Penyuluh Katolik sebagai Pewarta Kabar Gembira

Penyuluh

ClaretPath.comSoe, TTS. Hari senin itu membosankan, kata sebagian orang. Namun, hal ini tidak berlaku bagi para penyuluh Katolik (Non) PNS di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS). Pada hari itu (Senin, 26/02/2024), mereka datang dari tempat pastoral masing-masing, berjumpa ria di Aula Haumeni Kantor Kementerian Agama Kabupaten TTS, untuk belajar menjadi pewarta Kabar Gembira.

Sungguh, harapan para penyuluh terpenuhi. Dua narasumber dalam kegiatan ini menawarkan hal menarik yang mampu membentuk mereka menjadi pewarta Kabar Gembira sejati. Mereka adalah drh. Luciana Matilda Wio, Ketua Pemuda Katolik Komisariat Cabang TTS, dan P. Metodius Manek, CMF, Misionaris Claretian berkarya di Komunitas Pra Novisiat Claret (PNC) Kupang.

Dalam pembinaan ini, drh. Luciana Matilda Wio berbicara tentang Peran Kaum Awam dalam Karya Pastoral Gereja. Ia mendorong agar kaum awam terlibat secara sungguh dalam berpastoral.

Tentu saja keterlibatan tersebut hanya terwujud apabila para penyuluh sungguh berakar di dalam Sabda Allah. P. Metodius Manek, CMF menegaskan, seorang penyuluh Katolik harus menjadi pewarta Kabar Gembira. Itu berarti mereka harus akrab dengan Kabar Gembira tersebut, yakni Tuhan Yesus. Dialah Kabar Gembira, Injil yang seharusnya mereka wartakan.

Baca juga :  Berita Gembira dari Pojok: Opening Ceremony

Selalu Membawa Tuhan Yesus seperti Bunda Maria

Pater Todi, begitulah sapaan harian P. Metodius Manek, CMF, mengajak para penyuluh untuk mencontohi figur Bunda Maria. Berkaca pada teks Injil Lukas 1:39-45, Pater Todi menegaskan, agar mampu menjadi seorang pewarta Kabar Gembira, seorang penyuluh harus selalu membawa Tuhan Yesus seperti Bunda Maria.

Dalam teks tersebut, narasinya mengisahkan Bunda Maria dari Nazaret mengunjungi Elisabet di Yehuda. Ketika Bunda Maria memasuki rumahnya, dia memberi salam. Saat Elisabet mendengar salam dari Maria, anak di dalam rahimnya, yaitu Yohanes Pembaptis, melonjak kegirangan.

Pater Todi menggarisbawahi bahwa seorang penyuluh Katolik haruslah membawa sukacita dan kegembiraan seperti Bunda Maria. Kehadiran mereka ketika berpastoral seharusnya membuat orang melonjak kegirangan. Bukan sebaliknya, kahadiran mereka membawa kejenuhan dan hilangnya gairah hidup umat yang mereka layani.

Gambar: Ilustrasi Bunda Maria sebagai Model Hidup bagi Para Penyuluh Katolik

Itu berarti seorang penyuluh tidak boleh berpastoral jika ia tidak terlebih dahulu mengenal dan mengalami kekuatan Sabda Allah, yakni pribadi Yesus Kristus. Sebelum berpastoral, penyuluh harus terlebih dahulu datang dan tinggal bersama-Nya (lih. Yoh 1:39, 47), agar sebelum mewartakan ia memahami dengan sungguh realitas ilahi dan konteks realitas kehidupan masyarakat sasarannya (bdk. Pesan Paus Fransiskus untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia Ke-55, 2021).

Baca juga :  Doa: Sarana yang Menghasilkan Buah

Hanya dengan mengenal dan mengalami Sang Sabda, seorang penyuluh mampu membawa kabar sukacita bagi masyarakat sasaran pelayanannya. Oleh karena itu, seorang penyuluh harus memberikan waktu untuk mempersiapkan diri secara sungguh-sungguh sebelum terjun ke tempat pastoral.

Membaca Pikiran Allah dengan Metode Lectio Divina

Salah satu metode untuk “datang dan tinggal bersama” Sang Sabda adalah Lectio Divina. Metode ini merupakan cara membaca Kitab Suci secara meditatif yang menjadi rekomendasi para Uskup Katolik sedunia ketika kita mau mendalami Sabda Allah (lih. Pope Benedict XVI, Verbum Domini, Post-Synodal Apostolic Exhortation, Rome, 30 September 2010).

Dalam pembinaan ini, Pater Todi menuntun para penyuluh Katolik di Kabupaten TTS untuk mempersiapkan diri menjadi pewarta Kabar Gembira dengan latihan Lectio Divina. Para penyuluh menyambut dengan sangat bersukacita.

Gambar: Ilustrasi Proses Lectio Divina oleh Pater Todi Manek, CMF

Waktu empat jam terasa sangat singkat. Hal ini tentunya tidak terlepas dari dinamika selama proses pembinaan yang menarik. Pater Todi tidak sendirian memberikan pembinaan tersebut. Ia bersama Sdri. Elisabeth Nggesu dan Sdra. Yohanes Baptista Righi. Keduanya memiliki sapaan Kakak Echa dan Frater Yopi.

Baca juga :  Adakah yang lebih indah dari kenyataan bahwa Tuhan mengasihimu setiap hari?

Kakak Echa dan Frater Yopi menganimasi para penyuluh dengan games yang mampu menghidupkan suasana. Dengan kelihaiannya masing-masing, mereka berdua berkolaborasi memberi roh bagi keseluruhan proses pembinaan bersama Pater Todi.

Memang benar kata orang, proses tidak pernah mengkhianati hasil. Berkat kolaborasi semua pihak, baik para pegawai di Kantor Kementerian Agama Kabupaten TTS maupun Kakak Echa dan Frater Yopi serta para penyuluh sebagai peserta, kegiatan pembinaan tersebut berlangsung dengan sangat mendalam, kreatif dan penuh sukacita.

Wajah para penyuluh sumringah. Mereka pulang ke tempat pastoral mereka dengan bersukacita. Para penyuluh tidak hanya menjadi pewarta yang membawa Kabar Gembira, tetapi juga sekaligus pribadi mereka menjadi Kabar Gembira.

Harapannya, mereka menjadi seperti Bunda Maria, selalu membawa Tuhan Yesus ke mana saja mereka berpastoral. Dengan demikian, semua orang yang mereka layani akan melonjak kegirangan seperti Yohanes Pembaptis di dalam rahim Elisabet.

Baca juga berita terkait di media-media online berikut:

Penulis: Todi Manek, CMFEditor: Admin