ClaretPath.com – Mencintai Mereka yang Tidak Memiliki Cinta
- Bacaan Pertama: Efesus 2:19-22
- Bacaan Injil: Lukas 6:12-19
Saudara dan saudari terkasih, kita menemukan nada profetis dari Paulus kepada jemaat di Efesus dalam bacaan pertama. Paulus menjelaskan bahwa tidak ada pembedaan di antara orang pendatang dan asli (Yahudi) di hadapan Allah. Semua orang dipanggil kepada kekudusan dan sama di hadapan Allah.
Peneguhan ini menunjukkan arti dan harga diri seorang manusia yang tidak bisa dibandingkan dengan siapapun dan apapun. Barangkali, keprihatinan Paulus bukan hanya sebatas pembedaan pendatang atau orang asli, melainkan meneguhkan tentang pembedaan itu bisa berakibat fatal bagi relasi persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari.
Narasi-narasi buruk tentang pendatang berkembang dari satu orang ke orang lainnya dan tidak pernah berakhir di kota Efesus. Bahkan hal itu menjadi stigma negatif. Kita merasakan bahwa keprihatinan Paulus kepada jemaat di Efesus pada 20 abad lalu masih terasa hingga saat ini. Kok bisa gitu?
Fenomena buruk yang terbesar atas keprihatinan Paulus ialah menganggap diri paling baik dengan orang luar. Dalam agama, bahasa buruknya ialah kudus dan tidak kudus. Hal ini dibenarkan jika disandingkan dengan pantang atau puasa agar menjalankan perintah Tuhan. Akan tetapi, hal ini tidak dibenarkan dalam relasi sosial (menolak orang lain).
Penolakan ini bisa merusak dua relasi, terdiri dari relasi vertikal dan horizontal. Merusak relasi vertikal berarti menolak Allah. Sebaliknya, merusak relasi horizontal berarti menolak sesama manusia dan alam ciptaan lainnya. Dengan begitu, kita meragukan ketaatan pada perintah cinta kasih.
Terlepas dari semuanya itu, pembedaan terjadi karena kebebasan mendorong seseorang untuk memisahkannya dari sesamanya. Ia bebas memilih sesuai dengan kehendaknya tanpa memikirkan konsekuensinya.
Hal ini banyak terjadi dalam pernikahan. Orang tidak lagi menganggap bahwa pernikahan adalah Rahmat dari Allah untuk tujuan mulia. Mereka menggunakan banyak alasan untuk melakukan perceraian. Secara tidak langsung mereka merusak Rahmat Tuhan tersebut.
Yesus Kristus mengajak kita pada untuk belajar arti menerima satu sama lain. Ia menjadikan kedua belas muridNya dengan latar belakang yang berbeda untuk bersatu. Tidak bisa disangkal bahwa mereka hidup rukun dan saling melayani satu sama lain dalam perbedaan. Mereka sadar bahwa Tuhan berinisiatif menyatukan mereka. Dengan demikian, hal ini tidak bisa dipisahkan oleh siapapun dan apapun.
Mereka dengan bebas mewartakan injil yang Tuhan berikan. Bukankah hal itu mulia?
Marilah kita belajar untuk menerima setiap perbedaan dalam kehidupan kita. Kita perlu mencintai mereka yang tidak memiliki cinta (love those who loveless). Jika sulit, ajaklah Tuhan karena Ia bisa menyatukan perbedaan.
*Oleh Adris Sili
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.