Hari Rabu Pekan Biasa ke-XVII, 27 Juli 2022
Bacaan I: Yer. 15:10. 16-21
Bacaan Injil: Mat. 13: 44-46
Claretpath.com-Kisah pembunuhan Uskup Agung Oscar Romero pada tahun 1980 menyulut aksi protes global. Uskup Romero adalah Imam Diosesan. Ia kritis dan berani mengintervensi; memantik aksi damai; menentang pemerintah otoriter El Salvador saat itu. Di tengah maraknya korupsi dan kemiskinan yang kritis, masyarakat melakukan protes. Pemerintah El Salvador terpancing menyelesaikan masalah dengan penyiksaan, penahanan, penangkapan, dan pembunuhan. Jajaran militer ditunggangi. Tindakan terkeji dari para militan itu berpuncak pada pembunuhan Oscar Arnulfo Romero dengan para sahabatnya.
Mengenang peristiwa itu, kisah hidup dan perjuangan Oscar Romero difilmkan. Film ini disutradarai John Duigan (1989) dan dibintangi oleh Raul Julia, Richard Jordan, dan Ana Alicia. Alur film ini menerjemahkan sepenuhnya relaitas perjuangan yang dilakukan oleh Romero. Suasana hubungan gereja (diwakili oleh Mgr Oscar Romero) dengan negara sangat menegangkan. Gereja sangat pro rakyat (orang miskin), sedangkan penguasa (pemerintah) dengan menekan pola otoriter militer menganiaya masyarakatnya sendiri. Di lain sisi, pemerintah membenci gereja mati-matian. Oscar yang terpilih menjadi uskup El Salvador itu pun melalui kotbah-kotbahnya mengutuk kebrutalan rezim berkuasa yang jauh dari impian masyarakat.
Keprihatinannya dan juga keberpihakannya terhadap rakyat miskin El Salvador yang tertindas muncul setelah terbunuhnya Pater Rutilio Grande, sahabatnya. Pater Grande dituding membela kaum komunis. Golongan sayap kanan, partai ARENA yang dicetus oleh seorang militer, mayor tentara Roberto D’Aubuisson mengiakan kejadian itu. Akan tetapi, Oscar Romero, dengan getol mengafirmasi bahwa tindakan Pater Grande bukan karena ia mendukung atau membela satu pihak saja (orang miskin), melainkan mengatasnamakan pengajaran dan praksis itu berdasarkan iman dan kepercayaan kepada Yesus Kristus.
Uskup Romero juga meniru langkah temannya menentang pemerintahan ARENA. Itu adalah pilihan yang sangat berbahaya! Dengan berbagai macam khotbah selama Misa, uskup menyampaikan kritik pedas terhadap rezim militer. Junta dilihat melecehkan rakyatnya sendiri, terutama petani, tetapi sangat baik kepada pemilik tanah, para kapitalis, dan kapitalis-kapitalis asing. Rezim dianggap pandang bulu, maka tidak bisa didiamkan saja.
Oscar Romero sendiri mengatakan; “Kristus “disalibkan” bersama orang-orang El Salvador yang ditindas dan menderita. Maka dari itu, semua orang yang percaya kepada Kristus harus merasakan bahwa ketika Yesus memikul salib ke Kalvari, dia dipanggil untuk membasuh keringat dan darah dari luka-luka orang-orang El Salvador, seperti halnya Veronika yang mengusapi wajah Yesus berlumur darah.” Sangat disayangkan, Uskup Romero mengalami kematian seperti sahabatnya. Ia ditembak mati saat meminpin misa. Ia disebut sebagai martir.
Film ini sangat menarik, menggugah hati. Kalau kita melihat bahwa ternyata begitu banyak tokoh-tokoh gereja yang sangat memperhatikan keadaan masyarakat sekalipun ia harus menderita, seperti Uskup Oscar Romero. Aksi kemartiran dan perjuangannya patut dihayati oleh kalangan umat Katolik seluruh dunia dan umat Katolik Indonesia. Tindakannya bisa sekaligus menjadi inspirasi agar umat bekerja sama mengaktualisasikan iman kepada Kristus di dunia nyata. Itu berarti keadaan menderita Indonesia yang sama persis dengan rakyat El Salvador harus diatasi.
Dengan demikian kita bisa memenuhi amanah bacaan Injil hari ini, hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Kita diajak untuk menjadi pedagang-pedagang kebaikan. Barang yang kita jual bukan berupa materi, melainkan jasa untuk melibatkan diri membantu orang lain bebas dari belenggu konflik, seperti yang dilakukan Oscar Romero, sekalipun bertaruh dengan maut.
Sumber:
https://www.paramadina-pusad.or.id/Agenda/pemutaran-dan-diskusi-film-romero/ dikutip pada 26 Juli pukul 21.15.
Misionaris Claretian yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.