Misteri Padang Gurun

By Fr. Januario Sergio Viera Demelo Maia

Ibu Pertiwi
Picture By. ClaretPath.com

ClaretPath.com – Misteri Padang Gurun

Di kala fajar mulai menyingsing, tubuh saya menjelma manusia baru, hanya ada bapa dan mama berdiri di tengah-tengah saya. Lalu kebahagiaan menjelma menjadi kristal bertanda seorang laki-laki mungil akan hadir di dunia ini. tepat pada  tanggal 18 januari 2002 yang silam, saya dilahirkan di sebuah perkampungan yang kira-kira tempatnya terletak di daerah pantai yang gersang dan tandus. Tempat itu Atapupu. Sungguh sebuah kehidupan awal yang sangat dinanti-nantikan oleh kedua orang

Bukan tidak mungkin bahwa semua cinta dan perjuangan dari kedua orang tua saya akan   dikabulkan oleh Tuhan, kendatinya saya boleh dilahirkan dalam keadaan selamat. Walaupun demikian, kelahiran saya tidak terbilang baik karena pada saat dilahirkan saya mengalami sebuah pergulatan yang luar biasa sebagai seorang bayi kecil, di mana saya mengalami sakit fisik antara lain sesak nafas, yang membuat saya hampir kehilangan harapan untuk bertahan hidup. Kondisi tersebut membuat dokter dengan cepat mengambil Tindakan atau penanganan medis, yakni dengan memasang Oksigen, karena bila terlambat  saya bisa meninggal dunia. Sungguh sebuah situasi padang gurun yang sangat tidak diharapkan oleh kedua orang tua dan saudara-saudari saya. Namun apa boleh buat, itu adalah bagian dari rencana Tuhan yang tak mampu dipahami oleh ratio manusia, dan tentu hanya boleh berserah kepada Tuhan sebagai sang pencipta.

Cinta dan perjuangan tidak selamanya sekali langsung berbuah baik, tapi butuh berulang kali, dan itulah yang dilakukan oleh kedua orang tua saya. Tuhan pun menjama diri saya dengan kasih yang begitu besar sehingga saya bisa disembuhkan, walaupun secara ilmu kedokteran saya belum dinyatakan sembuh total, dan butuh diobati terus sampai saya benar-benar sembuh. Namun bagi saya, yang waktu itu adalah bayi kecil, belum tahu dan mengenal apa-apa selain Tuhan yang menetap dan tetap ada di hati saya. Saya benar-benar merasakan sebuah mujizat yang luar biasa dengan menghembuskan nafas secara lebih baik dari sebelumnya. Kasih Tuhan yang menyelamatkan saya itu, membantu saya untuk terus bertumbuh dari hari ke hari sebagai seorang anak lelaki yang pemalu. Sehingga tidak mengherankan bahwa di antara saya dan ketiga saudara saya, saya-lah yang paling tidak dikenali oleh banyak orang bahkan keluarga pun hampir tidak mengenal saya. Kebaikan Tuhan terhadap diri saya sungguh amat luar biasa dan mampu saya alami serta saya rasakan sehingga dari waktu ke waktu, saya terus mengalami pertumbuha dan perkembangan. Bertolak dari kisah pilu yang saya alami waktu masa kecil, dan oleh karena kebaikan Tuhan yang terbilang luar biasa itu, akhirnya menjadi fondasi awal bagi saya dalam membangun benih-benih panggilan sebagai seorang calon imam.

Baca juga :  Anak Kecil: Model Kepemimpinan

Pada usia kira-kira 12 tahun saya pun memasuki jenjang pendidikan di bangku sekolah pertama, banyak cerita dan kisah menarik yang saya lukis bersama dengan teman-teman waktu itu. Selama tiga tahun berada di bangku sekolah pertama, akhirnya saya pun berhasil menamatkan diri. Setelah tamat saya pun dengan penuh percaya diri bertanya kepada orang tua saya, “mama, bapa, kira-kira saya mau masuk SMA mana?” sontak bapa balik bertanya kembali kepada saya, “Ano mau masuk SMA mana?” lalu saya katakan “saya mau masuk STM Nenuk saja!” karena mendengar perkataan saya itu, mama saya pun langsung dengan spontan bilang “pergi sekolah di Kupang saja!” Setelah mendengar usulan dari mama saya itu, saya pun mulai bimbang “entah sekolah mana yang baik untuk saya?”.

Tanpa pikir panjang saya langsung mengambil keputusan yang tidak saya pikirkan sebelumnya. Saya katakana kepada kedua orang tua, “ ahh masih pikir lama-lama biar saya masuk Seminari Lalian sudah.” Orang tua saya pun setuju. Kata-kata yang saya lontarkan tadi yang menjadi cikal-bakal berikutnya untuk bisa mengenyam pendidikan sebagai calon imam setelah kisah pilu masa kecil yang saya alami. Itulah rencana Tuhan terhadap diri saya yang rapuh ini.   

Pada tanggal 24 juli 2016 yang silam, saya dengan hati yang gembira bercampur kesedihan, menginjakkan kaki di lembaga pendidikan calon imam Seminari Lalian, dan resmi pula disebut sebagai calon imam. Pada waktu itu, saya merasakan suatu nuansa yang sangat berbeda, kendati saya yang sekarang bukanlah yang dulu. Hari kian berganti, saya pun terus menjalani panggilan Tuhan dengan suka maupun duka. Dimulai dari kelas persiapan kemudian beranjak naik ke kelas satu hingga ke kelas dua dan ahirnya sampai pada kelas tiga. Di Seminari saya mengalami sebuah transformasi diri yang sungguh amat luar biasa dalam kepribadian saya. Saya yang dulu nakal, pembangkang, dan merupakan salah satu murid yang daya inteleknya sangat lemah dan seringkali tidak dianggap oleh orang lain, bahkan jarang untuk dipercayakan dalam melakukan segala sesuatu yang bersifat formal dan ilmiah.

Kini saya secara pribadi mengalami semua perubahan itu. Sungguh sebuah proses transisi dari yang buruk menuju ke yang baik. Saya merasa sangat berarti dalam hidup ini baik terhadap diri saya sendiri, maupun untuk orang lain. Seminari menjadi titik awal saya menuju perubahan yang baik dan bermartabat. Seminari juga menjadi tempat yang mungkin tidak akan bisa saya lupakan dalam perjalanan hidup saya, karena banyak cerita yang tidak pernah saya dapatkan sebelumnya. Seminari mengajarkan saya untuk menjadi pribadi yang selalu taat dan beriman kepada Tuhan. Seminari mengajarkan kepada saya agar tahu menghargai dan menghormati orang lain. Seminari juga mengajarkan saya untuk berani melakukan segala sesuatu yang bersifat positif tanpa harus merasa malu. Empat tahun merupakan momen yang romantis dalam merajut kedekatan dengan teman-teman seperjuangan, adik-adik kelas, dan kakak-kakak kelas, walaupun terkadang di Seminari banyak hal “skandal” yang saya lakukan, namun tidak berarti menjadi penghalang bagi saya untuk terus berjuang menjadi seorang Imam.

Baca juga :  Maria: Guru Pengharapan dan Kesetiaan

Setelah menyelesaikan pendidikan di Seminari lalian, saya sempat berpikir untuk tidak melanjutkan panggilan saya ini lagi. Namun apa boleh buat takdir dan panggilan Tuhan sungguh amat kuat terhadap diri saya, bahwasannya ketika saya berpikir untuk berhenti, Tuhan memberi jalan atau cara lain untuk saya bertahan. Saya percaya bahwa itu adalah daya kerja Roh Kudus yang telah membuka mata dan hati saya. Pada saat yang sama, saya sadar bahwa Tuhan menginginkan saya menjadi pewarta kabar gembira kerajaan-Nya, kepada umat manusia. Saya juga percaya dan yakin pula bahwa selain keinginan Tuhan untuk menjadikan saya pewarta kabar gembira kerajaan-Nya itu, Ia pun ingin menguduskan segenap roh, jiwa, dan raga saya agar kelak mampu mengambil bagian dalam kerajaan-Nya di Surga abadi.

Keyakinan saya terhadap rencana Tuhan itulah, yang akhirnya membuat saya sadar, bahwa kalau bukan karena kasih Tuhan mungkin saya tidak akan hidup di dunia ini, sebab saya yang semula lahir dengan keadaan sakit berat dan bahkan hampir meninggal, semuanya berubah menjadi sukacita yang amat luar biasa dikala Tuhan menyelamatkan saya oleh cinta dan kuasa-Nya. Sungguh sesuatu yang tidak dapat dipungkiri bahwa rencana Tuhan untuk hidup saya begitu besar. Mujizat Tuhan telah saya rasakan dan saya alami dalam perjalanan hidup saya kurang lebih 21 tahun. Dengan hati yang gembira, saya pun harus berusaha masuk ke dalam ruang batin saya dan merasakan secara nyata bahwa di dalam Tuhan-lah saya hidup, dan di dalam Tuhan pula saya bergerak menuju hidup yang abadi. Sekarang saya adalah anak Allah yang siap diutus untuk menguduskan, mewartakan, dan memimpin umat-Nya menuju kerajaan-Nya sendiri, layaknya Yesus yang siap menjadi utusan Bapa untuk menjadi kurban persembahan bagi saya dan semua Manusia yang berdosa ini. Tatkala pikiran dan hati saya yang berbalik tiga ratus enam puluh derajat itu, maka saya pun akhirnya memutuskan untuk melanjutkan panggilan ini, dengan mengenyam pendidikan di tahun orientasi rohani Lo’o Damian Atambua sebagai seorang Frater.     

Baca juga :  Bukan Sesuka Hati

Sepuluh bulan lamanya saya menjalani panggilan di tahun orientasi rohani dan akhirnya berhasil lolos. Kini saya telah memasuki tahapan yang lebih tinggi dan berat dalam konteks seorang calon imam. Namun saya sungguh amat yakin dan percaya bahwa semua ada jalannya, dan apa yang saya lakukan ini merupakan suatu sikap dan tindakan untuk menjadi laskar Kristus. Lebih dari pada itu, semuanya ini adalah bukti iman yang taat walaupun tidak sempurna adanya. Melalui iman yang setialah saya percaya, bahwa kelak saya akan memperoleh keuntungan dari Tuhan. Tanpa disadari juga, sebenarnya saya dilahirkan di dunia ini dengan satu tujuan, yakni untuk memuji dan meluhurkan nama Tuhan yang mahakuasa.

Saya adalah seorang pengikut kristus yang berarti siap setiap saat, untuk selalu memuji dan meluhurkan nama Tuhan dihadapan semua orang dengan cara, mencintai, melayani, dan menolong sesama yang membutuhkan. Sebab hanya itulah yang dikehendaki oleh Tuhan terhadap diri saya, sehingga saya  akan merasa sangat bermakna dalam menjalani hidup ini. Bertolak dari semuanya itu, saya mau katakan bahwa, saya sendiri selama ini tidak pernah mau menyadari, untuk apa saya hidup di dunia ini? dan untuk apa saya beriman kepada Tuhan? saya hanya lebih memikirkan hal-hal duniawi yang bersifat sementara ini, dari pada hal-hal surgawi yang sebenarnya mampu menghantar saya kepada kehidupan yang layak dihadapan Tuhan yakni hidup kekal itu sendiri.

Melalui firman Tuhan yang tertera dalam 1 Tesalonika 5:23 dan Kisah para rasul 17:28 sesungguhnya mau mengajarkan sekaligus menegaskan kepada saya arti dari hidup yang sebenarnya, yakni hidup ini adalah suatu proses panjang dan sebuah misteri yang tidak bisa diungkapkan saat itu juga. Maka dari itu, semua hidup dan pikiran saya harus terpusat dan berpuncak pada Tuhan semata. Sebab hanya kepada Tuhan-lah saya akan hidup dengan damai dan kepada Tuhan-lah saya akan melangkah menuju hidup yang kekal. Dengan demikian saya percaya dengan amat sungguh, bahwa kelak saya akan dikuduskan, dan segenap roh, jiwa, dan tubuh saya  akan terpelihara dengan baik pada hari kedatangan Tuhan, dan saya pun akan bersama dengan para kudus menikmati indahnya Surga. Tuhan yang memanggil saya adalah Tuhan yang setia pada setiap janji-Nya.