Hari Minggu Biasa Pekan XXIV
Bacaan I : Yes. 50: 5-9a
Bacaan II : Yak. 2: 14-18
Bacaan Injil: Mrk. 8: 27-35
Penaclaret.com – Para Sahabat Pena Claret yang terkasih. Ukuran cinta sejati adalah hingga terluka. Luka memberi tanda untuk mengamini kesiapsedian dalam mencinta. Kesiapsedian itu pun dimanifestasikan dalam setiap pengalaman pengorbanan. Yang mana, konsekuensinya adalah luka. Namun, luka dalam mencintai dengan ketulusan memiliki suatu nilai yang berbeda. Di sana ada keyakinan yang membahasakan luka yang tidak membiarkan darah menetes begitu saja. Karena, setetes darah dari pengorbanan mampu menjadi penyubur atau penyemangat bagi diri sendiri atau orang lain.
Cinta menimbulkan banyak perbedaan. Inilah logika cinta yang hendak ditawarkan melalui bacaan suci hari ini. Bertolak dari kisah yang dinarasikan dalam nubuat Yesaya, seorang hamba dengan segala ketaatan mengamini setiap peristiwa hidup yang hendak menghampirinya. Baginya, Tuhan selalu setia menolong. Tidak ada kata takut yang akan menghetikan setiap luapan kekagumannya pada Tuhan. Keberanian yang diungkapkan melalui nubuat Yesaya hendak menghentakkan kita semua untuk melihat Tuhan dengan satu tatapan keyakinan bahwasannya ‘Tuhan ada’. Keberadaan Tuhan tidaklah hanya sebatas dalam benak saja tetapi Tuhan ada bersentuhan tangan dengan kita melalui sesama ciptaan yang ada disekitar kita, baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan ciptaan lainnya.
Baca Juga:
Suara Hati Tumpul Karena Terbiasa Abai
Cinta memperoleh pemenuhannya bukan pada apa yang bisa kita dapatkan, melainkan pada apa yang bisa kita berikan. Hal ini nampak jelas dalam sosok Petrus yang memberanikan diri untuk menyatakan cintanya kepada Yesus dengan memberi jawaban, “Engkau adalah Mesias”. Pengakuan Petrus ini pun sebagai tanda dari kedekatan Petrus dan Yesus. Meskipun, kita ketahui setelah itu Petrus mendapat teguran dari Yesus karena menolak ungkapan Yesus mengenai penderitaan-Nya.
Pertus memiliki pengalaman personal dengan Yesus. Wajar saja kalau Petrus menolak pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus, karena pengalaman kecintaan itu. Pengalaman inilah yang memberanikan dirinya hingga mati dengan derita yang tidak kalah sadisnya dari Yesus. Ada konsekuensi dari kepengikutan Kristus, menyangkal dirinya, memikul salibnya, dan mengikut Aku. Perjumpaan bersama Yesus memberikannya gairah untuk terus mencari misteri Tuhan. Mencari kekayaan dan kelimpahan belas kasih Tuhan.
Baca Juga:
Cinta Diri Di Tengah Pandemi Sebagai Bentuk Egoisme Etis
Dalam menggumuli tentang cinta sejati kepada Tuhan, Rasul Yakobus melengkapi dengan narasi “iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah mati”. Narasi surat Yakobus ini menjadi pelengkap untuk memahami definisi cinta yang ditawarkan melalui bacaan suci hari ini. Mencintai hingga terluka mestinya mampu mengakarkan iman dan juga mampu membuah dalam perbuatan sehari-hari. Iman dan perbuatan hendaknya selalu berjalan beriringan untuk bisa menyebarkan ‘parfum Allah’ kepada sesama ciptaan yang ada di sekitar kita. Oleh karena itu, melalui bacaan suci hari ini kita pun diajak untuk mengarungi hidup dengan gejolak rasa untuk mencintai hingga terluka dengan landasan iman yang kokoh kepada Allah sembari terus memupuk harapan guna tidak jemu-jemu mengakui ‘Yesus sebagai Mesias’. Selamat berhari Minggu, Tuhan memberkati.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.