Term “KITA” dalam Kejadian 1:26

Oleh Fr. Anno Benani, SSCC

Term ‘KITA’ dalam Kejadian 1:26
Picture By ClaretPath.com

Pengantar

ClaretPath.comTerm ‘KITA’ dalam Kejadian 1:26 – Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita (Kej 1:26). Dari teks diatas penulis mencoba untuk menelaah siapakah yang dimaksudkan dengan “KITA” dalam Kitab Kejadian 1:26 tersebut. Demi menemukan jawaban penulis menggunakan metode telaah pustaka. Dan, berdasarkan beberapa sumber dari para ahli penulis menemukan beberapa tafsiran. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

I. Allah dan makhluk-makhluk surgawi

Kata ‘Kita’ merupakan bentuk jamak dari oknum pertama. umumnya kata ‘Kita’ merujuk pada Sang Pencipta, yang berfirman sebagai Raja surgawi dan disertai oleh bala tentara surgawi. Hal ini diperkuat oleh pengulangan istilah ini di tempat lain, seperti Kej. 3:22, 24.[1] Dari sana kita mengetahui tentang keberadaan kerubim atau malaikat. Jadi salah satu kemungkinannya kata ‘Kita’ disini menunjuk kepada Allah dan makhluk-makhluk surgawi (Kej 11:7, Yes 6:8, 1 Raj 22:19).[2]

Nampaknya Allah berkonsultasi dengan makhluk-makhluk surgawi lain. Penciptaan manusia merupakan buah dari tindakan komunikasi dialogis dibandingkan komunikasi monologis. Mereka (makhluk surgawi yang bukan Allah) dipanggil untuk berpartisipasi dalam tindakan sentral penciptaan. Ayat ini bukan bermaksud mengecilkan makna transendensi ilahi ataupun menyembunyikan Allah dalam dewan ilahi, sebaliknya mengungkapkan dan mempertegas kekayaan serta kompleksitas dunia ilahi. Allah tidaklah sendirian di surga. Ia terlibat dalam sebuah relasi timbal-balik di dalam dunia ilahi. Ia memilih untuk berbagai dengan yang lain dalam proses kreatif penciptaan.[3]

Di dalam membuat keputusannya, Allah mengasosiasikan diri-Nya dengan dewan surgawi-Nya, misalnya dalam 1 Raj. 22:19; “Sebab itu dengarkanlah firman TUHAN. Aku telah melihat TUHAN sedang duduk di atas takhta-Nya dan segenap tantara sorga berdiri didekat-Nya, di sebelah kanan-Nya dan disebelah kiri-Nya. Nampaknya ketika Allah mengasosiasikan diri-Nya dengan para dewan surgawi tertuang juga dalam Ayub 1:6 dan Yesaya 6:1-3. Dengan demikian pada saat yang sama pula Allah menyelubungkan diri-Nya di dalam ke-pluralitas-an mereka. Penggunaan istilah ‘Kita’ mencegah gambaran tersebut untuk dirujuk secara langsung kepada Allah sendirian.[4] Jadi, Allah bekerja dengan makhluk surgawi lainnya.

II. Bentuk ‘Pluralis Majestatis’

Beberapa ahli lain lagi berpendapat bahwa ‘Kita’ dalam Kej. 1:26 merupakan bentuk ‘pluralis majestatis’. Artinya suatu kata yang memiliki arti jamak untuk menyatakan sesuatu dalam suasana resmi. Pendapat ini didasarkan pada kenyataan bahwa kata Allah dalam bahasa Ibrani ialah Elohim, yang mempunyai bentuk jamak. Namun demikian penggunaannya tunggal. Artinya kata Elohim itu dimaksudkan sebagai kata benda tunggal. Maka, kita dapat mengandaikan bahwa karena Allah begitu agung dan berkuasa sehingga orang-orang Ibrani kuno menyebut Allah mereka dalam bentuk jamak.[5] Bentuk pluralis majestis ‘Kita’ ini umumnya digunakan dalam konteks kerajaan Eropa dan bukan ungkapan sastra Ibrani. Maka dari itu tafsiran majestatis bukanlah sesuatu yang umum untuk orang-orang Ibrani. Mengapa? Karena Orang Ibrani tidak mengenal plural majestaticum.

     

Baca juga :  𝐁𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚 𝐋𝐢𝐭𝐞𝐫𝐚𝐥𝐢𝐬𝐦𝐞 𝐒𝐤𝐫𝐢𝐩𝐭𝐮𝐫𝐚𝐥 | Opini

III. Dewa-Dewa lain

Para ahli berpendapat bahwa ada jejak mitologi kafir dalam penggunaan kata ‘Kita’. Dalam mitos-mitos Timur Tengah Kuno diceritakan bahwa dewa maha tinggi menciptakan manusia setelah berkonsultasi dengan dewan surgawi. Dewan surgawi ini terdiri dari para dewa yang lebih rendah, yang mengelilingi dewa mahatinggi. Mereka bertindak sebagai penasehat. Pemikiran ini menurut penulis tentu lebih masuk akal!

     

IV. Suatu teknik retorik – Term ‘KITA’ dalam Kejadian 1:26

                        Kita tahu bahwa rangkaian sabda dan tindakan penciptaan Allah memuncak dalam penciptaan manusia. Kisah penciptaan manusia ini terlihat begitu unik karena rumusan bahasa yang digunakan oleh Allah lebih istimewa dibandingkan dengan penciptaan-penciptaan lain. Sebelumnya ketika menciptakan sesuatu Allah selalu berfirman: “Jadilah…” atau “Hendaklah…” Tetapi waktu menciptakan manusia Ia berfirman: “Marilah Kita menjadikan…” Allah menggunakan kata “Kita”. Rumusan “Kita” lebih meriah menandai bahwa pekerjaan Allah sampai kepada suatu tahap yang lebih penting dan menentukan. Allah berbicara menggunakan bentuk jamak:” Marilah Kita…rupa Kita”.

Lantas, pandangan lebih modern mengatakan bahwa kata ‘Kita’ sebaiknya dimengerti sebagai suatu teknik retorik yang maknanya tidak terlalu berarti. Hal ini seperti seseorang yang mengatakan ‘Mari kita kerjakan’ dalam proses pengambilan keputusan suatu tindakan setelah ia berdebat dengan diri sendiri.[6]

      V. Ketrinitasan Allah

                        Para Bapa-Bapa Gereja dahulu mengartikan bahwa kata ‘Kita’ ini sebagai referensi tersembunyi akan ketrinitasan Allah yang bekerja dalam penciptaan alam semesta ini. Pribadi yang kedua sebagai Sabda Hidup dan pribadi ketiga sebagai Roh Kudus.[7] Namun demikian, bagaimana mungkin orang-orang Ibrani kuno dapat mengetahui hal tersebut? Sedangkan orang Ibrani kuno yang belum mengenal tulisan Perjanjian Baru.  

VI. Maksud dari penulis untuk memberi jarak antara Allah dengan manusia

                        Untuk memahami rujukan term ‘Kita’ yang muncul dalam Kej. 1:26 , kita dapat melihat dari ayat paralel pada Mazmur 8:6. Bunyinya, “Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah”. Kata Ibrani yang muncul di sini ialah Elohim. Elohim sendiri adalah kata yang merujuk pada nama Allah dan bermakna plural. Elohim yang bermakna plural ini tetap terus bertahan dalam sastra Ibrani. Kata Elohim berasal dari masa nenek moyang bangsa Israel sendiri ketika mereka masih menyembah banyak dewa-dewi seperti bangsa tetangga mereka. Hal ini masih terus bertahan bahkan ketika mereka telah menjadi penganut paham monoteisme.

Baca juga :  Taat Bukan Sebatas Show

Mengapa hal demikian terjadi? Ternyata hal ini menjadi pengingat penting untuk mereka. Bahwa jika pada masa lampau orang lain memiliki banyak dewa-dewi, terpecah dan sering bertengkar, namun sekarang bagi orang Israel ialah satu Dewa yang konsisten dalam kehendak dan tujuan. Namun demikian dalam Perjanjian Lama, kata Allah yang masih bersifat plural dan menunjuk pada dewa-dewi asing. Contohnya dalam Kel. 12:12, ‘kepada semua allah di Mesir’ atau pada Mazmur 95:3, ‘Sebab TUHAN adalah Allah yang besar (Elohim), dan Raja yang besar mengatasi segala allah (elohim)’.

Bahkan dalam perintah yang pertama di Kel. 20:3 “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.” Seringkali kata allah menunjuk kepada makhluk ilahi yang berhubungan dengan Allah orang Israel. Contohnya ialah pada Mazmur 138:1; ‘di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu’.

                 Mari kita lihat juga contoh kata kiasan untuk makhluk-makhluk yang menyandang gelar ‘Anak-anak Allah’. Kata kiasan ini terdapat Kej. 6:2, Ayub 1:6 dan Ayub 2:1, di mana anak-anak Allah menghadap TUHAN. Pada ayat-ayat inilah terdapat peninggalan paham kekafiran dan ide tentang dewan ilahi atau perkumpulan seperti dalam cerita Homer, di mana para dewa-dewi berkumpul dari waktu ke waktu untuk mendiskusikan masalah penting.

Contoh cerita lain yang di dekat Israel ialah epik Atrahasis, yang memuat cerita air bah versi Mesopotamia. Cerita tersebut mendeskripsikan pertemuan dewan ilahi. Para dewa memutuskan untuk menciptakan manusia sebagai budak mereka. Namun, mereka memutuskan untuk menghancurkan manusia setelah keributan dan hiruk pikuk yang manusia lakukan karena membuat para dewa tidak bisa tidur di malam hari.

Pada pemikiran orang Ibrani, dewa-dewi ini tetap tidak pernah boleh menggeser keesaan atau keagungan dewa mahatinggi. Dewa-dewi tersebut bukanlah malaikat (pembawa pesan Allah). Mereka juga bukan kerubim ataupun serafim yang terdapat dalam tulisan Perjanjian Lama lainnya (Kej. 3:24 dan Yes 6:2), yang merupakan pelindung atau menteri Allah. Namun, dewa-dewi ini memiliki peran yang tidak jauh berbeda dengan malaikat atau kerubim. Dewa-dewi ini pada dasarnya adalah figur imajinasi orang-orang Ibrani. Mereka bukanlah pribadi pada diri mereka sendiri, tetapi hanya perpanjangan dari Allah yang melayani Allah untuk mempertegas kemuliaan dan kesucian Allah serta berfungsi sebagai penjaga keamanan. Kehadiran mereka bukan untuk menantang transendensi Allah.

Kesimpulan – Term ‘KITA’ dalam Kejadian 1:26

                 Dengan latar belakang ini maka, terjemahan pada Mazmur 8:5 lebih tepat merujuk pada malaikat-malaikat daripada Allah (dengan huruf kapital). Pemazmur seperti halnya penulis Kejadian 1 ingin memberikan ‘manusia’ status yang tinggi dan hampir sama tingginya dengan makhluk-makhluk ilahi di sekitar takhta Allah di surga. Dalam hal ini pemazmur bertindak satu langkah lebih jauh (seperti yang terjadi pada Kej 1:26), melebihi karakteristik pandangan Perjanjian Lama tentang manusia. Meski demikian, pemazmur tidak sampai membandingkan manusia secara langsung dengan Allah. Tetap saja kata-kata pemazmur yang mengatakan “Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah”, itupun sudah terlalu dekat kepada Allah untuk ukuran orang Ibrani.

Baca juga :  Meninggalkan Segala Sesuatu dan Mengikuti Yesus

                 Penggunaan kata ‘Kita’ dalam Kej 1:26 haruslah juga dijelaskan dengan cara yang sama. Secara umum penulis Kej. 1 tidak menyukai penggunaan bahasa puitis ketika menjelaskan siapa Allah, akan tetapi pada Kej. 1:26 penulis membuat pengecualian. Alasannya ialah penulis hendak menyiapkan pembaca akan cerita selanjutnya tentang manusia. Maka penulis dengan sengaja memberikan visi akan adanya dewan ilahi dan menyelubungkan Allah di antara malaikat-malaikat untuk sementara waktu. Dengan cara demikian, penulis memberi jarak yang lebih antara Allah dari manusia. Penulis mempersiapkan pembacanya agar lebih bisa mengapresiasi secara seimbang akan ayat-ayat selanjutnya yang luar biasa.[8]

Daftar Isi

1994    The New Interpreter’s Bible, I, Abingdon Press, Nashville.

Gerhard Von Rad, 1957. Old Testament Theology, I, Harper & Row, Publishers, New York.

John C.L. Gibson, 1981.The Daily Study Bible, Genesis, I, McCorquodale Ltd., Scotland.

1983.   Tafsiran Alkitab Masa Kini, BPK Gunung Mulia, Jakarta.

2011.   Alkitab Edisi Studi, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta.

2002.   Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Lembaga Biblika Indonesia, Kanisius, Yogyakarta.


[1] Tafsiran Alkitab Masa Kini, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1983, 82.

[2] Alkitab Edisi Studi, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta, 2011, 36.

[3] The New Interpreter’s Bible, I, Abingdon Press, Nashville, 1994, 345.

[4] Gerhard Von Rad, Old Testament Theology, I, Harper & Row, Publishers, New York, 1957, 145.

[5] Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Lembaga Biblika Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 2002, 35-36.

[6] Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Lembaga Biblika Indonesia, Kanisius, Yogyakarta, 2002, 36.

[7] John C.L. Gibson, The Daily Study Bible, Genesis, I, McCorquodale Ltd., Scotland, 1981,  82.

[8] John C.L. Gibson, The Daily Study Bible, Genesis, I, McCorquodale Ltd., Scotland, 1981,  82-84.

Term ‘KITA’ dalam Kejadian 1:26

Term ‘KITA’ dalam Kejadian 1:26

Term ‘KITA’ dalam Kejadian 1:26