Sebuah Garis Akhir

Christian religious illustration representing the death and resurrection of Jesus Christ. Christian Easter. Forgiveness of sins and gift of the Holy Spirit. Group of embraced people praying to God

Hari Kamis Pekan Biasa Ke-XVII, 28 Juli 2022

Bacaan I: Yer. 18:1-6

Bacaan Injil: Mat. 13:47-53

Claretpath.com-Manusia adalah makhluk peziarah; Homo viator. Atribut ini bukan sebuah formalitas belaka yang ditempelkan kemudian pada manusia. Tetapi ia telah ada sejak semula. Hidup yang terus bergerak dan berpindah-pindah selain mengafirmasi dirinya sebagai makhluk peziarah, juga sebenarnya menjadi suatu tanda bagi manusia bahwa ia berada dalam dunia yang semu dan karenanya ia harus terus berjalan hingga mencapai sebuah garis akhir yang bila sudah digapai segala jenis perjalanan tidak diperlukan lagi.  Dan garis akhir itu bernama tujuan kekal.

Sifat kekekalannya inilah yang selalu mengundang setiap orang untuk bergerak dan menggapainya. Tidak peduli apakah ia beragama atau tidak. Semua orang selalu dipanggil untuk mencapai garis kekal itu. Bahkan para ateis sekalipun. Seorang ateis tetap memiliki tujuan hidup kekal meskipun Allah bukan menjadi titik berangkat dan tujuan hidupnya. Dan seorang yang beriman akan selalu menjadikan Allah sebagai fondasi sekaligus batu loncatan baginya untuk mencapai tujuan hidupnya, yakni sebuah kehidupan kekal. Singkatnya bahwa semua orang, entah para teis ataupun ateis dan kaum beriman adalah para peziarah yang meski secara kasat mata hanya lalu-lalang di bumi ini pun akan berangkat dari dunia ini menuju satu tujuan kekal.

Baca juga :  Totalitas Cinta

Sebagai makhluk peziarah juga berarti bahwa manusia berjalan di bawah suatu rentang sejarah yang terbentang dalam waktu dulu, sekarang, dan masa depan.  Di dalam sejarah inilah manusia akan mulai mengukir hidupnya. Kebaikan dan kejahatan pun dituangkannya di dalam lukisan indah hidup tersebut hingga menggapai titik finish dari peziarahannya. Dan proseslah yang membentuk kepribadian manusia. Sebagaimana yang dikatakan oleh Whitehead bahwa manusia selalu berada dalam suatu proses yang membantunya untuk membentuk identitas dirinya. Di mana sebagai satuan aktual, manusia berada dalam proses untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengann kreativitasnya pula, manusia menegasi eksistensinya. Karena itu, manusia adalah makhluk dinamis. Yang mana di dalam proses, kita mengukir hidup ini dengan ditopang oleh pelbagai kreativitas guna mencapai suatu tujuan mulia, kehidupan kekal.

Baca juga :  Tuhan Tidur | Renungan Harian

Bacaan injil hari ini sangat menarik sebab Yesus memaparkan sebuah perumpamaan tentang pukat yang sangat dekat dengan kehidupan nyata kita. Pukat yang telah dilabuhkan oleh nelayan akan mengumpulkan kita di satu tempat, yakni Tanah Air Surgawi. Dan di sanalah kita akan dipisahkan sesuai dengan hasil lukisan hidup kita sepanjang sejarah. Pemisahan itu dilakukan sesuai dengan kebaikan dan kejahatan yang kita taburkan semasa hidup kita. Dan tentunya yang jahat akan dipisahkan dari yang baik. “Demikianlah juga pada akhir zaman: malaikat-malaikat akan datang memisahkan orang jahat dari orang benar…”.

Karena itu, sebagai kaum beriman, hidup kita harus selalu disadari sebagai sebuah proses berjalan menuju kehidupan kekal. Proses itulah yang akan kita taburkan dengan aneka warna di dalam hidup. Tentunya di dalamnya terdapat kejahatan dan kebaikan. Di dalam proses hidup itu, kita diajak untuk selalu menanam kebaikan di dalam hidup hingga kita memperoleh kehidupan kekal. Itulah tujuan hidup kita. sebaliknya jika di dalam hidup, kita melakukan kejahatan maka kita akan menuai hal buruk di dalam pukat Allah. Maka dari itu, sebagai makhluk peziarah, marilah kita mengusahakan dan menanam kebaikan di dalam hidup kita sehingga pada akhirnya kita tidak dicampakkan ke dalam gelap yang penuh dengan gertakan gigi.