ClaretPath.com – Hidup Suci: Sebatas Kaum Berjubah?
Segelintir orang sering beranggapan bahwa romo, suster, frater, bruder dan biarawan-wati adalah orang kudus. Etalase anggapan umum ini tidak salah. Akan tetapi, hal ini menjadi minus manusia memetakan hidup suci itu sebatas kaum berjubah. Insani iman menjadi rancu. Jelas bahwa para biarawan dan biarawati lebih ditekankan untuk mengembangkan hidup kerohaniannya. Itu adalah tugasnya. Dalam sejarah perkembangan teologi hidup rohani, para eremit, senobit, dan bahkan biara kontemplatif-aktif, seperti misionaris sekarang ini sangat ditekankan soal hidup kudus dan suci. Hal ini dibangun dengan ketekunan dalam hidup kerohanian setiap biarawan dan biarawati.
Para religius itu adalah representasi dari Tuhan sendiri dengan kehidupan panggilannya sebagaimana yang dikatakan Lumen Gentium 44: “Corak hidup, yang dikenakan oleh Putera Allah ketika Ia memasuki dunia ini untuk melaksanakan kehendak Bapa, dan yang dikemukakan-Nya kepada para murid yang mengikuti-Nya, yang diteladan dari lebih dekat oleh status religius, dan senantiasa dihadirkan dalam Gereja. Akhirnya status itu juga secara istimewa menampilkan keunggulan Kerajaan Allah melampaui segalanya yang serba duniawi, dan menampakkan betapa pentingnya Kerajaan itu. Selain itu juga memperlihatkan kepada semua orang keagungan mahabesar kekuatan Kristus yang meraja dan daya Roh Kudus yang tak terbatas, yang berkarya secara mengagumkan dalam Gereja.”
Dalam hidup Gereja Katolik sebenarnya semua orang dipanggil untuk hidup kudus dan suci. Hal ini sebagaimana yang ditegaskan dalam Konsili Vatikan II lewat Lumen Gentium 39, “Kekudusan itu dengan aneka cara terungkapkan pada masing-masing orang, yang dalam corak hidupnya menuju kesempurnaan cinta kasih dengan memberi teladan baik kepada sesama. Secara khas pula nampak dalam penghayatan nasehat-nasehat, yang lazim disebut “nasehat Injil”. Penghayatan nasehat-nasehat itu atas dorongan Roh Kudus ditempuh oleh orang banyak Kristiani, entah secara perorangan, entah dalam corak atau status hidup yang disahkan oleh Gereja, serta menyajikan dan harus menyajikan di dunia ini kesaksian dan teladan yang ulung tentang kesucian itu.”
Artikel ini mau menegaskan bahwa semua orang Kristiani, baik yang dipanggil secara khusus maupun umum perlu mengarahkan dirinya untuk menjadi kudus melalui hidup rohani dan doa setiap hari. Panggilan kekudusan itu adalah karunia yang awalnya diberikan kepada kita ketika kita dibaptis, yaitu pada saat kita meninggalkan manusia lama dan mengenakan Kristus.
Selain itu, menjadi kudus tidak harus masuk biara, tetapi jika seorang mempunyai niat dan ketekunan dalam hidup rohani pastinya akan menjadi kudus. Bahkan saya berani mengatakan bahwa ada awam yang lebih kudus dari beberapa biarawan-biarawati. Hal ini diafirmasi oleh realitas biarawan-wati tertentu yang tidak peduli dengan hidup rohaninya dan justru mementingkan urusan-urusan duniawi semata.
Kita semua sebagai Kristiani perlu memberi teladan kepada yang lain dalam hidup rohani (doa, meditasi, membaca dan merenungkan Firman Tuhan, melakukan perbuatan-perbuatan kasih, menyangkal diri, mengikuti rekoleksi dan retret, menerima sakramen-sakramen). Dan juga perilaku kita dengan sesama (aktualisasi/buah-buah rohani perlu diejahwantakan dalam hidup sehari-hari). Kita masing-masing mempunyai caranya tersendiri dalam panggilan kekudusan, tidak harus sama (gaya) dengan yang lain.
Dan kita yakin bahwa Roh Kudus akan berkarya dalam hidup kita, sebab Roh Kudus itu berkarya tanpa memilih dan memilah. Ia berkarya bagi semua orang, maka kita perlu meresponnya dengan menyadari karya Roh Kudus dalam hidup kita. Untuk itu, setiap kita perlu mengintegrasikan hidup kita dengan baik, mengarahkan hawa nafsu dan keinginan-keinginan kita dengan hati yang terbuka dan tepat kepada karya Allah lewat hidup doa dan hidup rohani lainnya (bdk. Lumen Gentium 42).
Dengan demikian, kita pun mempunyai jaminan yang sama untuk masuk surga. Banyak orang berpendapat bahwa masuk biara atau seminari dulu, baru kita mendapat kekudusan dan keselamatan. Ini sangat dangkal. Semua orang Kristiani dipanggil untuk hidup suci, tanpa melihat golongan dan status. Hidup kita setiap hari adalah jaminannya. Jika kita mempunyai semangat hidup suci dan baik, pasti kita akan masuk surga. Carilah selalu jalan kesucian dan kekudusan setiap hari dalam hidupmu.
#Hidup Suci: Sebatas Kaum Berjubah?
Penulis Buku “Dialektika Lepas” dan Mahasiswa Pasca Sarjana Prodi Filsafat Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta