Kamis, 17 Maret 2021 Pekan Prapaska II
Pfak St. Patrisius, Usk (P).
Bacaan I : Yer. 17:5-10
Bacaan Injil : Luk. 16:19-31
Penaclaret.com – Lazarus, “Allah Adalah Penolongku”
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan nama sangat identik dengan kepribadian seseorang. Lewat nama, seorang pribadi dikenal, diingat, dan dikenang. Sama seperti Gajah mati meninggalkan gading dan manusia mati meninggalkan nama dan kesaksian hidupnya. Lewat nama, kita bisa menggali dan memahami karakter, sifat dan kepribadian seseorang. Nama tidak serta merta diberikan; karena itu memiliki maknanya tersendiri bagi pribadi itu dan bagaimana ia membangun relasi dengan orang lain. Sulit dibayangkan jika seseorang dalam lingkungan hidup bersama tidak memiliki nama.
Bacaan injil hari ini yang diambil dari Luk. 16:19-31 berbicara tentang orang Kaya dan Lazarus yang miskin. Dalam bacaan Injil dideskripsikan secara jelas bahwaorang kaya tidak memiliki nama sedangkan orang miskin diberikan nama, yaitu Lazarus. Lazarus sendiri berarti “Allah adalah penolongku”. Nama ini menggambarkan karakter, sifat dan kepribadian Lazarus dalam menjalani hidupnya. Lazarus percaya kepada Allah, seperti namanya, walaupun hanya memakai pakaian kotor, robek, penuh borok dan hidup sebagai pengemis bahkan tinggal di antara anjing-anjing yang mencari sisa makanan yang jatuh dari meja orang kaya. Sedangkan, orang kaya yang tidak diberikan nama, dalam keseharian hidupnya ia hanya mengandalkan kekayaannya; berpakaian mahal, berpesta pora dan menjalani kehidupan yang mewah.
Sepanjang perikop ini, Lazarus digambarkan sebagai pribadi yang tidak bersuara. Dia diberi identitas namun tidak berbicara sepatah kata pun. Sebagai orang yang tidak menuntut, dia bergantung pada orang lain. Kita tidak pernah tahu sudah berapa lama dia berada di pintu orang kaya itu dan bagaimana ia tiba disana, apakah oleh keinginannya sendiri atau ditinggalkan di sana oleh orang lain. Sementara itu, orang kaya memiliki kesempatan untuk berbicara namun tidak diberi identitas. Identitas dirinya tergantung pada apa yang melekat pada diri.
Pertanyaannya bagi kita adalah bagaimana reaksi kita terhadap kehidupan si kaya yang bergelimang harta dan si miskin yang hidup dalam kelaparan dan kesusahan? Apakah dalam hidup kita cenderung seperti orang kaya yang menutup mata hatinya untuk melihat Lazarus dipintu gerbang rumahnya? Ataukah kita seperti Lazarus yang tetap percaya kepada Allah Penolongnya dibalik penderitaan yang harus dijalani? Kita semua memiliki sifat, karakter dan reaksi yang berbeda-beda.
Bacaan suci pada hari ini setidaknya memberikan beberapa tuntutan untuk kita. Pertama, kita perlu bersikap altruistis dalam hidup bersama sebagai saudara dan siap serta rela berbagi sumber daya kita, termasuk kekayaan, kesehatan, waktu, dan bakat kita untuk kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Satu-satunya hal negatif dari si kaya adalah bahwa ia mengabaikan Lazarus yang miskin dan menikmati hidup dalam kemewahan.
Kedua,kita belajar dari sikap Lazarus. Dia digambarkan sebagai seorang pria tanpa harapan hidup dan penuh penderitaan. Dia tidak mengeluh tetapi tetap sabar dan mengandalkan Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan akan menolongnya dan tidak akan membiarkan dirinya sendiri. Malaikat Tuhan menjaganya selama penderitaannya dan membawanya ke pangkuan Abraham segera setelah hidupnya di bumi. Terlepas dari betapa tidak penting atau tak berdayanya kita di dunia ini, yakinlah bahwa kita selalu berada di bawah pandangan mata Allah dan penjagaan malaikat-malaikat-Nya.
Akhir kata, hendaklah kita memiliki hati yang bela rasa dan berusaha untuk menjadi saudara bagi setiap orang di sekitar kita yang sedang berjuang ditengah kesulitan hidup, bagi mereka yang miskin, dianiaya, disingkirkan, dan diabaikan dalam kehidupan bersama. Dengan demikian, mereka pun boleh merasakan kenyamanan, cinta, dan perhatian dari Tuhan melalui kita. Kiranya Tuhan membantu kita.
Misionaris Claretian yang sedang menempuh pendidikan Filsafat di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.