Kesadaran Memilih Hal yang Baik

Oleh Acen Putra

Picture by: PAX EX BONUM - WordPress.com

ClaretPath.com – Kesadaran Memilih Hal yang Baik

Selasa Pekan Biasa XXVII

  • Bacaan I: Yun 3:1-10
  • Bacaan Injil: Luk 10:38-42

Salah satu hal yang sulit untuk dilakukan oleh manusia di era modern ini adalah bagaimana dia harus mengambil keputusan ketika berhadapan dengan pilihan-pilihan hidupnya. Perkembangan dunia saat ini, menyajikan berbagai macam pilihan. Setiap orang saat ini secara sadar atau tidak, pelan-pelan terjebak dalam dunia pilihannya sendiri. Sering kali waktu dihabiskan untuk memilih, menimbang mana hal yang paling baik untuk diaplikasi. Dalam konteks kehidupan nyata contohnya, memilih antara baju A dan baju B untuk menghadiri acara pesta saja butuh waktu yang cukup lama. Mengapa ini terjadi? Yang pasti objek pilihan tidak pernah salah.

Sahabat yang terkasih. Beragam pilihan hadir di hadapan seseorang bukan karena hal itu yang menghadirkan dirinya sendiri, tetapi dialah yang menuntun diri kepada pilihan itu. Dalam konsep kedosaan pun demikian. Dosa tidak pernah datang dengan sendirinya apabila manusia tidak pernah memilih untuk menyelam ke dalamnya. Dosa tercipta apabila manusia dalam kesadarannya memilih hal yang salah, dan mengabaikan hal yang benar.

Baca juga :  Kemuridan Kristus Zaman Now

Dalam kisah nabi Yunus hari ini, praktik kedosaan itu meluas di tengah bangsa Niniwe. Barang kali dapat dimengerti bahwa bangsa Niniwe sebelumnya tidak menyadari praktik kedosaan mereka. Inilah alasan nabi Yunus diutus Allah memperingati mereka. Tujuan utamanya membangun kesadaran bahwa praktik hidup mereka sudah jauh dari kehendak Allah. Ketika kesadaran itu muncul, mereka pun beralih pada sebuah pilihan yang benar, yaitu bertobat.

Sahabat yang terkasih. Berangkat dari kisah bangsa Niniwe yang bertobat, kita bisa merenungkan bahwa kesadaran tentang hal yang baik dan buruk sangatlah penting dalam menentukan pilihan sikap beriman. Salah satu persoalan yang berkembang di zaman sekarang adalah jurang pembatas antara tindakan yang baik dan tindakan buruk tidak begitu tampak. Sering kali sesuatu yang dianggap jahat malah dinilai baik karena sudah menjadi kebiasaan (banalitas) dalam praktik kehidupannya. Misalnya tindakan menghujat orang lain, karena biasa dilakukan pada akhirnya tindakan menghujat yang pada hakikatnya adalah buruk malah dinilai baik. Hal inilah yang membuat sebagian orang terjerumus pada langkah yang salah oleh karena pilihannya.

Baca juga :  Bertahan dalam Pencobaan | Renungan Harian

Praktik kehidupan yang buruk memang cendrung lahir dari sebuah kebiasaan. Untuk mengubah suatu kebiasaan tidak mudah. Selain pemahaman yang baik dibutuhkan juga penegasan sikap yang tepat. Pemahaman tentang yang baik lahir dari sebuah sikap keterbukaan diri, seperti bersedia untuk mendengarkan teguran atau nasihat, sama seperti bangsa Niniwe yang dengan terbuka mendengarkan seruan nabi Yunus untuk bertobat. Selanjutnya memberi penegasan pada diri mereka tentang bagaimana seharusnya bersikap. Mereka telah memilih hal yang baik sesuai kehendak Allah. Memilih untuk bertobat. Pilihan bangsa Niniwe untuk bertobat, pada akhirnya menjadi berkat untuk keselamatan mereka.

Baca juga :  Tuhan, Ajarkanlah Kami Berdoa

Sahabat yang terkasih. Kita juga perlu belajar dari tokoh Maria dan Marta di dalam bacaan Injil hari ini (Lukas 10:38-42). Ketika mereka menyadari bahwa Yesus berkunjung ke rumah mereka, secara spontan mereka langsung bergegas untuk melayani-Nya. Pilihan untuk melayani adalah kesadaran sekaligus kehendak yang pertama kali muncul. Mereka mengetahui bahwa yang datang adalah Yesus, maka memilih hal yang baik adalah keputusan tepat tanpa perlu dipertimbangkan lagi. Tentunya tindakan Maria dan Martha ini membantu kita untuk terus merenungkan sikap diri, jika kita sudah mengenal siapa Tuhan yang kita imani, lantas apa pilihan kita untuk merespons kehadiran-Nya? Menolak atau menyambut-Nya? Semoga kita tidak ragu untuk memilih hal yang baik. Tuhan memberkati.