Lalu Bagaimana?

Lalu Bagaimana?
Sumber: Perpustakaan Online Menara Pengawal

Bacaan I: 1 Yoh. 4:7-16

Bacaan  Injil: Yoh. 11:19-27

Ada satu kisah menarik yang kiranya dapat saya jadikan pengantar kecil pada renungan kali ini. Pada suatu kesempatan kuliah, tibalah kami kesempatan untuk membahas tema waktu dan keabadian (time and eternity), yang nantinya mempunyai hubungan dengan kebangkitan yang menjadi titik sorot pada bacaan hari ini. Dan siapa yang tahu, bahwa tema kuliah ini akhirnya perdebatan sengit antara kedua teolog besar, yaitu Origenes dan Agustinus yang sulit untuk dibenarkan lantaran sebagian besar pokok bahasan pada tema ini adalah spekulatif logis, tanpa data empiris bagi mata telanjang. Spontan lantaran penasaran, para mahasiswa bertanya, monggo pie Romo? Lalu bagaimana Romo? Karena belum ada orang mati yang kembali ke bumi. Jawab Romo sambil tertawa kering.

Baca juga :  Pantang: Keterlemparan Menuju Allah

Penginjil Yohanes hari ini menghadapkan kita pada tema kebangkitan yang mana menjadi misteri sepanjang sejarah umat beriman. Marta dan Maria menjadi representasi manusia pada umumnya yang tidak mudah mempercayai misteri kebangkitan. Kalaupun percaya itu hanyalah sebuah penegasan terhadap kenyataan yang  akan datang setelah kematian. Atau yang pada akhirnya percaya karena melihat secara langsung hal-hal yang luar biasa. Sejauh ini sudah banyak apologi yang telah dibuat untuk mempertanggungjawabkan iman akan kebangkitan. Akan tetapi, itu semua belum juga menjamin keteguhan iman akan kebangkitan. Ternyata rasio belum cukup. Rasio butuh iman. Iman membuat kita percaya akan hal-hal yang tidak kelihatan. Dan buah dari iman adalah melihat hal-hal yang tidak kelihatan, kata Agustinus. Banyak hal dari iman yang tidak dapat kita pahami sepenuhnya dan selalu meninggalkan tanda tanya. Karena itu Polycarpus memperingatkan bahwa jika ada iman yang dipahami secara penuh, maka sepenuhnya itu bukan iman. Fides quarens intelego dalam Proslogon Anselmus tidak berarti semuanya yang tentang iman perlu dijelaskan secara tuntas. Di ujung iman kita hanya percaya! Kenyataan semacam hendaknya ini tidak membuat kita skeptis dan memilih untuk berhenti beriman karena tergesa-gesa menyimpulkan bahwa iman berhenti pada sebuah kenyataan  irasional. Sebuah misteri memang tetap tinggal misteri. Misteri yang coba diulas justru akan melabuhkan kita pada gulungan samudra misteri yang baru.