ClaretPath.com – Roham dan Inasaren
Dari kejauhan Inasaren sudah bisa melihat dengan cukup jelas sosok yang tidak asing lagi baginya. Sebab sosok yang dilihatnya itu tidak lain yaitu Roham pria yang selama ini menjadi idolanya. Mata bulat sipit Roham semakin jelas. Senyum manis dan rambutnya yang bergelombang ditiup angin membuat Inasaren semakin terpesona.
“Udah lama ya Ren kita tak bertemu.”
“Iya Roham, udah lama” sambung Inasaren yang masih dalam keterpesonaan menatap manisnya wajah Roham saat itu.
“Kamu semakin cantik aja Ren.” Perkataan Roham ini membuat Inasaren sedikit berbalik sambil menyembunyikan senyuman bahagianya.
Lukisan kebahagian itu membuat Inasaren sedikit salah tingkah. Pikirnya Roham sedang jatuh cinta padanya. “Ah, Roham, kamu bisa aja. Aku jelek gini kok dibilang cantik!” Inasaren menanggapi pujian Roham itu sembari dihiasi senyum manisnya yang selama ini menjadi kesukaan Roham jika ia melakukannya.
“Terima kasih untuk senyumannya Ren.” Nada tulus dan rasa terpesona Roham ini membuat senja menjadi cemburu karena tidak dihiraukan keindahannya. Dengan manja dan sedikit cemberutnya Inasaren menentangnya, “kok, terima kasihnya hanya untuk senyuman aja?”
Sembari Roham memegang kedua pundak Inasaren dengan begitu lembut, “iya Ren, memang untuk itu aku ucapkan. Tapi bagiku dia telah mewakili dirimu seutuhnya. Itu milikmu yang adalah…” Roham sedikit menjauh dari wajah Inasaren dan tidak ingin melanjutkan perkataannya.
Dentuman lonceng gereja mengajak kedua insan ini untuk menyelesaikan perjumpaan pertama mereka setelah enam tahun berpisah. Namun Inasaren belum ingin tuk meninggalkan Dermaga Senja itu. Inasaren kembali meraih tangan Roham yang hendak meninggalkannya. Dengan keadaannya yang penuh dengan rasa penasaran dan tanda tanya itu Inasaren meminta Roham untuk melanjutkan perkataannya tadi.
“Roham, selesaikan dulu perkataanmu! Yang adalah apa? Please jangan biarkan aku tetap di sini dengan rasa ini. Please jangan biarkan aku mati dalam penantian yang penuh penasaran ini,” sambil tersenyum dan berhasrat untuk membelai rambut Inasaren yang ditiup angin, satu hal yang sudah tidak ingin Roham lakukan pada setiap wanita oleh karena statusnya saat ini… “yang adalah milikmu Ren” jawaban singkat dari Roham ini membuat Inasaren semakin yakin bahwa ada maksud lain yang disembunyikan oleh Roham padanya.
***
Malam minggu kini menjadi malam favorit bagi para Remaja bahkan telah merambah ke semua kalangan; baik yang muda maupun tua. Taman kota, dermaga dan pantai dipenuhi dengan orang-orang yang menikmati akhir pekan. Lagu-lagu nolstagia, mellow dan lagu sendu lainnya diputar bahkan dinyanyikan oleh orang-orang yang berada di sana.
Gaun kuning kecoklatan yang dikenakan oleh Inasaren membuat dirinya laksana bidadari. Banyak lelaki terpesona dengan penampilan dan wajah anggunnya. Memang sesuai dengan namanya; Inasaren yang berasal dari sebuah kata bahasa daerah Flores (lamaholot); Ina yang berarti ibu atau umumnya sebutan untuk wanita. Sedangkan saren berarti baik, lembut, anggun, atau cantik mempesona. Sungguh malam itu telah menjadi miliknya sebab bukan hanya dari para pria saja yang terpesona padanya melainkan wanita-wanita pun suka pada penampilannya.
Sembari menikmati dinginnya sepoi malam, tiba-tiba Inasaren dikejutkan dengan sebuah kalimat dari nada lembut yang dikenalinya. “Betapa beruntungnya diriku malam ini. Bukan hanya keindahan sinar rembulan dan kerdipan bintang-bintang semata yang menghiasi malam, tapi ada bidadari yang sedang menatapku, inilah kesempurnaan keindahan malam ini.” Setelah mengakhiri rangkaian kalimat puitifnya, Roham berbalik menatap Inasaren yang sedari tadi telah menatapnya selama ia membentangkan kata-kata itu.
Ketika Roham menatap dan tersenyum pada Inasaren begitu banyak wanita yang menjadi cemburu soalnya Roham merupakan lelaki penguasa malam itu. Jaket hitam dan gitar dipunggungnya, lebih lagi wajahnya yang sopan, lugu dan tampan sungguh memikat hati banyak wanita.
Tatapan yang terjalin di antara keduanya membuat sausana Dermaga Senja terasa hening seakan tidak berpengunjung. Sikap cool yang dimiliki Roham selalu saja membuat Inasaren penasaran. Rasa penasaran yang sudah ada sejak mereka masih di bangku SMA. Apakah Roham beda dengan laki-laki lain yang terpesona dengan kecantikannya? Roham seakan-akan orang yang tidak memiliki rasa ketika berhadapan dengan Inasaren. Kebanyakan hanyalah senyuman dan pujian akan kecantikan yang ia berikan pada Inasaren ketika mereka bertemu.
***
Setelah Cukup lama bercakapan, Inasaren meminta Roham untuk menyanyikan sebuah lagu. Roham menyanyikan lagu yang telah ia ciptakan yang berjudul Au ma Roham (Bahasa Batak) yang bisa diterjemahkan Akulah Hatimu.Lagu ini berkisahkan seorang wanita yang tidak menyadari bahwa laki-laki yang selama ini selalu di sampingnya tulus mencitainya. Tapi dia lebih memilih laki-laki yang lain yang pada akhirnya mengkhianatinya.
Roham sengaja menciptakan lagu dan membuat judulnya demikian agar namanya ada dalam judul tersebut. Nama Roham sendiri berarti hatimu (bahasa Batak).
Suara Roham yang begitu merdu dengan kehalusannya membuat Inasaren semakin terpesona padanya.
***
“Ren, kamu tadi datangnya sama siapa?” Tanya Roham yang bermaksud untuk mengantarkan Inasaren pulang jika Inasaren datang bukan dengan kendaraan pribadi. “Tadi aku datang bersama keluarga Maria, soalnya aku lagi malas mengendari kendaraan pribadi.” Ketika mendengar jawaban dari Inasaren, dengan begitu bersemangat dan secepat kilat “aku antar kamu pulang ya Ren. Soalnya tadi aku datang sendirian saja.” Dengan senang hati Inasaren menerima tawaran dari Roham. Ternyata dalam hatinya, Inasaren sedang mengharapan Roham mengajaknya pulang bersama.
Malam semakin larut, satu demi satu pengunjung Dermaga Senja mulai beranjak pulang. Moge (motor gede) merah Roham menjadi semakin indah karena dihiasi oleh kedua insan yang telah menjadi penguasa malam di Dermaga Senja itu. Dinginnya sepoi membuat Inasaren menjadi berani tuk memeluk kencang tubuh Roham. Like in heaven, feeling high. Rasa seperti di surga. Sebuah kalimat dalam lagunya Shayne Ward yang berjudul No Promises kini sedang menjadi kenyataan hidup kedua sejoli ini.
Rasa cinta Inasaren semakin besar pada Roham dan ia selalu yakin di balik sikap cool-nya Roham, sebetulnya Roham pun menyukainya. Dia selalu menunggu ungkapan rasa cinta dari Roham padanya.
Setibanya di rumah Inasaren langsung membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur dan membayangkan ketampanan sang idolanya di malam ini. Bisikan hatinya bergemah kuat mengungkapkan, “Roham aku yakin dari setiap tatapanmu selalu terselip butiran-butiran cinta. Tapi mengapa kamu tidak mengatakannya. Aku selalu setia menunggumu Roham. Aku janji, aku kan setia menunggu.”
Sebuah pesan singkat dari Roham yang masuk di Messenger-nya membuat Inasaren semakin yakin bahwa Roham sungguh mencintainya. “Ren… terima kasih untuk malam ini ya. Malam ini merupakan kesempatan pertamaku untuk menghantar kamu pulang ke rumah. Ini yang perlu kamu tahu ya Ren, sedari SMA aku selalu bermimpi untuk mengantar kamu pulang. Tapi aku takut kamu menolaknya. Apa lagi ada Edo yang selalu setia mengantarkan kamu pulang.”
Rasa bahagia ditambah pilu mengoresi hati Inasaren dengan air mata yang bergelinang di kedua bola mata indahnya itu yang kini mulai mengalir dan membasahi pipinya, Inasaren membalas pesan dari Roham melalui pesan suara. Dengan suaranya yang berat sedikit terdengar tangis ia mengatakan, “Roham, mungkin itu yang tidak pernah kamu tahu bahwa aku selalu bermimpi untuk hal itu. Aku tuh udah suka sama kamu sejak pertama kali kita bertemu di SMA kita dulu. Maaf ya Roham aku harus mengatakan ini. Sejujurnya aku sangat malu tapi aku tidak sanggup lagi menahannya. Rasa cintaku padamu ini memang indah tapi juga menyakitkan kerena terus mengharapkan ungkapan darimu.”
“Ren… malam ini adalah malam terakhirku berada di sini. Besok aku akan kembali tuk menyelesaikan semester akhir kuliah Filsafatku. Setelah itu aku akan keluar negeri melanjutkan kuliah Teologi di sana. Maafkan aku ya Ren. Sebenarnya aku telah yakin bahwa kamu tahu kalau aku mencintai kamu sejak SMA dulu meskipun dalam sikap cuekku. Tapi aku pikir bahwa kamu tidak menyukaiku, pikirku mana mungkin orang secantik kamu suka padaku. Mungkin ini yang perlu kamu tahu Ren dan simpanlah ini menjadi milikmu. Ren, I love you. Tapi, Ren aku sadar cinta tak selamanya memiliki.”
Pesan yang dikirimkan oleh Roham tersebut sungguh menyakitkan hati Inasaren. Hingga tangisan histeris menemaninya. Betapa kebahagian yang tadinya dialami kini menjadi duka yang memiluhkan. “Iya Roham, memang cinta tak selamanya memiliki. Tapi aku masih setia tuk menunggunya, cinta kan datang kembali dan menghampiri tuk bersama.” Sepertinya Inasaren belum mengerti apa yang dimaksudkan oleh Roham tentang tujuan akhir dari studinya.
Malam hampir berlalu tapi Inasaren masih saja belum tidur ia masih setia tuk menunggu balasan pesan dari Roham. Hingga realitas memaksa tuk terlelap dalam mimpi. Namun Roham tidak pernah lagi membalas pesannya. Pagi-pagi ketika terbangun dari tidurnya Inasaren segera melihat ponselnya untuk memastikan pesan dari Roham, tapi sangat disayangkan masih saja belum ada balasan.
Kini Inasaren menjalani hari-hari dengan hati yang piluh dan selalu menunggu dengan setia kabar dari Roham. Ia yakin bahwa akan ada pesan balasan dari Roham sebab pesannya sudah terbaca oleh Roham.
***
Rintik-rintik yang tadinya kini menjadi hujan yang sangat deras ditambah dengan gemuruh guntur yang sambung menyambung serta kilat yang terus menyambar, alam kini turut berduka melihat kehancuran hati Inasaren yang terus menangis sembari memeluk sepucuk surat yang dikirimkan oleh Roham padanya lewat pos. Surat itu merupakan balasan dari pesan terakhir yang dikirimkan oleh Inasaren untuknya lewat WA di malam itu. Sebenarnya di malam yang sama itulah Roham menulis surat ini. Dia tidak ingin membalasnya lewat Messanger karena ia ingin bahwa balasannya dibaca oleh Inasaren ketika dia sudah pergi meninggalkan kampung halamannya.
“Maafkan aku Ren, karena sejak awal aku tidak memberitahukannya padamu. Ren, sebentar lagi aku akan menjadi seorang Pastor yang mungkin akan berkarya di luar negeri. Maafkan ya Ren. Itulah sebabnya ketika pertemuan di Dermaga Senja itu aku tak dapat membelai rambut dan mengelus pipi lembutmu itu, karena aku telah berkaul. Ren… aku titip rasaku itu ya Ren bawalah ke surga nanti… aku harap kamu merestui jalan hidupku ini Ren. Pintaku Ren, doakanlah aku selalu. Aku akan selalu mendoakanmu Ren”. “Sampaikan salamku untuk DERMAGA SENJA.”
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.