Lupakah kau pada cerita kemarin sore
Saat kita duduk dengan rasa yang membuncah
Dan pada bising alat
Kita mendengar masing-masing hati berbisik
Tentang cinta yang masih samar
Akankah aku lupa
Tentang sepotong pelangi
Yang kau lukis pada bibir mungilmu
Atau nyanyian para malaekat
Yang bersaing dengan tawa lengkingmu
Atau mungkin sinar aneh
Yang terpancar dari mata hitammu
Tahukah kau
Bahwa dirimu adalah bentukan yang hampir sempurna?
Lupakah kau pada kisah kemarin pagi
Saat kita bercerita lewat pandang
Dan aku menjadi penyair seketika
Mengalahkan Homeros atau Ommar Khayyam pun Gibran
Ah.
Di hadapan keindahan puisi adalah bahasa yang paling bisa mengerti hati
Dan aku.. Tak pernah kubiarkan mulut menipu rasa
Apalagi menyangkalnya
Apakah kau mendengar debar jantungku?
Yang minta diisi oleh hati yang masih beku
Atau mungkin tak peduli
Pada kerinduan pengembara yang mencari oase
Di tengah kering gurun yang enggan disusur
Dan aku tetap kalah karena acuhmu
Mungkin perjumpaan adalah pertanda
Dan waktu menjadi musuh yang kukutuki
Karena ia membawaku padamu
Lalu mencampakkan aku dalam kehampaan
Tanpa peduli pada hati yang tengah jatuh dalam pangkuan keindahan
Kini melupakanmu berarti membiarkan hati
untuk merindukanmu sekali lagi
Karena kisah yang kita lukis bersama
di atas kanvas putih belumlah usai
Dan kita masih saja diam
Mungkin diam adalah cara terbaik untuk mencintai
Tanpa takut terluka karena kehilangan
Dan kau tahu
Alam menjadi saksi
Tentang cinta yang tak bisa dimiliki
Apalagi disatukan
Masih kugenggam bayangmu
Bila pagi tersenyum
Aku menjadi tahu
Pernah berjumpa gadis yang masih putih
Kekasih semesta yang dihasrati para pengembara
Dan tetap
Aku hanya diam bersama kecemburuanku
Yogyakarta…
15 September 2018
Menamatkan Studi S1 di Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Staf pengajar di SMA Pancasila, Borong. Tinggal di Paroki Borong.