Yesus Ditolak di Kampung-Nya Sendiri?

Perjumpaan yang Membaharui
Sumber gambar: karismatikkatolik. org

Senin Pekan III Prapaskah, 21 Maret 2022

Bacaan I:  II Raj 5:1-15a

Bacaan Injil: Lukas 4:24-30

Pena Claret.com– Para sahabat pena Claret yang terkasih, mengapa Yesus ditolak di kampung halaman-Nya sendiri? Bukankah Yesus juga berasal dari Nazaret? Seharusrnya orang-orang Nazaret ikut berbangga dan bersukacita sebab Tuhan memilih salah seorang dari mereka untuk menjadi ‘agen’ dalam karya keselamatan-Nya. Tapi toh mengapa mereka tetap saja tidak mau menerima Yesus?

Rentetan pertanyaan-pertanyaan ini mungkin juga akan menjadi pertanyaan besar kita ketika membaca dan merenungkan bacaan Injil pada hari ini. Dalam Injil dikisahkan bahwa Yesus sedang berada di kampung halaman-Nya. Kemudian Ia mulai membaca Firman Tuhan dari Kitab Nabi Yesaya. Setelah selesai membaca banyak orang merasa heran akan kebijaksanaan-Nya. Namun di antara mereka juga rupanya ada yang tidak menyukai Yesus dan ajaran-Nya. Mereka  tidak menerima pewartaan Yesus tentang isi dari Kitab Nabi Yesaya. Bahkan mereka berusaha untuk membuang Dia dari tebing gunung, tempat kota itu terletak. Akan tetapi, Yesus berjalan di tengah-tengah mereka dan keluar dari Nazaret menuju kota-kota lain untuk mewartakan kabar sukacita injili.

Sahabat-sahabat pena Claret yang dikasihi dan dicintai oleh Tuhan, mari kita kembali ke pertanyaan besar kita tadi.  Mengapa Yesus tidak diterima di tempat asal-Nya? Mengapa orang-orang sekampung-Nya, Nazaret tidak mau menerima pewartaan Yesus? “Bukankah Ia ini anak Yusuf tukang kayu itu? (Luk. 4:22)”.  Pertanyaan dengan nada sinisme ini bisa jadi merupakan salah satu alternatif penolakan Yesus di kampung asal-Nya sendiri, yakni bahwa Ia berasal dari keluarga sederhana. Yesus yang rupanya telah ‘viral’ oleh karena mukjizat-mukjizat yang dilakukan-Nya di tempat lain seperti Kapernaum justru tidak lebih dari seorang anak tukang kayu. Orang-orang Nazaret rupanya mengira bahwa Yesus itu seperti seorang artis top dunia. Tapi, ya begitulah realita.

Baca juga :  Bagaimana Membinasakan Yesus? | Renungan Harian

 Menanggapi skeptisisme terbuka warga kota asal-Nya, Yesus mengacu pada dua cerita tentang bagaimana Tuhan memberkati dua individu non-Yahudi, pada saat banyak orang Yahudi memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi. Yesus menceritakan tentang seorang janda di Sarfat, sebuah desa di pesisir Lebanon, dekat Sidon . Nabi Elia telah tinggal bersamanya dan putranya selama kekeringan tiga tahun yang mendahului kemenangannya atas para nabi Baal di Gunung Karmel. Gelas kecil tepung dan kendi kecil minyak janda itu tidak habis, meskipun mereka makan bertiga selama bertahun-tahun. Kemudian, ketika putra janda itu meninggal, doa Elia mampu membangkitkannya dari kematian. Tidak ada orang Israel yang menerima berkat seperti itu.

Baca juga :  Syarat Kecil dari Anak Kecil

Kemudian Yesus menceritakan tentang Naaman, jendral tentara musuh Israel, Aram, yang beribukota di Damaskus (II Raja-raja: 5). Naaman terkena kusta, dan mendengar bahwa Nabi Elisa di Israel memiliki kuasa untuk menyembuhkannya. Atas perintah Elisa, Naaman telah tujuh kali membenamkan diri di sungai Yordan, dan setelah ketujuh kalinya penyakitnya sembuh. Ada banyak penderita kusta di Israel pada waktu itu. Tetapi hanya orang asing Naaman yang disembuhkan.

Implikasi yang sangat jelas dari Yesus ini sejatinya mau mengungkapkan bahwa orang Israel di masa itu tidak layak menerima mukjizat Tuhan, dan oleh karena itu Tuhan menganugerahkan mukjizat kepada orang luar yang justru percaya.  Sama halnya dengan peristiwa yang Yesus alami di Nazaret, tempat asal-Nya sendiri. Di luar kota Nazaret, Yesus telah melakukan mukjizat yang menakjubkan, tetapi di Nazaret tidak terjadi demikian. Karena itu, benarlah kata-kata Yesus ini, bahwa ‘sesungguhnya tidak ada nabi yang dihormati di tempat asalnya (ayat.24).

Pengalaman ditolak tentu bukanlah pengalaman yang mengenakkan melainkan justru  menimbulkan luka yang amat dalam. Secara manusiawi Yesus juga tentu merasakan hal yang  demikian, namun itu bukan suatu hambatan bagi-Nya untuk mewartakan kerajaan Allah di tengah-tengah dunia. Penolakan yang dialami Yesus tidak serta-merta membuat-Nya berhenti melakukan sesuatu. Justru karena penolakan itulah, Dia lalu berkeliling ke daerah-daerah lain dan melakukan berbagai mukjizat . Penolakan tak menghentikan atau mematahkan semangat Yesus untuk berbuat baik. Dengan bijak dan cerdas Yesus pergi mencari dan mengunjungi mereka yang memerlukan pertolongan-Nya.

Baca juga :  Buah Jatuh Tidak Jauh dari Pohonnya

Terkadang kita ditolak hanya karena latar belakang kita yang dianggap tidak pantas. Kita disingkirkan dan direndahkan karena dianggap tidak baik. Lalu, kita kecewa dan kehilangan harapan. Marah dan enggan untuk melangkah melakukan yang lain. Kita takut dan tak bisa berbuat apa-apa. Karena itu, bagi kita yang juga mungkin pernah atau bahkan sedang mengalami situasi pahit ini, marilah kita belajar dari Yesus. Dunia ini begitu luas bahkan melebihi situasi penolakan yang kita alami dan bersama-Nya kita akan terus mewangi di setiap tempat dan waktu. Semoga.