Menuntut Tuhan

picture by inttisari.grid.com

Penaclaret.com – Setiap tanggal 12 November masyarakat Timor Leste selalu mengadakan hari berkabung bagi para saudara setanah air yang wafat secara kejam dalam peristiwa Santa Cruz. Peristiwa yang memakan korban 200-an orang akibat moncong senjata tentara Indonesia di tahun 1991 ini menjadi tanda bahwa sejarah selalu meninggalkan kebahagiaan dan penderitaan di dalam pergerakan menuju masa depan. Banyak warga Timor Leste berkisah bahwa perjuangan mereka untuk berpisah dari Indonesia dan independen sebagai sebuah negara selain karena diplomasi politik dan perjuangan rakyat, adalah doa yang selalu dipanjatkan kepada Tuhan dan pada akhirnya dikabulkan.

Baca juga :  Mencicipi Proses, Alami dan Rasakan

Sobat Pena Claret yang terkasih, hari ini Yesus dengan perumpamaan-Nya mengajar para murid tentang hal berdoa. Berdoalah seperti seorang janda yang selalu datang kepada hakim untuk meminta pembelaan hak terhadap lawannya. Ia datang terus menerus sehingga sang hakim merasa gusar dan mengabulkan permintaannya. “Bukankah Allah akan membenarkan para pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?

Berdoa sering dijadikan sarana pribadi orang beriman untuk memohon kepada Tuhan berkat dan kasih-Nya. Dalam konteks ini terkadang orang jatuh pada konsep “berdoa ketika ada kebutuhan” atau “berdoa demi sukacita pribadi”. Sabda Yesus hari ini sangatlah jelas bahwa berdoa adalah gerak terus menerus dengan tidak jemu-jemu. Berdoa tidak terpaku pada durasi atau bertolak dari kebutuhan, jika tidak ada kebutuhan maka dilupakan. Berdoa adalah kesempatan bersyukur atas segala berkat yang diberikan Tuhan dalam hidup setiap hari.

Baca juga :  Rumah-Ku

Berdoa juga bukan berarti mengeluarkan diri dari sejarah dan menarik diri ke sudut pribadi kebahagiaan sendiri. Cara berdoa yang benar adalah suatu proses pemurnian batin yang membuat kita terbuka pada Allah, dan dengan demikian terbuka juga kepada sesama manusia. Keterbukaan ini kemudian menghantar kita kepada kemampuan untuk selalu siap sedia melayani sesama kita. Kita pun pada akhirnya menjadi harapan besar dan pelayan harapan bagi semua orang (Spe Salvi art.33).