Opini  

Kritik Sebagai Seni dalam Berdemokrasi

Oleh Fr. Egywandi, CMF

Kritik Sebagai Seni dalam Berdemokrasi
Picture by ClaretPatth.com

ClaretPath.comKritik Sebagai Seni dalam Berdemokrasi | Demokrasi tidak terpisah jauh dari kritik, karena tanpa kritik, demokrasi bisa mati. Kritik tidak lain adalah sebuah modalitas atau sarana untuk mengaktifkan ruang gerak demokrasi. Apabila demokrasi itu berjalan di luar rel, maka salah satu cara pengendalian adalah kritik. Namun perlu digarisbawahi disini bahwa kritik bukan berarti menjatuhkan, tetapi lebih bersifat koreksi, membangun, dan menawarkan alternatif yang lebih fresh untuk menggantikan tatanan lama.

Kemunculan Rezim Otoriter

Seandainya demokrasi tidak memberi ruang kepada publik untuk mengkritik, maka sudah menjadi konsekuensinya demokrasi bisa mandek. Persis di sinilah benih otoriter akan menjamur di dalam tubuh demokrasi. Pada dasarnya otoriter itu sistem yang bersifat mutlak dari para penguasa yang sedang memegang tampuk kekuasaan.

Baca juga :  Siapa Yang Harus Diundang

Demokrasi: Partisipasi Rakyat

Demokrasi yang baik adalah apabila demokrasi memberi ruang kepada publik dan biarkan publik berekspresi secara untuk menalar bagaimana pergerakkan demokrasi ideal karena rakyat juga punya peran penting. Dan hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Abraham Lincoln, presiden Amerika serikat yang ke 16. Ia menjabat sejak 04 Maret 1861 hingga peristiwa naas pembunuhannya pada 15 April 1865. Salah satu konsepnya tentang demokrasi bahwa demokrasi itu berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat: from the people, by the people, ada to the people (Tempo, Minggu, 19 Desember 2021). Menjadi pertanyaannya adalah dalam sistem demokrasi apakah rakyat itu sebagai satu-satunya penguasa tunggal?

Demokrasi: Sistem Representatif

Menjawab pertanyaan di atas, tentu rakyat itu bukan satu-satunya sebagai penguasa tunggal atau orang yang berkuasa dalam suatu sistem demokrasi. Walaupun pada hakikat demokrasi itu adalah kekuasaan yang ada pada tangan rakyat sebagaimana dari akar kata demokrasi dari Bahasa Yunani: demos (rakyat), cratein (merintah).

Baca juga :  Dengan Kewajibanmu, Kamu akan Mendapatkan

Walaupun dalam demokrasi itu kekuasaan ada pada tangan rakyat, tetapi sebenarnya rakyat memberi kepercayaan dan kekuasaan kepada seseorang yang disebut dengan pemimpin. Dan pemimpin inilah yang akan mempertanggungjawabkan apa yang dipercayakan oleh rakyat karena pemimpin itu hanya sebagai tukang pimpin.

Ketika pemimpin membatasi ruang gerak rakyat, seperti kritik, akan menjadi jelas pemimpin tersebut mengkhianati demokrasi. Sistem dimana pemimpin tersebut memperoleh legitimasi.  Hal ini akan membawa dampak pada kematian demokrasi karena kritik pada ruang lingkup demokrasi sebagai oposisi. Fungsi dari oposisi itu hanya sebagai   pemantau, melihat atau menimbang-nimbang apa yang belum beres dalam demokrasi. Selain itu juga kritik itu sebagai alat untuk mengontrol kekuasaan.

Baca juga :  Melihat Masa Lalu NTT Perspektif Etnomusikologi

Sikap respek pemimpin adalah membuka ruang lebar-lebar kepada rakyat dan biarkan rakyat bereksplorasi menggunakan nalar untuk mengkritis setiap pergerakkan demokrasi. Dan pemimpin tidak harus men-judge ini adalah kritik yang baik dan kritik yang tidak, kemudian membuang yang tidak baik. Perlu disadari bahwa setiap kritik yang  tidak baik, biarkan itu jadi sampah yang siap diolah  Karena mungkin suatu saat nanti dapat menjadi pupuk dalam kehidupan bernegara.

Kritik Sebagai Seni dalam Berdemokrasi