Hari Raya Natal
Bacaan I: Yes. 62: 11-12
Bacaan II: Tit. 3:4-7
Bacaan Injil: Luk. 2:15-20
Penaclaret.com – Tak bisa dibayangkan bagaimana sukacita umat kristiani hari ini. Natal yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Kue Natal, kandang natal, dan baju natal yang menjadi instrumen khas natal sepertinya sudah dinikmati. Silaturahmi sesama umat semakin erat. Keluarga besar berangsur-angsur berkumpul. Biasanya gereja-gereja juga ramai tak terkendali. Itu seakan mengisyaratkan kepada dunia bahwa inilah umat kristiani saat perayaan natal tiba. Paguyubannya sangat besar. Selain itu, masing-masing orang mengucapkan selamat Hari Raya Natal pada kerabat di dunia nyata dan maya. Singkatnya natal adalah perayaan besar dan favorit umat Nasrani.
Di tengah akrabnya suasana keluarga dan nikmatnya kue natal, seperti biasa kita juga disajikan menu sabda harian yang menarik. Hari ini penginjil Lukas menarasikan kisah kelahiran Yesus. Dalam narasi kelahiran ini ada sosok lain yang muncul, para gembala. Mereka menyaksikan penampakan malaikat lantas menerima tugas untuk menjumpai Juru selamat yang terbaring di dalam palungan.
Pada dasarnya para gembala adalah entitas kaum kecil. Pekerjaan mereka sehari-hari tidak lebih dari menuntun kawanan domba atau binatang lainnya ke padang rumput. Munculnya pribadi-pribadi ini dalam narasi kelahiran Yesus mencuatkan rentetan pertanyaan. Sumbangsih apa yang mereka getolkan? Bukankah gembala pada saat itu dihitung sebagai kelas menengah ke bawah dalam hierarki kasta Israel? Apakah bisa dipercaya gembala-gembala yang setiap hari di padang rumput tiba-tiba berbicara soal juru selamat? Ini sangat mustahil kalau disorot dari kacamata Israel saat itu.
Sahabat pena Claret yang terkasih, kalau kita menyusup jauh ke narasi injil, kita mungkin boleh menarik kesimpulan bahwa keselamatan itu dimulai dari kaum kecil. Misalkan begini, Yesus pertama-tama lahir ke dunia bukan pada tempat terhormat, di rumah sakit, di rumah atau tempat layak lainnya. Yesus lahir di tempat yang cukup hina dan memperihatinkan. Justru yang dekat dengan Yesus pada saat itu adalah para gembala. Kehadiran mereka menunjukkan keselamatan tidak jauh dari kaum kecil.
Dari pribadi para gembala ini, kita diajak untuk meniru satu hal penting yaitu sukacita menjumpai dan menyambut penyelamat yang lahir. Sekali mendengar kabar adanya kelahiran Jurus Selamat, mereka bergegas untuk menjumpai-Nya. Bagaimana dengan kita yang sudah berulang-ulang menerima kabar kelahiran Yesus Kristus lewat kitab suci? Bisakah kita bersukacita menjumpai Yesus di palungan kandang natal gereja-gereja terdekat. Apakah kita sudah merapat dan melihat Yesus yang tertidur itu? Semoga saja sudah. Jangan sampai kita hanya berdiam di rumah saja dan menanti waktu berlalunya natal. Kalau dibiarkan terus seperti itu, bukan tidak mungkin kata natal akan menghilang dari kamus iman kita sebagi umat Kristen. Lebih parah lagi kalau rahmat keselamatan yang dimiliki para gembala tidak kita miliki sedikit pun.
Tuhan memberkati.
Misionaris Claretian yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.