ClaretPath.com – Kebenaran yang Memerdekakan
- Bacaan Pertama: Daniel 3:14-20.24-25.28
- Bacaan Injil: Yohanes 8:31-42
Para sahabat ClaretPath yang terkasih, mungkin kita pernah mengalami rasa takut untuk menyuarakan hal yang benar di depan orang banyak. Kita lebih memilih rasa aman karena takut mengambil resiko. Kita takut sesutu hal akan menimpa kita. Dengan demikian, yang terjadi adalah rasa takut dan prasangka negatif mendahulu segala keputusan yang dibuat. Jika hal ini dikaitkan dengan identitas kita sebagai pengikut Kristus, masih pantaskah kita mengakui diri demikian?
Rasa takut sangatlah manusiawi. Dengan adanya rasa takut kita bisa membuat antisipasi agar hal buruk tidak menimpa kita. Namun, menjadi sebuah persoalan adalah ketika rasa takut muncul di saat kita dituntut untuk mengungkapkan sebuah kebenaran. Kita mungkin saja dilema antara tinggal dalam kenyamanan atau berani mengambil resiko. Salah satu yang perlu kita ingat dalam konteks seperti ini adalah kata-kata Yesus “Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Sabda Yesus ini hendaknya menjadi jalan sekaligus pendorong kita untuk berani memutuskan sesuatu yang baik.
Dalam bacaan injil hari ini kita bisa belajar dari sosok Yesus yang mana ia berani untuk mengatakan sebuah kebenaran. Walaupun lawan bicara-Nya juga mengatakan sebuah kebenaran, tetapi kebenarannya sanagt parsial, belum menyentuh makna yang seharusnya. Dalam konteks ini Yesus hadir untuk menyampaikan kebenaran yang sesungguhnya. Walaupun mereka menyatakan diri sebagai orang merdeka, anak Abraham, dan anak Allah tetapi kalau tindakan jauh dari yang diharapkan maka bagi Yesus identitas yang mereka akui salah.
Menyampaikan sebuah kebenaran memang bukan sebuah persolan mudah. Apalagi jika kita berhadapan dengan otoritas yang memiliki pengaruh kuat. Namun, jika kita sungguh-sungguh berpegang pada kebenaran umum kita pasti termotivasi untuk menyampaikan dan bahkan berani melawan siapa saja yang menentangnya. Yesus menyadari bahwa kebenaran akan memerdekakan. Maka Ia tidak takut untuk mengatakan “ya” karena nilai kebaikan lebih tinggi dari rasa pada rasa takut. Yesus percaya kepada Bapa-Nya selalu menyertai Dia sekalipun terancam oleh maut. Dia juga sadar segala kesaksianya adalah kebenaran. Karena itu, marilah kita belajar dari Yesus untuk berani berkata “ya” pada kebenaran. Saya sangat yakin hati nurani kita tidak akan menutut dan mengahakimi kita saat setelah kita menyampaikan sebuah kebenaran. Justru sebaliknya, kita menjadi manusia yang bebas dan merdeka karena kita tidak dibelengu lagi oleh rasa ketakutan karena kita telah berbohong.