh rasa ingin tahu dalam diri yang tentunya terus menghantui hidup kita. Seorang ilmuwan yang ditirani oleh rasa ingin tahu tak bisa tidur nyenyak dan menghabiskan waktu di laboratorium atau perpustakaan untuk menuntaskan pencariannya selama ini.

Baca juga :  Homo Deva: Pemenang dan Peraih Masa Depan

Panspermia

Ini satu teori yang menarik dan juga bisa dilacak jauh ke belakang. “Panspermia” berasal dari bahasa Yunani, “Pan” berarti “segalanya” dan “sperma” berarti “benih”. Menelusuri asal-muasal teori ini bahkan sampai pada zaman Yunani kuno, Anaxagoras (500 SM) yang mengatakan bahwa kehidupan berasal dari alam semesta itu sendiri. Alam semesta di sini dipahami dalam cara yang seluas-luasnya, yakni jagad raya. Dalam teori Panspermia, “benih” kehidupan dibawa dari luar angkasa, melewati ruang antar planet dan sampai ke Bumi. Benih ini dibawa entah melalui komet yang berbahan dasar batu atau berbahan dasar es. Dengan itu, “benih” tersebut “terlindungi” oleh lapisan komet yang entah batu atau es tersebut. Di luar itu, para ilmuwan juga berspekulasi bahwa “benih” itu resisten terhadap radiasi dan panas sehingga mampu mencapai Bumi. Benih ini mengandung molekul sederhana yang pada gilirannya menghasilkan molekul yang lebih kompleks seperti protein dan enzim (selengkapnya lihat pada www.kompas.com-09/05/2022). Dalam novel Dan Brown, Deception Point, “benih’ dalam teori panspermia, diceritakan diduga jatuh ke laut dan dari situlah kehidupan mulai muncul ke Bumi. Mengapa, baik dalam novel maupun teori ilmiah, benih tersebut diduga jatuh ke laut dan bukannya daratan? Laut mengendapkan materi dan zat dengan lebih baik sehingga benih tersebut mampu terjaga dari bahaya di luar lautan yang bisa saja datang dari panas matahari, perubahan cuaca dan faktor (ekstrem) alam lainnya. Ingat, dalam laut, ada pemberi kehidupan (oksigen) bagi Bumi yakni Plankton (berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengapung” atau “melayang”). Jika teori panspermia ini diterima secara lebih luas, secara teknis manusia hendak menegaskan bahwa kita semua berasal dari luar angkasa dan datang ke dunia dalam bentuk “benih kehidupan”. Dengan kata lain, kita semua adalah alien!

Baca juga :  SINODALITAS DALAM PERSPEKTIF ASIA DAN INDONESIA

Annunaki

Teori ini sudah dikubur beberapa waktu belakangan. Ada yang beranggapan bahwa menelusuri asal-muasal manusia dari kelompok annunaki adalah sesuatu yang absurd. Namun, kita digiring oleh rasa ingin tahu, apa sih yang dimaksudkan dengan teori annunaki? Annunaki menjadi kontroversial ketika kisahnya hendak diangkat ke layar lebar dengan judul “one annunaki” pada tahun 2005/2006. Film ini langsung dicekal dan mendapat respon negatif dari berbagai pihak. Film “one annunaki” dianggap kontroversial karena mengisahkan asal-muasal manusia yang berbeda dari yang selama ini kita kenal dan itu mengancam keberlangsungan tata dunia yang sudah berjalan selama ini, terutama institusi-institusi keagamaan. Meskipun ada teori-teori lain yang beredar mengapa film “one annunaki” dicekal, yang jelas hingga saat ini pun, film ini belum pernah mencapai layar produksi. Annunaki sendiri merupakan kisah yang berawal mula di peradaban Sumeria kuno. Sebuah buku karya Zecharia Zitchin, “The Annunaki Chronicles” seorang antropolog dan ahli bahasa kuno, menceritakan tentang hasil penemuan Zecharia ketika menyelidiki masa peradaban kuno di Sumeria. Zecharia menulis bahwa pada sekitar 6000 tahun yang lalu, datanglah dari Planet Nibiru, makhluk-makhluk yang bernama Annunaki. Mereka hendak ke Bumi untuk mengambil mineral, monatomic gold, yang mampu membuat mereka berkomunikasi dengan baik, awet muda dan mampu mengantarkan listrik dengan lebih baik. Di Sumeria kala itu, mineral ini cukup banyak ditemui. Annunaki mencari cara agar mampu menambang mineral ini dengan cepat. Satu kendalanya adalah mereka kekurangan sumber daya tenaga kerja. Annunaki pun menemukan cara untuk menyiasatinya, yakni dengan mencampurkan DNA mereka ke homo erectus yang ada saat itu. Dengan demikian, lahirlah homo sapiens, manusia yang saat ini menjadi satu-satunya spesies tunggal yang menguasai Bumi. Dengan keberadaan homo sapiens, para Annunaki tak perlu takut akan kekurangan sumber daya. Para annunaki juga tak perlu takut jika homo sapiens akan melawan balik, sebab homo sapiens yang diciptakan tidak secerdas mereka dan tidak sebodoh para erectus. Bagi Zecharia Zitchin, jejak-jejak para Annunaki bahkan dapat ditelusuri dalam kitab keagaamaan, misalnya dalam kitab Kejadian 1: 26, ditulis bahwa baiknya “manusia itu diciptakan menurut gambar dan rupa kita”. Meski dapat memunculkan kesan cocoklogi, Zecharia berani mereferensikan keberadaan Annunaki pada Kitab suci suatu agama.

Baca juga :  Cinta Manusia di Bumi

Annunaki kemudian tinggal bersama homo sapiens, membantu membangun peradaban kuno yang canggih (di antaranya piramida dan penemuan tulisan) hingga akhirnya meninggalkan Bumi. Lalu, apa yang membuat Annunaki meninggalkan Bumi? Menurut Zecharia, Annunaki meninggalkan Bumi sesudah peristiwa banjir besar yang melanda seluruh permukaan bumi (lagi-lagi ini juga mirip dengan kisah “air bah” dalam Kitab Suci). Dengan meninggalkan Bumi, Annunaki juga meninggalkan homo sapiens ciptaan mereka di atas muka Bumi. Menurut kisah Annunaki, masih ada beberapa jenis alien lain yang dulunya datang ke dunia, juga untuk mengambil mineral monatomic gold, yang masih tinggal di Bumi bersama dengan homo sapiens. Makhluk-makhluk homo sapiens yang cerdas dianggap sebagai perpaduan antara alien dan homo sapiens.

Epilog

Kisah penciptaan di atas, di luar benar atau salah, memunculkan suatu permenungan tersendiri, bahwa kalau pun salah, sekurang-kurangnya kisah di atas mengajak kita semua kembali “mengintip” kisah-kisah mayor penciptaan yang sudah kita kenal selama ini. Mengabaikan kedua teori penciptaan di atas begitu saja, sama saja menyikapi diri dengan teori-teori narasi besar dan dengan sendirinya menolak mentah-mentah narasi-narasi kecil. Tanpa kita sadari, sesungguhnya narasi-narasi kecil tersebut mulai sedikit demi sedikit diangkat ke permukaan. Salah satunya tentu saja melalui produksi film Marvel. Kisah “Eternals’, di mana ada pencipta alam semesta yang disebut “celestials”, mengikuti alur kisah Annunaki. Selain itu, juga ada kisah “Prometheus” (kata Prometheus diambil dari kisah mitologi Yunani di mana Prometheus dikenal sebagai Dewa pengetahuan, Dewa yang memberi “api” pengetahuan kepada manusia) dari tahun 2012, yang jelas-jelas menggambarkan manusia berasal dari makhluk luar angkasa. Menarik melihat lebih jauh usaha-usaha segelintir orang di luar sana dalam menelusuri peradaban manusia. Mungkin bagi mereka kita masih ada dalam pertanyaan “dari mana kita berasal?”, dan bagi kita sendiri, kebanyakan orang, kita terus berkutat dengan pertanyaan, “ke mana kita akan pergi?

***