Jumat Pekan Biasa XXIII
Bacaan I: 1Tim 1:1-2.12-14
Bacaan Injil: Luk 6:39-42
Penaclaret.com – Para sahabat Pena Claret yang terkasih, sepanjang sejarah peradaban dunia, imajinasi kita soal masa depan tidak pernah dilepaskan dari berbagai tragedi berdarah masa silam. Dalam skala global, peristiwa Genocide orang-orang Yahudi oleh Nazi Jerman dan Auschwitz, Polandia akan terus menghantui ingatan global. Dalam skala nasional, peristiwa Mei 1998 tidak bisa dihapus dari memori bangsa kita. Banyak korban dipersembahkan atas nama klaim kebenaran sepihak.
Klaim kebenaran sepihak potensial memobilisasi dan melanggengkan kekerasan. Ketika saya mengklaim diri sebagai subjek kebenaran tunggal, potensi untuk menistkan yang lain (lyan) tidak bisa dielak. Dalam dunia filsafat keyakinan seperti ini dikenal dengan subjektivisme. Kebenaran suatu realitas didasarkan pada aku yang berkesadaran. Semua penilaian mengenai baik dan benar ditentukan oleh aku yang mengetahui atau aku yang berkesadaran. Banyak soal masih terjadi sampai saat ini, meskipun berskala mikro. Permenungan saya atas bacaan-bacaan suci hari ini dikondisikan oleh ingatan saya akan peristiwa-peristiwa kelam yang saya sebutkan di atas.
Baca Juga:
Semoga Kau Cepat Mati
Para sahabat Pena Claret, Yesus mengingatkan murid-murid-Nya untuk hati-hati dalam hal menghakimi. Setiap orang pasti memiliki kelemahan dan kekurangan. Kemungkinan besar bahwa kelebihan kita merupakan kekurangan orang lain. Kekurangan orang lain kemungkinan besar merupakan kelebihan kita. Dalam ranah epistemologis, kebenaran saya adalah kekeliruan yang lain. Kekeliruan saya adalah kebenaran yang lain. Kita bisa memahami pertanyaan Yesus, “Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? (Luk. 6:41)” seperti demikian. Maka dalam hidup sosial, kita dipanggil untuk menyadari potensi-potensi tersebut. Karena klaim kebenaran Allah tidak dibangun di atas benar atau salah dan baik atau buruk. Klaim kebenaran Allah dibangun di atas fondasi cinta kasih.
Saya tidak dapat membayangkan andaikata bahwa Allah membangun kebenaran-Nya di atas baik-buruk atau benar-salah. Kemungkinan besar bahwa Rasul Paulus tidak akan pernah tersimpan dalam memori personal dan kolektif kita. Rasul Paulus sendiri mengakui dirinya sebagai seorang penghujat, penganiaya, dan ganas (1Tim. 1:13). Pengakuan diri ini tidak terlepas dari kiblat hidup masa lalunya, yakni pengejar dan penganiaya para pengikut Kristus. Kalau klaim kebenaran Allah adalah justifikasi hitam atas putih, kelanjutan narasi hidup Paulus jauh dari apa yang kita bayangkan saat ini. Testimoni Paulus menunjukkan dimensi praktis klaim kebenaran Allah, yakni yang bersalah dan yang tak berharga dikasihi Allah dalam kelimpahannya.
Baca Juga:
Ditentukan Sedari Kekal
Merenungkan sabda Yesus dan testimoni Paulus, kita diajak untuk menjadikan kasih sebagai sebuah cara mengetahui dan berhadapan dengan realitas. Realitas apa pun berjalan dalam kompleksitas dan dinamis. Kita tidak dapat mentotalisasikan bahwa realitas adalah ini atau itu. Kasih pada akhirnya menjadi sebuah cara bersikap dan mengetahui realitas. Karena kasih tidak memandang dunia dengan kacamata justifikatif, yakni benar atau salah. Kasih malah menganimasi setiap orang untuk berdiri di hadapan realitas dan sesama dengan pikiran dan tangan terbuka, yakni menyambut realitas dengan segala problematikanya.
Ketika kita terbuka terhadap realitas dan sesama, kita menghargai kemenjadian dari realitas, kita menghargai kemenjadian dari realitas. Kita melihat bahwa pertobatan Paulus merupakan buah dari usaha Allah untuk selalu membuka pikiran dan hatinya pada proses pertumbuhan dan pencariannya. Hendaknya kita juga memiliki cita rasa kasih yang sama agar tidak semakin banyak kerusakan atau kekacauan terjadi pada manusia dan alam semesta karena diperlakukan secara lain atau dilyankan. Banyak persoalan terjadi karena kita memandang kompleksitas kehidupan dengan pandangan justifikatif. Kita tentu tidak mengharapkan bahkan berusaha agar tragedi-tragedi berdarah masa silam terulang lagi pada masa sekarang dan yang akan datang. Semoga kasih Allah menjadi dasar kita memahami realitas. Tuhan memberkati.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.