Trending Iman: Pemahaman dan Pengalaman

Fr. Jery Mamput, CMF

Trending Iman: Pemahaman dan Pengalaman
Sumber gambar: ClaretPath.Com

ClaretPath.comTrending Iman: Pemahaman dan Pengalaman

Harmonisasi iman dewasa ini sudah memiliki titik temu. Jelas bahwa banyak orang sudah mulai menata dan memahami apa yang diimankanya. Perlu diingatkan bahwa iman (kristen) selalu bertitik tolak pada suatu pokok atau sentral, yakni Yesus Kristus. Secara intimidasi iman kita selalu terpengaruh oleh peran Allah dalam pewahyuan. 

 Secara umum iman itu selalu merupakan bentuk dari kesaksian hidup atau kesaksian orang lain. Misalnya, dalam (Rom. 10: 17) mengatakan “jadi, iman timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh firman Kristus”. Dengan demikian iman menyampaikan berita kepada semua orang sebagai berita yang benar (Alvin Budiman; 2019, ). apakah sebatas ini saja?

            Pandangan kita selalu terarah bahwa iman dan kepercayaan merupakan tanggapan yang memiliki nilai yang sepadan maupun bertolak belakang. Iman kadang diartikan sebagai kepercayaan, sebaliknya bahwa kepercayaan adalah iman. Pandangan seperti ini pun kadang mengsahkan bahwa iman dan kepercayaan itu dua hal yang sama.

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru juga memberi suatu konsep tentang iman dan membawa beberapa makna. Hal ini berarti iman bisa dikatakan sebuah kepercayaan sederhana kepada Tuhan dan sabda-Nya, dan di lain pihak iman ini memiliki kesamaan dalam sebuah kepatuhan kepada Tuhan. Perjanjian baru memiliki suatu konsep atau sentral iman yang memiliki perbedaan dengan perjanjian lama. Perjanjian baru lebih mengarahkan iman dalam figur Yesus sebagai puncak keselamatan. berikutnya ia tunjukan itu semua pada para rasul-Nya untuk menyampaikan keselamatan dan kepatuhan aktif kepada seluruh bangsa (Robert Emslie; 2014,).

            Pembuktian iman dalam konteks alkitabiah selalu memiliki konsep iman komunitas. Memang ada suatu keyakinan akan iman pribadi, tetapi iman komunitas inilah yang akan menopang iman pribadi. Dapat dipahami bahwa kunci utama dari iman adalah percaya. tindakan percaya inilah diartikan oleh Konsili Vatikan ll dalam Dei Verbum no. 5: “dengan bebas menyerahkan diri  seutuhnya kepada Allah”.

Pemahaman iman dalam alkitab

            Sebagai orang beriman kita perlu mengetahui arti kata iman secara tepat. Memang bukanlah suatu hal yang mudah untuk menelusuri hal semacam ini, tetapi mari kita lihat bagaimana arti kata iman dalam perspektif Alkitabiah. Dalam perjanjian lama dan perjanjian baru iman memiliki titik atau sentral yang sama, yakni “Allah menyejarah”  yang selalu bersifat dan bermakna ‘kebersamaan’ ( Emanuel Martasudjita: 2013).

            Dalam perjanjian lama sebutan iman tampaknya memiliki beberapa asal kata yang ditransliterasikan dari bahasa Ibrani: aman (kuat, pasti, teguh, dapat dipercaya), batah (mengandalkan diri, berharap kepada, hasah (berlindung), hakah (menantikan, merindukan, bersabar) (Emanuel martasudjita: 2013). Ada juga iman dalam perjanjian lama yang menyebutkan bahwa kata iman itu diambil dari kata emunah, kesetiaan. Emunah sendiri merupakan turunan dari aman yang diterjemahkan dalam kitab suci sebagai kata “percaya (nya)”. Kita harus mengklaim bahwa emunah sendiri merupakan ide atau gagasan iman yang sungguh. Untuk mengerti lebih jauh sebenarnya iman dalam perjanjian lama itu nampak dalam relasi antara Allah dan bangsa israel. Tentu dengan sebuah kepastian bahwa iman itu akan terus bergulir yang didasari dengan penggenapan pewahyuan. 

Baca juga :  Pandawa Group Potret Nyata Ludato Si

            Dalam perjanjian lama sisi historis lah yang nampak akan tanggapan israel atas rencana dan karya Allah dalam diri mereka. Meskipun iman yang diwujudkan dalam pengalaman itu terbentuk sedemikian sehingga menghasilkan sebuah tren kepercayaan dan mengandalkan kepada janji Allah bagi bangsa mereka.  Tren kepercayaan terus didominasi oleh pengalaman historis dimana mereka harus mengakui bahwa mereka pantas menyebut “YAHWE sebagai Allah Israel”. Ini merupakan hal positif, tetapi gagasan iman ini bukanlah semata-mata untuk sebuah perlindungan melainkan suatu kebutuhan pengakuan iman bersama (Emanuel Martasudjita: 2013).

            Halyang utama dalam pandangan saya bahwa dalam perjanjian lama kita pun paham ada begitu banyak para nabi sebagai penyambung lidah Allah. Merekalah yang bertugas untuk membuktikan adanya pengalaman Allah dalam diri bangsa Israel. Tidak heran bahwa dalam pikiran kita juga harus memikirkan iman sebenarnya itu adalah mendengarkan sabda Allah. Allah-lah yang bersabda kepada manusia (israel) dengan sebuah tujuan adanya pewahyuan sebagai janji keselamatan. Dalam menanggapi pewahyuan Allah manusia dituntut untuk mendengarkan, sikap inilah yang harus dijalankan secara aktif. Tidak heran ketika kita sudah mendengarkan secara cermat justru disitulah ketaatan iman muncul.

   Iman dalam perjanjian lama merupakan suatu jawaban manusia kepada Allah yang mewahyukan diri secara historis. Justru dibalik jawaban inilah yang membuat Allah bertekun pada  janji pewahyuaan-Nya, yakni sabda. Dengan demikian perjanjian lama mengupas iman sebagai  sebuah ketaatan, sikap percaya,  dan kesetiaan.                  

            Sekarang kita akan lihat pemahaman iman dalam konteks perjanjian baru. iman  dalam perjanjian baru memiliki satu istilah yang khas, yakni pistis. Ini agak berbeda dengan perjanjian lama yang memiliki banyak istilah dalam memahami iman. Istilah pistis ini memiliki dua arti dalam bahasa yunani klasik. Pertama, suatu kepastian yang memiliki kepercayaan dalam diri diri seseorang dan pengakuannya yang berbeda dengan pengetahuan bersandar pada sebuah penelitian pribadi. Kedua, rasa percaya diri itu sendiri dimana sebuah kepercayaan orang bersandar. Pemahaman ini selalu menekankan bagaimana kepercayaan pribadi pada sesuatu atau objek yang dipercayainya atau dengan kata lain bisa keluar dari dalam diri untuk mau bersandar pada orang lain.

Baca juga :  Kritik Sebagai Seni dalam Berdemokrasi

            Dalam perjanjian baru iman memiliki posisi yang sangat signifikan. hal ini dilatarbelakangi lewat karya penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus. Inti dari Perjanjian Baru menyangkut iman adalah gagasan Allah mengutus anak-Nya ke dunia sebagai seorang juruselamat. Bahkan anak-Nya ini rela mati untuk mendamaikan manusia dengan Allah disalib-Nya (Yotham: 2016). Perbandingan iman antara perjanjian lama dan perjanjian baru sudah mulai nampak, bahwa perjanjian baru  lebih memiliki suatu kerangka atau konsep iman yang khas dan khusus. Iman disini merupakan suatu pokok bagi pengakuan dan penerimaan kabar baik atas karya keselamatan Allah dalam diri yesus kristus.  Disinilah tema pokok iman perjanjian baru, manusia merasakan karya keselamatan Allah dalam diri dan melalui yesus (Emanuel martasudjita: 2013). Iman itu selalu dari iman pasca (sesudah kebangkitan) yang diartikan dalam penebusan dan keselamatan. Hal inilah yang mampu membawa suatu relasi yang baik antara Allah dan manusia, sehingga manusia tidak pernah melakukan suatu pemogokan karya dengan Allah dalam pengalamanya.

            Secara umum kata pistys yang merupakan pokok untuk iman kita dalam perjanjian baru memiliki komponen yang dapat membentuk suatu pemahaman. Komponen itu diyakini sebagai penunjang atau dasar bagaimana orang bisa beriman, yakni percaya, menerima bahwa sesuatu itu benar, mengandalkan atau mempercayakan diri, setia, dan taat. dalam situasi tertentu komponen ini memiliki suatu peranan khusus atau hanya ditekankan satu atau dua komponen saja, tidak semua komponen masuk dan bahkan tidak dipakai keberlakuannya (Alvin Budiman: 2019).  Hal ini kembali kita temukan dalam arti dari iman bahwa apa yang yang dimunculkan merupakan suatu rumusan atau realitas yang kompleks menuju suatu yang penting.

            Robert Emslie (2014) juga mengatakan bahwa iman dalam perjanjian baru memberi beberapa pandangan dan itu berhasil dalam kehidupan kristus dan para pengikutnya ini akan menjadi pandangan singkat dari bagian-bagian injil. Dia juga memberikan beberapa teks yang menekankan pemahaman  iman itu terdapat dalam dunia perjanjian baru.

Baca juga :  Merawat Alam sebagai Jalan Menuju Kekudusan

Iman membawa kesembuhan

 Dan ketika Yesus melihat iman mereka, Dia berkata pada orang lumpuh itu “nak, dosa besarmu sudah diampuni” (Mark. 2: 5)

Dan namanya-dengan iman pada namanya-telah membuat pria yang kamu lihat ini menjadi kuat dan ketahuilah dan iman yang melalui Yesus telah memberi manusia kesehatan yang sempurna ini di hadapan anda semua (kis. 3: 16)

Dari dua ayat ini kita pun mengerti bahwa iman kepada Yesus pun dapat memberi suatu penyembuhan fisik dan rohani.

Iman diperkuat dalam komunitas

Mereka melanjutkan dengan setia mengajar para utusan, dalam persekutuan, dalam memecahkan roti dan berdoa (kis. 2:42)

Ya, saya yakin akan hal ini, jadi saya tahu saya akan tetap bersama anda untuk membantu anda maju dalam iman dan bersukacita di dalamnya (fil.1:25).

Dua ayat ini pun memiliki nuansa iman akan komunitas. dimana iman mereka selalu memiliki suatu persekutuan (Robert Emslie: 2014).

Dengan demikian kesimpulan mini tentang iman  yang kita bisa ambil dari perjanjian baru adalah pernyataan atau pengenalan Allah dimana firman-Nya diwujudkan dalam diri yesus kristus. Kita percaya ada komponen tertentu dalam iman perjanjian baru yang bisa menjadi dasar beriman, yakni percaya, menerima bahwa sesuatu itu benar, mengandalkan atau mempercayakan diri, taat dan setia. ini adalah suatu pemahaman berkenaan dengan apa yang telah didengarkan. Intinya bahwa berbicara iman dalam perjanjian baru selalu tema sentral kita adalah Yesus Kristus.

Daftar Rujukan

Alkitab Edisi Studi. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2011.

 Emslie, Robert. (2014). Faith In The New Testament  2-4. Diakses 28 Februari 2023, dari  Grand Canyon University

 Kristian, Alvin Budiman. (2019). Makna Iman Dalam Perjanjian Baru. Exelcis Deo: jurnal teologi, misiologi, dan pendidikan, 26-27. Diakses 28 februari 2023, dari Sekolah Tinggi Teologi Excelsis Deo

​ Martasudjita, Emanuel. (2013). Pokok-Pokok Iman Kristiani. Yogyakarta. Kanisius

 Konsili Vatikan II. “Konstitusi Dogmatis Tentang Wahyu’ (DV) dan “Pernyataan Tentang Hubungan Gereja dan Agama-Agama Bukan kristiani”(NA) dalam Dokumen Konsili Vatikan II, terj. R. Hardawiryana, SJ. Jakarta: Dokumentasi dan Penerangan KWI – Obor, 2013.