Jumat 10 Juni 2022
Bacaan: Injil Matius 5;27-32
penaclaret.com Dalam budaya Dawan, perkawinan merupakan hal yang paling dihargai dan dijunjung tinggi oleh setiap masyarakat. Mereka berpandangan bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk kelahiran anak atau regenerasi. Anak yang dilahirkan nantinya, diharapkan oleh keluarga untuk meneruskan warisan budaya nenek moyang mereka. Tujuan yang sangat mulia ini, membuat perkawinan itu menjadi sangat berarti di mata orang-orang Dawan, sehingga diwajibkan kepada semua anak muda harus menikah kecuali mereka yang mendedikasikan secara khusus untuk bekerja di kebun anggur Tuhan (hidup membiara). Sedangkan mereka yang secara sengaja tidak menikah dan mau hidup sendiri, dianggap sebagai orang yang tidak menghargai budaya.
Pada prinsipnya dalam budaya Dawan, keluhuran perkawinan harus dijaga dan dirawat dengan baik. Apabila kedapatan berbuat zina, maka pelakunya akan dikenakan denda sesuai tuntutan dari pihak korban. Pada umumnya orang Dawan biasanya membayar denda dengan seekor Kerbau atau Sapi sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Tindakan ini dimaknai sebagai tanda penyesalan bahwa mereka (terutama pelaku) telah berbuat salah dan mau mengakui kesalahan ke hadapan publik
Dalam tradisi Yahudi yang termaktub dalam hukum taurat, perbuatan zina sangat dilarang keras. Barang siapa yang kedapatan berbuat zina akan dirajam dengan batu dan biasanya yang dirajam adalah mereka (perempuan) yang dalam hal tertentu sangat lemah dan tak berdaya. Kita bisa melihat bahwa Hukum Taurat lebih keras dibandingkan dengan Hukum di Budaya Dawan. Jika di budaya Dawan yang kedapatan berbuat zina akan dikenakan denda dengan seekor kerbau atau sapi, pada Budaya Yahudi akan diberi hukuman dirajam dengan batu sampai mati. Di sini kita bisa melihat bahwa ada dua budaya berbeda dengan sanksi yang berbeda pula terhadap persoalan perzinaan.
Bagaimana pandangan Yesus tentang orang yang berbuat zina? Yesus memberi suatu penegasan bahwa tindakan berzina itu bukan hanya sekedar melakukan hubungan intim “Tetapi Aku berkata kepadamu, barang siapa memandang seorang wanita dengan menginginkanya, dia sudah berbuat zina di dalam hatinya” Dengan demikian pandangan Yesus tentang perzinaan bukan saja tertuju pada tindakan konkritnya melainkan juga penekanan-Nya terhadap suasana hati batin seseorang
Yesus sebenarnya sedang memberikan suatu pemahaman baru bahwa akar dari perzinaan itu bermula dari pandangan mata dan hati yang sesat. Seseorang yang memandang dan menginginkan orang lain dengan nafsu birahi dia telah berzina. Oleh karena itu, untuk mengatasi akar perzinaan pertama-tama seseorang harus mampu menjernihkan pikiran dan motivasinya dalam memandang dan menilai orang lain.
Lalu apa sanksi Yesus terhadap mereka yang berzinah? Yesus menghendaki pertobatan. Ia tidak menginginkan seekor Kerbau atau harus dirajam dengan batu yang membawa maut, tetapi dengan menyarankan untuk segera bertobat. Orang harus bertobat dan berjalan dalam ritme Allah, karena dengan demikian mereka akan diselamatkan.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.