Jumat, 24 Desember 2021, Hari Khusus Masa Adven (pagi)
Bacaan I : 2 Sam. 7:1-5.8b-12.16
Bacaan Injil: Luk. 1:67-79
PenaClaret.com – Menjelang hari natal beberapa ruangan di rumah-rumah formasi Misionaris Claretian sering dibuatkan satu kandang natal. Di kapela, kamar makan, pastoran, dan ruang tamu. Saya pun tidak tahu jelas kapan kebiasaan ini dimulai. Akan tetapi, yang pasti bahwa kebiasaan ini membuat natal di komunitas sangat terasa. Lagian menjelang natal biasanya semua kesibukan kampus yang padat dengan tugas telah tiada. Karena itu, natal memang momen yang sangat dirindukan.
Selain menghadirkan nuansa natal, saya dan teman-teman saya sering menjadikan momen ini sebagai ajang kompetisi kategori “kandang natal terbaik”. Kandang natal yang kurang estetis seringkali disamakan dengan kandang merpati, pos ronda malam (siskamling), dan sebagainya. Karena itu, agar tidak mendapat label demikian, setiap tim selalu berusaha keras dengan segala daya kreativitasnya demi hasil yang sebaik mungkin.
Pengalaman itu lalu membuat saya bertanya, kandang seindah apakah yang layak bagi Yesus? Ukuran estetika seperti apakah yang dipakai kanak-kanak Yesus untuk menilai kandang natal yang telah dipersiapkan orang-orang Kristen di seluruh dunia. Apakah Yesus menginginkan kandang yang mewah seperti yang kita temukan di alun-alun kota atau malah kandang yang hampir serupa dengan kandang merpati.
Sobat Pena Claret, teguran Nabi Natan kepada Daud yang hendak membangun bait bagi Tuhan yang disajikan dalam bacaan pertama hari ini kiranya menjadi pedoman bagi kita. Bahwa bukan bangunan fisik yang diinginkan Tuhan menjadi kediaman-Nya (Bdk. 2 Sam. 7:5-6). Bukankah segala hal yang kita miliki adalah pemberian Tuhan? Karena itu, Tuhan bisa saja membangun rumah bagi diri-Nya yang lebih mewah dari hotel bintang lima dan basilika St. Petrus di Vatikan, Roma. Akan tetapi, Tuhan kita bukan Tuhan yang tinggal jauh dan terpenjara dalam bait/bangunan buatan tangan manusia. Tuhan kita adalah Tuhan yang mau bergaul dengan kita. Bahkan mengambil rupa seperti kita untuk merasakan kehidupan manusia yang sesungguhnya, yakni menderita. Dengan demikian, pantaskah sebuah kandang dengan segala keindahan dan kemewahan dapat menjadi tempat kelahiran-Nya?
Sobat Pena Claret yang terkasih. Berkaca pada keluarga Zakaria dan Elisabeth dalam bacaan Injil, kita menyadari bahwa hidup yang penuh kepercayaan, kepasrahan, kesederhanaan, dan kerendahan hatilah yang justru mendapat belas kasihan dan kunjungan Tuhan. Bukan keistimewahan dan gegap-gempita kandang dan lampu natal yang memberikan makna natal yang sesungguhnya, melainkan kemurniaan hati, kepercayaan dan kepasarahan. Hendaknya hati, dalam artian keseluruhan hidup, kitalah yang menjadi palungan bagi Yesus yang lahir di kota Daud.
Selamat natal untuk kita semua. Dan tetap ingat pesan ibu: selalu mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak.
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus