Rendah Hati Berani Turun Takhta

Rendah Hati itu Berani Turun Takhta
Picture by okezone.com

Mengawali pekan adven ini, Gereja menyuguhkan kepada kita sebuah perikop yang cukup menarik. Seorang perwira Romawi yang datang kepada Yesus untuk memohon kesembuhan bagi hambanya. Tindakan seperti ini memang tidak lazim. Mana ada perwira yang begitu baik seperti itu. akan tetapi dari teks, ditemukan beberapa indikasi untuk menjelaskan ketidaklaziman itu

Sekurangnya ada dua hal yang mendorong tindakan heroik perwira tersebut. Pertama, informasi tentang hambanya yang sakit. Rasa sakit merupakan situasi yang paling jelas menampakkan (vulnerabily) kerentanan manusia. Rasa sakit menguak misteri kodrat kita sebagai makhluk yang terbatas. Apalagi di zaman Yesus yang mana peralatan medis belum memadai.

Membaca dari Kacamata Struktur Sosio-Politik

Kedua, identitas perwira itu. Perwira itu adalah orang Roma, yang saat itu menjadi penjajah orang-orang Yahudi (daerah sabit subur). Karena itu sudah pasti Ia bukan pemeluk agama Yahudi. Perwira itu termasuk dalam golongan pagan atau tidak mengenal Allah. Mereka menyembah dewa-dewi. Karena itu, ia tidak mungkin datang kepada Yesus, Guru Yahudi untuk meminta kemurahan rohani berupa penyembuhan. Yesus sendiri pernah bilang, tidak layak “Tidak baik mengambil roti milik anak-anak dan melemparkannya kepada anjing-anjing (Bdk. Mat. 15:26).

Baca juga :  Penyalur Kasih

Akan tetapi, di hadapan dua keterbatasan itu, Perwira itu terpaksa bergerak melampau batas (goes beyone border). Kisah ini mirip dengan kisah dalam Lukas (7:1-10). Namun di dalam Lukas, Perwira itu tidak datang menemui langsung Yesus. Ia mula-mula “PDKT” dengan para tua-tua Yahudi untuk meminta kepada bantuan Kepada Yesus, Setlah itu Ia menyuruh dua orang utusannya.

Kalau ditilik dari kacamata sosio-politis akan lebih menarik lagi. Di dalam kultur Yahudi zaman Yesus pembagian hierarkis status sosial sangat kental. Di posisi paling atas adalah kaum penjajah. Mereka ini adalah orang-orang Romawi yang memegang tampuk pemerintahan atau kendali politik. Misalnya, prokurator, gubernur jenderal, dan perwira. Di posisi yang kedua, adalah para agamawan. Misalnya, Imam Agung, orang Saduki, para ahli kitab dan orang Farisi. Di posisi yang ketiga adalah orang-orang kaya – baik yang dari luar Yahudi maupun dari kalangan Yahudi. Keempat adalah rakyat jelata. Dan yang kelima adalah budak dan para penjilat penguasa – mata-mata dan pemungut cukai.

Baca juga :  Menjadi Palungan | Renungan Harian

Berani Turun Takhta

Dari pemetaan strata sosial ini, perwira Romawi tadi merupakan golongan atas. Karena itu adalah lebih masuk akal, kalu perwira itu digambarkan seperti dalam Lukas. Ia tidak langsung datang, tetapi menyuruh orang-orang bawahannya. Akan tetapi menariknya di dalam teks Matius hari ini, Perwira itu tidak lagi menggunakan perantara atau jembatan. Ia langsung menemui Yesus dengan empat mata. Artinya, perwira itu melakukan tindakan heroik- ia berani turun takhta.

Tidak hanya turun takhta. setelah ia menemui dan memohon kesembuhan, Perwira itu tetap mengakui ketidakpantasannya. “Aku tidak layak Tuan datang ke rumahku.” Pikir perwira itu, seharusnya Yesus tidak perlu datang langsung. Yesus cukup menyuruh utusan-Nya saja. Pikiran semacam ini memang sudah biasa di dalam kultur militer atau di dalam kekuasaan politik.

Baca juga :  Takut mati? | Renungan Harian

Kemurahan Untuk Rohani Kita

Hal inilah yang membuat Yesus heran. Ternyata ada orang di luar Yahudi yang justru imannya sangat besar. Perwira itu, tahu diri dan rendah hati. Dan justru tahu diri dan rendah hati inilah membuat Yesus memberikan kemurahan rohani berupa kesembuhan. Kendatipun ia bukan orang Yahudi. Sikap perwira itu membuka kemungkinan keselamatan Yesus bagi orang di luar agama Yahudi, “Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama dengan Abraham, Ishak, dan Yakub di dalam Kerajaan Surga.”

Kita pun bukan orang-orang Yahudi. Tetapi Yesus membuak jalan keselamatan bagi kita. Asalkan sebagaimana Perwira Romawi itu, kita mau sadar diri dan dengan rendah hati. Kalau sikap itu dipupuk selama masa adven ini, di akhir masa adven Tuhan akan sungguh-sungguh mengunjungi rumah kita sebagaimana Ia mengunjungi rumah perwira Romawi tadi.