ClaretPath.com– Renungan Harian Katolik 28/03/2024 .
Bacaan dan Renungan
Bacaan Pertama Keluaran 12:1-8.11-14
Bacaan Injil: Yoh. 13:1-15
Guru Berhati Murid
Peristiwa kamis putih merupakan peristiwa perjamuan malam terakhir (the last supper) Para murid bersama sang Guru; yang merupakan penetapan Ekaristi; dan juga peristiwa pembasuhan kaki kedua belas Rasul oleh Yesus. Dalam bacaan suci hari ini, khususnya bacaan Injil memperlihatkan sikap Yesus yang memecahkan roti bersama para Murid, dan membasuh kaki para murid satu persatu, termasuk murid yang akan menkhianati-Nya. Tindakkan yang Yesus lakukan kepada para murid-Nya merupakan tindakkan simbolis bagaimana para murid harus menjadi pelayan.
Guru membasuh kaki murid
Kerendahan diri Yesus yang menganggap diri-Nya seorang hamba untuk membasuh kaki para murid hendak mempertegas dan memberi pengajaran tentang bagaimana seseorang yang berada pada posisi atas bukanlah pihak yang harus dilayani, melainkan sebaliknya ia yang harus melayani. Pelayan yang sesungguhnya merupakan Dia yang meninggalkan segala kenyamanannya kemudian berkotor tangan bersama para Murid bahkan dengan rendah hati melayani para murid. Guru yang berhati Murid. Melalui peristiwa ini akhirnya para murid menyadari bahwa menjadi seorang pelayan berarti menjadi yang terkecil untuk melayani semua orang tanpa memandang bulu.
Membasuh kaki simbol kerendahan hati
Selain itu, peristiwa yang terjadi dalam bacaan Injil ini memperjelas siapa yang akan menyerahkan-Nya. “engkau telah mengatakannya” demikian sabda Yesus ketika Yudas Iskariot sedang membela dirinya. Yudas adalah salah satu murid Yesus, yang kemudian menjual Yesus dengan harga tigapuluh keping perak; harga seorang budak atau hamba. Yudas agaknya telah dirasuki oleh Roh duniawi, ia melupakan segala sesuatu yang telah dilakukan Yesus terhadapnya bahkan ia lupa perannya hanya sebatas murid.
Setelah melihat narasi teks bacaan suci pada hari ini dan juga makna simbolis yang dibuat Yesus, kiranya ada beberapa point yang menjadi rujukan bagi kita untuk direfleksikan dan dijalani dalam kehidupan nyata ini. Pertama, melalui pembasuhan kaki, Yesus mau menujukan kepada kita sikap kerendahan hati. Tentang kerendahan hati, P. Claret menegaskan, “saya tahu bahwa untuk memiliki bejaikan-kebajikan yang saya butuhkan untuk menjadi misionaris Apostolik yang tulen, saya harus mulai dengan teladan kerendahan hati [Yesus]” [auto 341].
Claret dan kerendahan hati
Demikian Claret meneladani kerendahan hati Yesus, seperti yang dibuat-Nya pada hari ini. Maka, perlu kita sadari bahwa kerendahan hati sangat dibutuhkan dalam melayani. Motivasi kerendahan hati adalah untuk menjalani misi-Nya dan agar berkenan kepada Yesus. Sedangkan sifat-sifat kerendahan hati merupakan suatu penegetahuan prkatis tentang ketidakadaan pribadi dan suatu kegembiraan atas keadaan bahwa kita bergantung pada Allah. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan kita hendaknya tidak menyombongkan diri, tidak merasa penghinaan, sadar akan kehampaan diri, sadar bahwa tugas kita sebagai pelayan adalah melayani, bukan dilayani, serta berpihak pada yang lemah. Karena Yesus telah memilih memihak makanya mati di salibkan.
Kedua, Yesus mengajak kita akan pentingnya merayakan Ekaristi. Di sana kita akan melihat Yesus yang hadir dalam hosti Kudus dan sabda-Nya. Yesus tidak menginginkan persembahan yang hendak kita berikan pada-Nya. Ia menghendaki agar diri kitalah yang akan menjadi persembahannya; “korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur, hati yang patah dan remuk tidak akan kau pandang hina ya Allah” [bdk Mzm 51:19]. Ketiga, sikap Yudas.
Murid yang mencium guru-Nya
Dari Yudas kita belajar bahwa yang mencium dan memeluk belum tentu mencintai. Oleh karena itu, jika kita mengukur kerohanian seseorang hanya dengan aktivitas Gereja saja, Yudas itu setiap hari dengan Yesus namun ia mengkhianati-Nya. kita diajak untuk belajar dari Petrus, walaupun memberontak dan menyangkal Yesus, ia tetap setia sampai mati.
Maka, kita diajak untuk menumbuhkembangkan sikap kerendahan hati, mencintai Ekristi, belajarlah untuk setia pada Sang Guru dengan tidak merupiahkan segala sesuatu termasuk harga diri seseorang serta jadilah Gembala yang baik bagi domba-domba termasuk domba yang telah lama hilang. Dengan demikian kita akan mendapatkan ganjarannya di kehidupan kekal nanti. “Selamat merayakan hari raya kamis Putih”
#_ Renungan Harian Katolik 28/03/2024
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus