Hari Selasa Pekan Biasa IV
Bacaan I: 2 Sam 18, 9-10.14b, 24-25a.30, 19,3
Bacaan Injil: Mark. 5:21-43
Penaclaret.com – Termin ini saya pinjam dari presentasi Rm. Gusti Supur, cmf dalam ceramah Pekan Hidup Bhakti XII, 29 Januari kemarin, tentang ketaatan Yesus sebagai anak kepada Bapa-Nya. Ketaatan Filial atau Filial Piety (saya lebih menerjemahkannya sebagai bhakti Ke-Anak-an) memang merupakan istilah yang sudah jarang dipakai dalam bahasa modern. Namun, jauh sebelum Yesus, masyarakat Tionghoa menjadikannya sebagai etika yang harus dihidupi dalam keluarga. Tidak heran Konfusius, salah satu tokoh besar dalam pemikiran filsafat Cina, menjadikannya sebagai pusat pengajarannya. Dalam buku Lun Yu atau Analects (kumpulan pernyataan Konfusius) ia menulis,
“Seorang putra yang berbakti melayani orang tuanya dengan memberikan respek tertinggi kepada mereka ketika di rumah; melayani mereka dengan memberi sukacita; jika mereka sakit, dia merasakan kecemasan, dan dia benar-benar hancur dalam pemakaman mereka…. jika dia bisa melakukan lima hal ini, kita bisa mengatakan bahwa dia bisa melayani orang tuanya” (Analects 2.5).
Para sahabat pena Claret! Perlu diketahui, bahwa konsep Ketaatan Filial dalam gagasan konfusianisme amatlah luas bila diterjemahkan. Bagi Konfusius, ini bukan hanya penghargaan anak kepada orangtua, namun juga sebaliknya bagaimana orangtua menghargai seorang anak. Lee Dian Rainey dalam bukunya Confucius and Confucianism (2010), mengilustrasikan konsep Konfusius ini dengan cerita “Kakek dan Cucunya”,
“Ketika si kakek mengetahui bahwa cucunya yang berusia sepuluh tahun malas belajar, dia menyuruh anak laki-laki itu dicambuk. Orang tua anak laki-laki itu khawatir bahwa hukuman ini suatu hari akan membunuh anak itu. Ayah anak itu mencoba untuk campur tangan dan memohon keringanan hukuman. Kakek bersikeras bahwa cucunya harus belajar, dan karenanya mencambuknya lebih keras. Suatu hari, sang kakek menemukan cucunya bermain di salju ketika dia seharusnya belajar. Sang kakek menyuruh anak laki-laki itu ditelanjangi dan membiarkannya berlutut di salju. Ayah bocah itu tidak berani mengatakan apa-apa, tetapi menelanjangi dirinya dan berlutut di salju di samping putranya. Sang kakek berkata kepada putranya, “Putramu dihukum, karena pelanggarannya, tetapi apa yang kamu lakukan berlutut di salju di sampingnya.” Ayah anak laki-laki itu menjawab: “Kamu membekukan anakku, jadi aku membekukan anakmu!” (hal 24-25)
Para sahabat pena Claret! Tentu kita bertanya, apa hubungannya dengan bacaan-bacaan yang kita renungkan pada hari ini? Ada. Yakni tentang kasih seorang ayah kepada anaknya. Dalam bacaan pertama, Daud menangisi Absalom yang telah meninggal, meskipun anaknya Absalom semasa hidup mencoba membunuhnya. Daud bahkan dengan susah hati mengatakan, “Anakku Absalom, anakku! Ah, anakku Absalom, sekiranya aku boleh mati menggantikan engkau! Absalom, Absalom, anakku!”
Begitupun dalam bacaan Injil, Yairus, kepala Rumah Ibadat, memohon kepada Yesus untuk menyembuhkan anaknya, “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup” (Mark 5,23). Bahkan dalam kisah penyembuhan yang terdapat dalam narasi Injil Markus hari ini, Anak Yairus dan Perempuan yang menderita pendarahan, disapa oleh Yesus dengan Θυγάτηρ (Thygatēr), “Anakku perempuan”. Yesus dengan ketaatan filial-Nya menjalankan kehendak Bapa, justru menempatkan diri-Nya sebagai Bapa atas mereka yang menderita, bahkan puncak ketaatan-Nya berujung pada kematian Putra di atas kayu salib. Namun bagi saya, teologi terdalam dari Ketaatan Filial Kristus adalah “bukan hanya Putra, Bapa juga menderita kematian Putra” atas kesetiaan-Nya—ketaatan-Nya pada janji keselamatan umat manusia, Anda dan saya.
Para sahabat pena Claret! Renungan ini saya buat, sebetulnya dimaksudkan untuk perayaan imlek, yang dalam tradisi Tionghoa merupakan bakti kepada para leluhur. Semoga kita bisa mengasihi keluarga kita masing-masing, sebagaimana yang ditulis oleh Mencius, seorang murid Konfusius, “Mengasihi keluarga terlebih dahulu kemudian meluaskan kasih sayang kepada orang lain” (Mencius [7A]:45).
Selamat Tahun Baru Imlek 2022. 阖家欢乐, (hé jiā huān lè), “Semoga Anda bahagia dalam kehidupan keluarga!”.
Misionaris Claretian di Medan