Negara a la Plato

By Fr. Jery Mamput, CMF

Negara a la Plato
Picture by toddtarantino.com

ClaretPath.comNegara a la Plato

Pendahuluan

            Dalam bukunya, Republic, Plato menggambarkan suatu negara dipimpin oleh para ahli filsafat. Ia mengatakan bahwa asal mula negara itu berasal dari kebutuhan dan keinginan manusia. Hal ini Nampak dalam ajaran etikanya, tujuan negara sinkron dengan kebutuhan manusia dalam mencapai kesenangan dan kebahagiaan.[1] Bicara mengenai negara selalu terarah pada masalah aktual yang selalu dihadapkan pada golongan pemerintahan dan masyarakat.

            Persoalan semacan ini memang bukan lagi suatu hal yang lazim bagi masyarakat luas. Bahkan ini merupakan bagian dari eksistensi negara yang selalu ingin menjadi wasit di antara pemerintah dan rakyat. Mendengar pembicaraan seperti ini, mungkin suatu pemahaman kita selalu terarah bagaimana mencari sebuah jalan titik temu. Tawaran yang menari bahwa paham moralitas antara pemerintahan dan rakyat harus disatukan oleh negara. Plato sendiri mengatakan “apabila manusia baik negara pun baik dan apabila negara itu baik manusia pun baik; sebaliknya, apabila manusia buruk negara juga buruk. Negara adalah pencerminan manusia yang menjadi warganya.[2]

Berbagai Bentuk Negara dan Bentuk Terbaik

            Secara leksikal negara memiliki arti, pertama, organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyat, kedua, kelompok sosial yang memiliki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasikan di bawah lembaga politik dan pemerintahan yang efektif, mempunyai kesatuan politik, sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya.[3]

Bentuk Negara menurut Plato:

  1. Aristrokasi: penguasa pemerintahan dari kalangan cendekiawan atau para Budiman yang memerintah dengan bijaksana berpedoman pada keadilan
  2. Timokrasi: pemerintahan dijalankan orang-orang yang bertujuan mencapai kemasyhuran dan kehormatan, bukan untuk menciptakan keadilan
  3. Oligarki: tampuk pemerintahan dipegang oleh golongan hartawan dan tujuan mereka hanya ingin memperkaya diri.
  4. Demokrasi: pemerintahan berada ditangan rakyat biasa, di mana kebebasan sangat diutamakan
  5. Tirani: tindakan pemerintahan yang menindas bahkan menelan rakyatnya, sehingga posisinya sangat aman, dan sewenang-wenang. Tirani muncul karena kemerosotan demokrasi.[4]
Baca juga :  Homo Deva: Pemenang dan Peraih Masa Depan

Negara yang Baik

             Bagi Plato negara yang baik itu seperti Utopia. Dalam KBBI utopia merupakan sistem politik yang sempurna yang hanya di khayalan yang sulit diwujudkan dalam menjaga kenyataan. Hal ini nampaknya kita Bisa temukan dalam negara yang dipelopori oleh Plato sendiri, Aristokrasi. Baginya aristrokasi ini memiliki nilai-nilai muatan etis yang tentu memiliki suatu titik relevan dengan realitas manusia. [5]

Para Pemimpin

            Plato selalu mengidealkan bahwa pemimpin itu harus memiliki ideal yang tinggi. Ini adalah suatu pemahaman Plato yang mana ia berikan input bahwa filsuflah yang cocok memimpin sebuah negara. Mengapa ia memilih filsuf? Baginya filsuflah yang bisa mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam suatu negara. Bahkan Plato menggambarkan aristrokasi ini dilengsiri oleh para filsuf. Setelah terpilih dari golongan filsuf, menurut Plato, sang penguasa yang memimpin negara harus melakukan beberapa tindakan politik. Di antaranya: pertama, penghapusan kepemilikan privat bagi dirinya, tidak boleh memiliki kekayaan, supaya tidak terjadi konflik kepentingan. Kedua, rumah sang penguasa dibuat oleh  rakyat,  serta  mudah  diakses  dengan  mudah,  sehingga  setiap orang  bisa  datang kapan pun  melakukan  konsultasi.  Ketiga,  kebutuhan  penguasa  berserta  pejabatnya disediakan  (gaji)  oleh  rakyat,  supaya  terjadi  kontrak  politik,  sehingga  penguasa  bisa dituntut bila mengabaikan aspirasi warga negaranya.[6]

Berbagai Kelompok Negara dan Peran Dalam Hidup Bernegara

            Menurut Plato, negara adalah sebuah entitas yang besar yang terdiri dari berbagai jenis warga negara yang berbeda-beda. Ada tiga jenis warga negara yang dibedakan oleh Plato, yaitu pekerja, prajurit, dan filsuf.

  1. Pekerja: Menurut Plato, pekerja adalah warga negara yang paling banyak jumlahnya. Mereka bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan makanan, sandang, dan papan bagi masyarakat. Peran mereka adalah sebagai produsen barang dan jasa yang dibutuhkan dalam masyarakat.
  2. Prajurit: Prajurit adalah warga negara yang bertanggung jawab untuk melindungi negara dari ancaman baik dari dalam maupun luar negeri. Mereka harus memiliki keterampilan militer dan disiplin yang baik untuk menjalankan tugasnya sebagai pelindung negara.
  3. Filsuf: Filsuf adalah warga negara yang terpelajar dan memiliki kebijaksanaan untuk memimpin negara. Mereka adalah pemimpin yang ideal menurut Plato dan bertanggung jawab untuk mengembangkan kebijakan dan strategi untuk kemakmuran negara.
Baca juga :  Adakah yang Bukan Engkau? || Puisi

Plato juga berpendapat bahwa setiap warga negara harus menjalankan tugasnya dengan sepenuh hati. Tugas-tugas ini mencakup kewajiban membayar pajak, berpartisipasi dalam kegiatan politik, dan menghormati hukum dan keputusan pemerintah. Plato percaya bahwa jika setiap warga negara menjalankan tugasnya dengan benar, maka negara akan sejahtera dan damai.

Dalam pandangan Plato, peran warga negara dalam hidup bernegara sangat penting. Setiap warga negara harus bertanggung jawab untuk menjaga keharmonisan masyarakat dan melindungi kepentingan negara. Sebagai individu, setiap warga negara harus memikirkan kepentingan bersama dan tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi.[7]

Kesimpulan

            Kesimpulan yang diambil dari negara menurut Plato adalah bahwa negara yang ideal harus dipimpin oleh filosof. Menurutnya, hanya filosof yang mampu memahami esensi kebenaran, kebaikan, dan keindahan yang membuat sebuah negara ideal. Selain itu, Plato juga menekankan pentingnya merumuskan hukum yang adil untuk memastikan keberlangsungan negara yang harmonis dan sejahtera.

Plato juga berpandangan bahwa pendidikan yang tepat sangat krusial dalam menciptakan negara yang ideal. Dia percaya bahwa pendidikan harus dimulai sejak dini dan memberikan porsi yang sama kepada semua anak tanpa terkecuali. Pendekatan pendidikan yang benar harus mengeksplorasi potensi tiap individu dan membimbing mereka menuju kebenaran dan kebaikan. Hanya dengan pendidikan yang tepat, Plato meyakini bahwa manusia dapat terbebas dari keserakahan, kesombongan, dan ketamakan.

Baca juga :  Cara Menggenapi Hukum Allah

Kesimpulan lain yang dapat diambil dari teori negara Plato adalah pentingnya kesetiaan dan ketaatan terhadap negara. Plato menganggap bahwa negara seharusnya diperlakukan seperti sebuah keluarga dengan individu yang berkontribusi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing. Sebuah negara ideal hanya dapat dicapai apabila individu-individu di dalamnya berusaha untuk memperjuangkan kepentingan bersama dan tidak terjebak dalam keserakahan, persaingan, dan individualisme. Dalam pandangan Plato, hanya dengan menjadi bagian dari sebuah masyarakat yang baik dan setia terhadap negaranya individu dapat meraih kebahagiaan yang sejati.

Daftar Pustaka

Hakim, Abdul., Negara Dalam Prespektif Plato, file:///C:/Users/ACER/Downloads/NEGARA_DALAM_PERSPEKTIF_PLATO.pdf, dakses, 1 mei 2023, 21:11 pm WIB

Rapar, J.H., (1991), Filsafat Politik Plato, Jakarta, CV. Rajawali.

Penyusun, Tim., (1989) Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

Sanjaya, Martin., (2016), Sejarah Pemikiran Politik Klasik Dari Prasejarah Hingga Abad Ke-4 Masehi, Tanggerang: marjin kiri.

Abad Ke-4 M. (Tangerang : Marjin Kiri).

 Reeve, C. D. C, (Ed.) (1998). Plato’s Republic: A Reader’s Guide. Cambridge University Press,


[1] Abdul Hakim, Negara dalam Prespektif Plato, file:///C:/Users/ACER/Downloads/NEGARA_DALAM_PERSPEKTIF_PLATO.pdf, dakses, 1 mei 2023, 21:11 pm WIB

[2] J.H. Rapar, Filsafat Politik Plato, (Jakarta, CV. Rajawali, 1991), hal. 1

[3] Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hal. 610

[4] Rapar, Filsafat Politik Plato, hal. 67-72

[5] Abdul Hakim, Negara Dalam Prespektif Plato, hal. 73

[6]Martin Sanjaya, Sejarah Pemikiran Politik Klasik Dari Prasejarah Hingga Abad Ke-4 Masehi, (Tanggerang: marjin kiri, 2016), hal. 12

Abad Ke-4 M. (Tangerang : Marjin Kiri).

[7]  C. D. C. Reeve, (Ed.). Plato’s Republic: A Reader’s Guide.( Cambridge University Press, 1998). Hal. 272