Sabtu Pekan Biasa XXIII
Bacaan Injil: Luk 6: 43-49
Penaclaret.com – Sahabat Pena Claret yang terkasih, bacaan injil hari ini menuntun kita pada sebuah permenungan yang dalam tentang relasi kita dengan Tuhan. Pertanyaan yang paling baik untuk memperdalam poin permenungan kali ini ialah sudah sejauh mana kita mengakui diri sebagai buah yang baik?
Pernyataan “buah yang baik” sering kali menjadi perkara batin. Hal itu dikarenakan adanya ketidakselarasan antara pengucapan dengan tindakan. Ketika kata-kata cukup yakin untuk membenarkan bahwa kita adalah buah yang baik, hati meronta menolak pembenaran. Hal itu menandakan bahwa kita tidak cukup baik dalam tindakan. Kita tidak bisa menyangkal, karena memang hati adalah juri yang paling jeli. Membentuk diri menjadi pribadi yang baik seturut nilai injili memang tidak mudah.
Baca Juga:
Kasih Tidak Memandang Dunia Dengan Kaca Mata Justifikasi
Terkadang tantangan hidup menghantar kita pada sebuah pilihan, berbuat baik atau tidak, ada kemungkinan pilihan berbuat jahat lebih banyak diminati. Sebenarnya bukan soal apa yang kita minati, tetapi krisis hidup yang menghimpit mengharuskan kita untuk melangkah ke arah itu. Mengambil waktu sejenak untuk merenungi diri, apakah kita sudah menjadi buah yang baik atau tidak, jarang terjadi.
Sahabat Pena Claret, sekarang mari kita merenung dan kita coba bertanya apa itu kebaikan? Sementara kata “baik” memiliki definisi abstrak, dia tidak bisa ditunjuk atau disentuh, tetapi melekat dalam diri setiap orang. Melalui perantara seperti itu kita cukup memahaminya, misalnya ketika kita melihat orang berdonasi membantu orang miskin, maka kita menilai mereka sebagai orang baik. Penilaian yang baik datangnya dari hati. Jadi dari situ kita mengetahui hatilah yang dipakai sebagi ukuran untuk menilai bahwa seseorang itu baik atau tidak. Termasuk dalam menilai diri kita sendiri, hati kita cukup jujur untuk mengatakan bahwa, kamu tidak baik! Jika kamu berbicara kasih tetapi praktinya masih saling membenci.
Baca Juga:
Semoga Kau Cepat Mati
Hati mempunyai persyaratan yang misteri dalam memberi penilaian. Kita meyakini bahwa Tuhanlah yang menyapa kita melalui hati, karena hati adalah kenisah Roh Kudus. Sekarang pertanyaannya jika hati mewarisi nilai kebaikan yang datang dari Tuhan, mengapa masih banyak orang yang berbuat jahat? Jawabnya dalam rupa pertanyaan juga, sudahkah orang itu mematuhi kata hatinya? Atau yang lebih tepat, barang kali suara hati orang itu sudah tumpul. Hal itu terjadi dikarenakan pembiasaan diri pada suatu tindakan yang terus menerus melawan perintah hati nurani. Membentuk diri menjadi pribadi yang baik harus dimulai dari penajaman hati nurani. Kita bisa menjadi buah yang baik, menjalin relasi yang intim dengan Tuhan karena digerakan olah hati yang baik. Tuhan memberkati.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.