ClaretPath.com – Renungan Harian 09 Mei 2024
Sepatu Misi Yang Ditinggalkan
Hari Raya Kenaikan Kristus
Bacaan pertama: Kis 1:1-11
Bacaan kedua: Ef. 1:17-23
Bacaan injil: Markus 16:15-20
Mengapa terkadang lebih baik kita pergi?
Hari ini adalah hari raya kenaikan Tuhan Yesus ke Surga. Sebelum kenaikan Yesus memberi kita misi, yaitu “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah injil kepada segala mahluk.”. Yesus kemudian naik ke Surga. Yesus pergi, para murid ditinggalkan.
Setiap orang tua pernah mendengar kata-kata perpisahan dengan anak dewasa mereka. Mungkin tidak diucapkan, tetapi tersirat. Ketika anak muda meninggalkan rumah untuk pergi kuliah atau memulai hidup sendiri, mereka sebenarnya memberitahu orang tua mereka: “Mama dan Papa, lebih baik aku pergi. Meski pun kalian bersedih. Akan tetapi, tetapi kesedihan kalian akan berubah menjadi sukacita. Jika aku tidak pergi, aku akan selalu menjadi anak kecil. Aku tidak akan bisa memberikan kehidupanku sebagai orang dewasa kepada kalian. Jadi tolong jangan berpegang padaku atau kalian tidak akan pernah bisa menerima kedewasaanku. Aku perlu pergi sekarang agar cinta kita bisa tumbuh dengan sepenuhnya.”
Rasa sakit dalam melepaskan semacam ini seringkali sangat menyakitkan. Merasa berat. Akan tetapi, hal itu demi kebaikan. Kita pun percaya menjadi baik akan mengalami yang tidak baik. Atau dukacita akan ditemani sukacita. Tak selamanya kita bersama. Tak selamanya juga kita berpisah. Di situlah seningnya perjumpaan.
Sepatu Misi Yang Ditinggalkan: Pesan Renungan Harian 09 Mei 2024
Saya ingat cerita Antonius dari sel penjaranya pada malam sebelum dia meninggal, membuat permintaan terakhir . Dia meninggalkan sepatunya kepada putra sulungnya yang saat itu berusia 12 tahun. Pesan dari ayahnya kepada putranya, Ikuti jejakku. Hari ini, Yesus meninggalkan kepada kita “sepatu-Nya.” Dia memanggil kita untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia. Dia memercayakan kepada kita karya karya pewartaan dan keselamatan. Kita adalah saksi.
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus