Jumat, 18 Maret 2022 Pekan Prapaska II
Bacaan I: Kej. 37:3-4.12.13a.17b-28
Bacaan Injil: Mat. 21:33-43.45-46
Penaclaret.com– Para sahabat Pena Claret yang terkasih, seringkali kita mendengarkan berita tentang orang-orang yang jeblos ke dalam penjara oleh karena korupsi. Atau akhir-akhir ini jagad maya dihebohkan dengan kasus judi online yang menyeret dua nama crezy rich di tanah air. Dua kasus ini adalah contoh dari sekian banyak kasus yang memperlihatkan kepada kita tentang orang-orang yang mengorbankan orang lain demi kepentingan pribadi. Masalah ini sebenarnya bukanlah hal baru. Kedua bacaan hari ini adalah bukti bahwa masalah ini sudah ada sejak dahulu.
Bacaan pertama, mengisahkan tentang Yusuf yang dijual oleh saudara-saudaranya. Berawal dari rasa iri pada akhirnya dimonetisasi. Mereka menjual Yusuf kepada orang Ismael dengan harga dua puluh syikal perak (bdk Kej. 37:28). Dalam bacaan Injil kita melihat kisah tentang anak tuan tanah yang dibunuh oleh para penggarap. Walaupun kisah ini hanya sebuah alegori, tetapi konsep mengorbakan orang lain demi kepentingan pribadi sudah tampak. “Para penggarap melihat anak itu, mereka berkata seorang kepada yang lain: Ia adalah ahli waris! Mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita” (bdk Mat. 21:28).
Para sahabat Pena Claret yang terkasih, mempertahankan hidup bukanlah mudah. Hal ini pertama-tama disebabkan karena manusia berjuang berhadapan dengan manusia lain yang memiliki prespektif dan kepentingan tertentu. Setiap orang memiliki cita-cita masing-masing atau orientasi pribadi. Latar belakang yang berbeda ini kerap kali menimbulkan konsep kawan dan lawan dalam hidup bersama. Hal ini diperparah jika bungkus oleh sikap egoisme. Konsep kebaikan selalu merujuk pada kepentingan pribadi, sedangkan menjadi buruk bila menentangnya.
Para sahabat Pena Claret yang terkasih, sikap menyingkirkan orang lain demi kepentingan pribadi adalah sebuah kejahatan kemanusiaan. Entah bagaimanapun manusia lain tetap memiliki hak pribadi. Selain itu, kita tidak bisa mengingkari eksistensi kita sebagai makhluk sosial. Keberadaan kita selalu berubah-ubah dan sangat ditentukan oleh manusia lain. Tidakkah kita malu jika pada akhirnya mengemis pada mereka yang kita benci? Marilah merubah cara pandang kita terhadap orang lain!
Misionaris Claretian. Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.