Yesus Itu Enigmatis

Sumber gambar: comeandreason.com

Hari Rabu Pekan III Prapaskah, 23 Maret 2022

Bacaan I: Ul. 4:1, 5-9

Bacaan Injil: Mat. 5:17-19

Peringatan Fakultatif St. Turibius dr Mogrevejo, Usk

Pena Claret.com– Manusia adalah makhluk sosial atau dalam terminologi Aristoteles dikenal dengan istilah zoon politicon. Pemaknaanini sejatinya mau mengisbatkan presensi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak bisa hidup seorang diri. Sebab, no man is an island. Sebagai makhluk kordial, manusia tentu membutuhkan suatu hukum yang bertujuan untuk menjamin keharmonisan dalam masyarakat. Pendek kata, hukum bukanlah semacam rantai atau sesuatu yang memasung kehidupan manusia sekalipun ia bersifat mengikat. Hukum juga bukanlah sebuah kosakata asing dalam kehidupan sosial. Ia juga bahkan sudah ada dalam dunia Alkitabiah, baik perjanjian lama maupun perjanjian baru.

Persis hukum yang tercantum dalam dunia Alkitabiah itulah yang akan kita batinkan bersama dalam edisi pena Claret hari ini.  Dalam dunia perjanjian lama sendiri, Taurat atau hukum Musa adalah norma pertama dan utama yang sekaligus menjadi prototipe kehidupan orang-orang Yahudi. Karena dianggap sebagai hukum pertama dan utama masyarakat Yahudi, Taurat pun akhirnya menjadi suluh bagi terciptanya keharmonisan sosial. Orang-orang Yahudi tentu sangat menghormati dan mentaati hukum tertinggi dan terutama mereka ini. Bahkan bagi mereka yang berani melanggarnya akan dikenai sanksi yang cukup tegas hingga nyawa pun terkadang menjadi taruhannya. Karena itu pula, orang-orang Yahudi begitu ‘radikal’ dalam melaksanakan isi hukum Musa tersebut. Alhasil; ketenteraman, kedamaian dan keharmonisan pun tercipta.  

Baca juga :  Allah Bukan Tukang Ghosting

Akan tetapi siapa sangka jika di tengah ketentraman orang-orang Yahudi itu, Yesus yang juga adalah orang Yahudi justru tampil sebagai ‘Yang melawan’ hukum Taurat itu sendiri? Spontan, para ahli ahli Taurat dan masyarakat Yahudi pada umunya tentu merasa terusik dengan ulah Yesus ini. Bukan hanya melanggar hukum Taurat saja, Yesus juga malah menyatakan diri-Nya secara terang-terangan sebagai Anak Allah di hadapan orang-orang yang hingga saat ini pun masih menantikan seorang Mesias, Pembebas. Hal ini tentunya juga membuat orang-orang Yahudi semakin naik pitam, geram dan sakit hati akibat pernyataan Yesus ini. Rasa geram dan marah pun akhirnya tercampur aduk menjadi satu yang akan terpancar dalam usaha-usaha licik mereka untuk membunuh Yesus.

Baca juga :  Ditentukan Sedari Kekal

Bila kita perhatikan sepintas lalu saja maka Yesus akan tampak bagi kita sebagai seorang revolusioner. Seorang pemberontak. Yesus seperti ingin menjungkirbalikkan hukum Taurat yang dieksekusi secara mafia oleh para ahli Taurat. Akan tetapi tidaklah demikian. Sebab IA sendiri bersabda; “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya (Luk. 5: 17)”.

Memang kerapkali tindakan-tindakan Yesus itu enigmatis tapi bukan berarti IA ingin meniadakan hukum Taurat tetapi justru hendak menyempurnakannya. Hanya saja bagi Yesus hukum Taurat mulai menjadi ‘lumpuh’ oleh karena orang-orang sebangsa-Nya terkadang lebih mementingkan ritus atau ritual, agar terlihat saleh daripada mengutamakan kasih yang menghidupkan manusia sebagai nilai tertinggi kerajaan Allah. Semoga Tuhan memberkati.