Kamis Pekan Biasa III
Bacaan I : 2 Sam. 7:18-19,24-29
Bacaan Injil : Mrk. 4:21-25
PenaClaret.com – “Kerap kali pluralisme menjadikan orang tidak teguh mempertahankan kebenaran iman yang dimiliki. Namun, perlu diingat ketertutupan pada pluralitas lambat laun akan menjurus pada fundamentalisme. Karena itu, dialog dalam realitas pluralis diharapakan jangan sampai mengorbankan kebenaran dasar bahwa kebenaran iman mengakar pada pribadi Yesus Kristus” (Cahyadi, 2018). Kutipan kecil ini disadur dari pesan paus Benediktus XVI ketika mengadakan seminar di Universitas Regensburg- Munchen, Jerman.
Tentu ungkapan hati Sri Paus ini lahir dari keprihatinan terhadap situasi dunia saat ini yang sangat pluralis, di mana tidak ada satu kebenaran yang tunggal dan mutlak. Ada ketegangan antar kelompok oposisi dan koalisi, moderat dan fundamentalis, tua dan muda. Situasi yang hampir persis dengan atmosfer demokrasi Indonesia saat ini. Paus Benediktus XVI, melalui pesan kecil ini, hendak memberikan wejangan kecil bagi kawanan Kristen agar mengambil sikap yang tepat.
Sahabat Pena Claret yang terkasih, berkaca pada pesan perdamaian Paus Benediktus di atas mari kita membaca perumpamaan Yesus dalam bacaan Injil hari ini. “Tidak ada seorang pun yang menyimpan pelita di bawah gantang atau di bawah tempat tidur, melainkan supaya ditempatkan di atas kaki dian (Mrk. 4:21-23). Perumpamaan ini kemudian diartikan sebagai ajakan bagi para pengikut Kristus untuk tidak pesimis mengungkapkan identitasnya agar menjadi lantera bagi sesama. Namun, berhadapan dengan realitas mayoritas yang buas saat ini, rupanya perealisasian identitas ini bukan perkara mudah.
Persoalan dilematis oleh Paus Benediktus di atas merupakan bentuk representasi dari semua anak zaman yang berada di dalam labirin kebimbangan; tidak ada posisi yang pasti, setiap pilihan selalu dibarengi konsekuensi negatif. Mempertahankan keyakinan, tetapi takut dilabeli fundamentalis dan dimusuhi oleh sahabat-sahabat yang berbeda. Dan sebaliknya, bersikap terbuka terhadap pemikiran yang pluralis, tetapi ada keraguan kalua-kalau dasar imanya mengalami peluruhan. Sekali lagi, situasinya sangat dilematis.
Sahabat Pena Claret yang terkasih, sebagai makhluk yang terlempar ke dalam dunia, realitas seperti ini tidak dapat dielak oleh siapa pun. Berhadapan dengan situasi ini, kedewasan iman setiap kita sangat dibutuhkan agar mengambil sikap yang tepat. Berani berenang di arus zaman yang plural, tidak menentu, kabur, dan tidak jelas, tetapi pada saat yang sama pandai menjaga keseimbangan agar tidak tenggelam. Selamat pagi, selamat beraktivitas.
Mahasiswa Filsafat Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pengagum absurditas Albert Camus