Sabtu Pekan Biasa XXII
Bacaan Injil: Luk 6:1-5
Penaclaret.com – Para sahabat Pena Claret, perlu diketahui bahwa sepanjang karya pewartaan Yesus di Galilea dan sekitarnya, seringkali Yesus bertentangan dengan kelompok tertentu. Tentu hal ini bukan karena Yesus adalah tukang usil. Ketika memulai karya perdana di kampung halaman, Nazaret Ia pun ditolak di sana.
Yesus sering terlibat dalam perdebatan yang serius dengan para ahli kitab perihal pokok-pokok taurat. Selain itu, tidak jarang kritik pedas dilontarkan oleh Yesus kepada kaum Farisi dan Saduki perihal praktek iman mereka. Pada kenyataan bahwa ajaran Yesus ini tidak diterima dengan hati yang lapang. Yesus lebih digambarkan sebagai sosok pengusik kenyamanan ketimbang pembaru. Kritikan Yesus tidak dipandang sebagai obat yang meskipun pahit tetapi menyembuhkan. Ajaran dan kritikan Yesus justru menjadi pemicu berseminya rasa dengki dan dendam dalam hati kaum kaum Farisi dan pemuka agama lainya. Karena itu, tidak heran jika mereka terus mencari akal untuk menjerat Yesus dengan mempertentangkan ajaran-Nya dengan taurat Musa.
Baca Juga :
Satu dari sekian usaha penjebakan Yesus itu persis yang dinarasikan oleh penginjil Lukas pada bacaan Injil hari ini. Yesus dinyatakan bersalah secara tidak langsung karena para murid-Nya mengais dan memakan bulir gandum pada hari sabat. Dengan demikian, mereka dinyatakan melanggar ketentuan hukum agama Yahudi, sabat. Berhadapan dengan tuduhan yang bernada jebakan itu, Yesus hanya membeberkan fakta yang diangkat dari kisah Daud, leluhur mereka. Yesus menegaskan bahwa Anak Manusia adalah Tuhan atas hari sabat.
Para sahabat Pena Claret, kita hidup pada dunia dan zaman yang serba pluralis. Hukum bukan lagi hal yang asing. Sebab untuk mencapai keharmonisan hidup bersama, hukum memainkan andil yang cukup besar. Namun, pada kenyataannya tidak selalu demikian. Tidak jarang hukum diberlakukan tidak sebagaimana mestinya. Bukannya membebaskan, hukum malah membelenggu. Tentu saja dikarenakan permainan segelintir orang. Lebih tragis hukum justru menjadi senjata ampuh bagi beberapa oknum untuk melanggengkan hasrat mereka. Salah satunya kaum Farisi pada masa Yesus. Lalu, siapkah “Farisi” masa kini? Hukum sabat yang adalah sarana penghantar manusia kepada perjumpaan dengan Allah malah diselewengkan menjadi tembok penghalang. Sabat direduksi menjadi topik perdebatan yang dangkal demi mencederai salah satu pihak. Ironi bukan?
Baca Juga :
Sahabat Pena Claret yang terkasih, tentu hari sabat diadakan untuk suatu tujuan yang lebih mulia. Hari sabat tidak diadakan demi hari sabat itu sendiri. Jika menaati hari sabat tetapi tanpa sebuah sepak terjang pemaknaan dari pada itu adalah hampa. Sama halnya dengan orang yang bepergian tanpa sebuah tujuan yang jelas. Harapan untuk kita adalah menjalankan pesan-pesan injil bukan semata-mata karena peraturan dan kewajiban sebagai orang kristiani apalagi sebatas show. Tetapi karena dorongan luhur yang bersumber pada iman akan Yesus, Tuhan kita. Jika anak manusia (pribadi Yesus sendiri) adalah Tuhan atas hari sabat bukankah Ia lebih dari pada hari sabat itu?
Tuhan memberkati kita semua.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.