ClaretPath.com – Tantangan Sekaligus Peluang
Jumat, 06 Januari 2023
Hari biasa Masa Natal
1 Yoh. 5:5-13; Mzm. 147:12-13,14-15,19-20; Mrk. 1:7-11 atau Luk. 3:23-38
BcO Yes. 42:1-9
Warna Liturgi Putih
Gaya hidup zaman sekarang memang tidak memberi banyak peluang pada kerendahan hati. Kita melihat dimana-mana, ungkapan isu sara, orang saling menjelekkan, spam berseliweran di media-media sosial. Lebih pelik lagi kebiasaan bullying yang sudah merembes masuk dalam kelompok bermain anak dan lingkungan sekolah, dan tidak terkecuali ruang sakral (tempat ibadah).
Fenomena media sosial, seperti scrolling, like, comment juga telah memprihatinkan. Mereka yang kurang survive dan eksis minimalis di ruang online akan terbuang dan cenderung menjadi korban cemoohan. Hematnya, budaya pinggiran tidak mendapat tempat pada gaya hidup sekarang ini. Budaya pamer dan digitalisasi masa tidak memberi banyak ruang untuk mengaktualisasi sikap kerendahan hati. Kalau-kalau orang mau rendah hati, resikonya harus mengambil pola hidup pinggiran. Akan tetapi konsekuensinya jelas, akan dianggap tidak up–date, dan ditinggal pergi oleh kereta zaman.
Perikop bacaan hari ini mengisahkan tentang Yohanes Pembaptis yang blak-blakan mengatakan bahwa ia bukan mesias dan Ia yang akan datang kemudian lebih besar darinya. Bahkan membuka tali kasutnyapun Yohanes tidak pantas (Bdk. Mrk. 1:7-11). Kalimat ini merupakan suatu bentuk gaya sastra yang mengungkapkan kerendahan hati yang cukup dalam.
Sikap Yohanes Pembaptis ini menjadi satu autokritik sekaligus tantangan bagi mereka yang mengakui diri kristiani. Bagaimana bersikap rendah hati di tengah arus zaman yang kurang bersahabat ini.
Ajakan Yohanes seolah menjadi satu tantangan yang cukup serius di zaman kita. Akan tetapi, adalah satu keharusan bagi orang kristen untuk menghidupi semangat kerendahan hati ini, keran bagaimanapun juga kerendahan hati (baca: Kemurahan hati) merupakan salah satu buah-buah Roh Kudus (Bdk. Gal. 5:22-23). Karena itu, semua orang kristen hendaknya melampaui pandangan yang dangkal; ajakan Yohanes untuk menjadi rendah hati bukan sekadar tantangan, tetapi sebuah peluang untuk memberi kesaksian kepada orang-orang di sekitar kita.
Nah, cara pandang semacam ini, bukan hal yang biasa, tetapi di luar dari kebiasaan. Karena itu, secara manusiawi kita tidak mungkin sampai pada tahap itu. Kita butuh bantuan rahmat Tuhan. Kata pemazmur, tanpa Tuhan “kita” adalah ketiadaan belaka. Dengan demikian agar mampu menjadi pribadi dengan sikap yang rendah hati ini, pertama-tama adalah rendah hati untuk meminta bantuan kepada Tuhan agar memberikan rahmat-Nya agar memampukan kita menjadi pribadi yang rendah hati.
Apabila karena rahmat Allah tersebut kita menjadi pribadi yang sungguh rendah hati, kita sebenarnya memberi kesaksian kepada sesama kita. Bahwasanya menjadi pribadi yang rendah hati dalam zaman kita yang kurang bersahabat ini masih mungkin. Asal kita terbuka dan penuh kerendahan hati, memohon bantuan dari Tuhan sendiri.
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus