Aku Rela Demi Kursi

Picture by Alif "Motivator" Robath

Hari Sabtu Pekan Biasa XXX

Bacaan Injil: Luk. 14:7-11

penaclaret.com-Sahabat Pena Claret yang terkasih dalam Kristus, bacaan Injil hari ini menghantar kita pada permenungan mengenai kualitas sebuah kursi. Perabot rumah yang semula hanya digunakan sebagai tempat duduk, terselip sebuah neraca yang menimbang seberapa terhormatnya seseorang.

Tidak jarang kita mendengar berbagai istilah berkaitan dengan kata kursi, seperti, kursi panas, kursi empuk, dan lainnya. Kursi-kursi ini mengarah pada individu yang menempati tempat duduk tersebut.

Dalam kisah Injil, Yesus mengamati tingkah laku para undangan dalam suatu pesta yang bersaing menduduki kursi kehormatan. Atas hasil observasi-Nya, Yesus memberikan sebuah perumpamaan yang menohok kepada para murid-Nya. “Apabila kamu diundang ke tempat pesta perkawinan hendaklah kamu jangan dengan segala “kepercayaan diri” dan kebanggaan langsung menempati kursi terhormat, karena tempat itu bisa saja disediakan bagi orang lain yang lebih terhormat di mata si tuan pesta. Lalu, kamu hanya bisa menunduk malu dan mencari kursi yang lain. Alangkah baiknya, apabila kamu membiarkan diri berada di tempat yang paling terbelakang (Bdk. Luk. 14: 8-10).

Baca juga :  Kesadaran Memilih Hal yang Baik

Realitas perebutan kursi terhormat bukanlah hanya sekadar peristiwa isapan jempol semata di tempat pesta perkawinan, malah pesta politik, sosial, ekonomi, dan pesta lainnya pun begitu viral. Frasa “aku rela demi kursi” membuming di mana-mana. Kursi menjadi jaminan untuk mendapatkan status yang terhormat dari lingkungan sekitar. Demi kursi, apa pun bisa dilakukan. Harga diri begitu mudah dipertaruhkan hanya demi menukik timbangan neraca kehormatan. Kursi menjadi metafora yang memiluhkan.

Baca juga :  Munafik, Sikap Cari Aman!

Sahabat Pena Claret yang terkasih dalam Kristus. “Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk. 14:11). Sesuai dengan pesan singkat Yesus, kita pun di ajak untuk bermenung, sejauh manakah saya memaknai sebuah kursi? Apakah kursi tersebut sebagai media untuk mewartakan Sabda Tuhan atau malah mewartakan diri sendiri? Jangan pernah takut apabila kamu mendapati kursi terbelakang.