Hidup Dalam Bingkai

Sumber gambar: github.io

ClaretPath.Com-Hidup Dalam Bingkai

Hari Rabu Pekan IV Paskah, 11 Mei 2022

Bacaan I: Kis. 12:24-13:5a

Bacaan Injil: Yoh. 12:44-50

Kita hidup dalam bingkai. Setiap saat kita menggunakan bingkai entah untuk   berpikir, meng-ada, merasa atau hanya sekadar untuk memasang foto lalu menggantungkannya pada dinding rumah sebagai sebuah memori. Tentang hal ini, kita lalu akan menyadarinya sebagai sebuah tren hidup baru yang sedang kita hidupi dan menyata melalui kegemaran kita menjepret gambar atau foto di sana-sini. Jepretan-jepretan itu lalu secara otomatis akan terbingkai dalam layar maupun galeri Handphone (HP) kita sebagai sebuah kisah yang bisa kita buka dan melihatnya lagi sambil tersenyum, terharu maupun menangis oleh karena emosi yang turut terbingkai dalam gambar atau pun foto itu. Akhirnya pun, kita tidak bisa menafikkan lagi bahwa hidup kita kini adalah kumpulan dari bingkai-bingkai peristiwa hidup.

Hidup sebagai kumpulan peristiwa yang lalu terbingkai ini, biasanya akan menjadi lebih bermakna atau hidup manakala gambar dan bingkainya itu indah. Dan untuk menghasilkan gambar maupun bingkai hidup yang indah itu, kita membutuhkan apa yang warna. Warna ini akan beroperasi layaknya make up pada perempuan yang sedang berusaha untuk memperindah dan mempercantik wajahnya. Bila campuran warna atau make up-nya merata maka akan mengundang orang banyak, baik itu laki-laki maupun perempuan untuk datang, memandang bahkan foto lagi bersamanya. Demikian pun, hidup kita yang harus selalu diberi warna agar menjadi lebih berwarna.

Baca juga :  Pergi: Melepas Parasut, Membawa Ramuan

Warna Dasar Bingkai Hidup Kita

Warna yang mendasari bingkai hidup kita itu adalah hitam dan putih; terang dan gelap. Kedua warna dasar manusia ini memang saling bentrok, kontras namun pada saat yang sama keduanya saling melengkapi. Warna hitam atau gelap selalu akan berusaha untuk menggagalkan warna putih atau terang agar ia (warna hitam/gelap) sendiri yang berkuasa. Sementara sebaliknya, warna putih atau terang itu akan selalu berusaha untuk mengalahkan warna gelap atau hitam itu agar ia (warna putih/terang) menjadi tampak; bercahaya. Akan tetapi, sebenarnya saat keduanya saling sikut-menyikut untuk menghilangkan yang satu maka pada saat yang sama keduanya saling berusaha untuk menampakkan yang lain, entah itu yang terang maupun yang gelap.

Baca juga :  Tuhan itu Samar Karena Kita yang Kurang Sadar

Penginjil Injil Yohanes pada hari ini menggunakan kata terang dan gelap untuk melukiskan relasi antara dunia Allah dan dunia manusia. Dunia Allah di sini adalah dunia terang sementara dunianya manusia adalah sebuah dunia yang gelap. Dikisahkan bahwa dalam Dunia Terang-Nya, Allah datang kepada manusia yang terkungkung dalam dunia gelap pilihannya sendiri. Anehnya, manusia malah tidak mampu mengenal Sang Terang, yakni Allah sendiri. Padahal terang biasanya hanya akan mampu terlihat bila kita berada dalam kegelapan dan sebaliknya kegelapan akan menjadi sirna dengan sendirinya di hadapan terang.

Terang dan gelap itu sama. Keduanya sama sebab sama-sama adalah cahaya. Hanya saja yang satu akan segera menghilang ketika yang lainnya mulai menampakkan dirinya. Entah itu sebagai terang, entah itu sebagai gelap. Terang itu sendiri berarti adanya cahaya sedangkan gelap itu adalah ketiadaan cahaya. Atau dengan lain perkataan, terang itu adalah kegelapan yang gagal dan kegelapan itu sendiri adalah terang yang gagal. Kegelapan yang gagal itu lalu diberi nama oleh Sang Pencipta, yakni Tuhan sendiri sebagai siang dan terang yang gagal itu sebagai malam. Kegelapan di sini juga bisa bermakna ketidaktahuan kita akan Sang Terang, yakni Yesus Kristus yang telah bangkit mulia. Sementara terang itu sendiri merupakan kemampuan kita untuk melihat dan mengenal Kristus yang bangkit itu. Tuhan memberkati.