Revolusi Perjumpaan | Renungan Harian

Picture by. www. rapikan.com

Selasa 31 Mei 2022, Pekan Paskah VII

Pesta SP Maria Mengunjungi Elisabet (P)

Bacaan I: Zef 3:14-18a atau Rm. 12:9-16b

Bacaan Injil: Luk 1:39-56

Penaclaret.com – Sahabat pena Claret yang terkasih dalam Kristus, hari ini kita merayakan pesta Maria mengunjungi Elisabet saudaranya. Peristiwa Maria mengunjungi Elisabet adalah peristiwa perjumpaan ilahi yang melahirkan kegembiraan. Peristiwa perjumpaan ini bukanlah peristiwa perjumpaan biasa, melainkan perjumpaan antara Allah dan manusia yang dibingkai dalam rahim dua perempuan istimewah. Perjumpaan antara Maria dan Elisabet melahirkan sukacita yang besar, sehingga Maria melambungkan pujian yang sangat indah dan sarat akan makna.

Nyanyian pujian Maria mengandung tiga inti revolusi iman. Pertama, adalah revolusi Moral. Hal ini dapat kita lihat dalam kalimat, “Ia mencerai beraikan orang yang congkak hatinya”. Artinya bahwa kehadiran Kristus dalam rahim Maria menghadirkan pula cinta dan kasih yang tiada batas. Cinta yang ditampakan oleh Kristus adalah cinta yang meniadakan kecongkakan atau kesombongan hati setiap orang. Maka, kehadiran Kristus sebenarnya menunjukkan bahwa manusia perluh menghargai kehidupannya.

Baca juga :  Yesus Sang Utusan Bapa

Yang Kedua, adalah revolusi sosial. Hal ini dapat kita lihat dalam kalimat “Ia menurunkan yang berkuasa dari tahtak dan meninggikan orang-orang yang renda hati”. Hal ini menyoroti arti hidup yang harus meniadakan kelas-kelas dalam kehidupan bersama. Karena kita diciptakan oleh Allah yang sama dan juga dengan martabat yang sama. Orang Kristen yang mengagungkan cinta Kristus harus meniadakan perbedaan kelas yang mengarah pada diskriminasi sosial, karena praktis ini akan menempatkan martabat manusia pada titik yang paling rendah. Maka sebagai ciptaan yang sama kita perluh melihat sesama sebagai saudara yang diciptakan oleh Allah yang sama dan diberi martabat yang sama. Karena rahasia kebahagiaan kita adalah tertawa bersama orang lain sebagai saudara dan bukan menertawakan mereka sebagai hakim.

Yang Ketiga, adalah revolusi ekonomi. Hal ini dapat kita lihat dalam kalimat “Ia melimpahkan segala yang baik kepada yang lapar dan menyuruh orang kaya pergi dengan tangan hampa”. Kalimat ini mau menegaskan bahwa hidup bukanlah sebuah perlombaan yang sengit untuk memperoleh sebanyak-banyaknya harta demi kepentingan diri sendiri. Seorang pengikut Kristus harus menjauhi ketamakan dan keserakaan yang membuat mereka mengagung-agungkan harta duniawi. Karena ia yang tidak memiliki uang bukanlah orang miskin, tapi orang yang sungguh miskin adalah dia yang tidak memiliki ketenangan batin. Sesungguhnya yang miskin bukanlah dia yang memiliki harta terlalu sedikit, tetapi dia yang masih menginginkan lebih.

Baca juga :  Politisasi Tembok dan Defisit Relasionalitas

Kita semua diciptakan dari ketiadaan dan dilahirkan dalam keadaan yang tiada apa-apa. Adalah sebuah keharusan bagi kita untuk tidak memiliki segalanya yang kita inginkan. Kita tidak memiliki kuasa untuk memiliki apapun yang kita mau, tetapi kita memiliki kuasa untuk tidak mengingini apa yang belum kita miliki dan dengan gembira memaksimalkan apa yang telah kita terima. Cukuplah hidup dengan apa yang kita miliki saat ini, karena Tuhan tahu apa yang kita butuhkan dan Dia akan memberikan apa yang kita butuhkan. Karena seseorang yang tahu cukup (batasan) akan selalu merasa cukup dalam hidupnya.

Sahabat Pena Claret yang terkasih dalam Kristus. Kita semua diajak untuk belajar dari perjumpaan Maria dan Elisabet. Perjumpaan yang melahirkan kegembiraan dan menebarkan sukacita bagi orang yang kita jumpai. Hal ini dapat kita lakukan, apabila kita telah berjumpa dengan Kristus secara pribadi. Perjumpaan pribadi dengan Kristus akan mengantar kita pada kepenuhan hidup yang selalu menebarkan aroma sukacita dan kegembiraan. Pengalaman perjumpaan dengan Kristus juga memampukan kita untuk selalu bersyukur akan apa yang kita miliki saat ini. Karena orang yang tahu bersyukur adalah orang yang telah ditransformasi oleh daya ilahi yang membawanya kepada kedalaman iman akan Kristus. Pertanyaan untuk kita adalah: apakah kita pernah mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus? Apakah perjumpaan itu melahirkan daya transformatif bagi kita? Dan apakah dalam kehidupan kita setiap hari, kita selalu membawa kabar gembira bagi orang-orang yang kita jumpai? Selamat merenungkan.