Hari Selasa Pekan IV Paskah, 10 Mei 2022
Bacaan I: Kis. 11:19-26
Bacaan Injil: Yoh. 10:22-30
Pena claret.com-Para Sobat pena Claret yang terkasih, Yesus adalah Gembala yang baik sedangkan kita ini adalah kawanan domba gembalaan-Nya. Narasi-narasi suci terutama dalam bacaan Injil beberapa hari belakangan ini, menampilkan sikap Yesus yang menempatkan diri-Nya sebagai seorang Gembala yang baik dan kita semua sebagai domba-domba pengembalaan-Nya. Sejatinya, tindakan Yesus mengambil gambaran Domba dan Gembala ini adalah untuk menunjukkan relasi-Nya dengan kita manusia. Yesus menyatakan diri-Nya sebagai Gembala yang baik. Ia mengenal dan memiliki domba-domba-Nya. Ia bahkan sampai rela menyerahkan diri-Nya demi menebus dosa-dosa kita sebagai domba-domba-Nya yang banyak kali malah berlaku seperti kambing yang tidak mau mendengar dan mengikuti arahan maupun suara sang Gembala. Hal ini sangat kontras dengan Domba yang selalu mendengar, mengenal dan mengikuti arahan suara sang Gembalanya lalu mengikuti-Nya. Hanya Domba yang mampu mendengarkan suara dan mengikuti Dialah akan sampai pada padang rumput yang hijau. Dalam bacaan Injil suci pada hari ini juga, dikisahkan tentang bagaimana orang-orang Yahudi meminta agar Yesus menyatakan dengan terus terang kepada mereka bahwa Dialah Mesias sang utusan Allah. Akan tetapi, Yesus tidak menyatakannya secara langsung dari mulut-Nya.
Sebagai domba yang baik, yang mampu mengenal suara Gembala-Nya sudah semestinya kita tidak merasa sangsi lagi akan ke-Mesias-an-Nya. Karena Yesus sendiri telah menyatakan diri-Nya sebagai Mesias melalui pekerjaan-pekerjaan karitatis yang dilakukan setiap saat seturut dengan kehendak Bapa-Nya. Namun, seringkali kita masih sama seperti orang Yahudi yang selalu bimbang dengan karya kasih Allah yang senantiasa nyata di dalam kehidupan harian kita. Hal ini terjadi oleh karena kita lebih mencondongkan telinga kita pada suara-suara lain yang menyesatkan. Suara-suara lain itu pada masa kini lebih banyak bersumber dari Handphoene (HP) kita sendiri. Bahkan banyak kali juga suara HP kita itulebih keras, jelas dan diperhatikan oleh kita dibandingkan dengan Suara Tuhan yang begitu lembut saat datang menyapa kita.
Di sekitar kita juga, ada suara lain yang bisa menyesatkan domba. Suara yang memiliki tendensi seperti itu biasanya merupakan suara rekayasa yang mencoba untuk meniru suara sang Gembala dengan menjanjikan berbagai kenikmatan duniawi dan pada saat yang sama menjauhkan kita dari hal-hal surgawi, yakni keselamatan itu sendiri. Ironisnya, kita malah lebih tertarik pada suara-suara rekayasa yang menyesatkan itu. Karena itu, pertanyaan reflektifnya sederhana seperti ini; “Apakah Suara Tuhan terlalu kecil untuk bisa kita dengar? Ataukah telinga kita saja yang tidak terbiasa untuk mendengarkan suara Allah yang selalu menyapa kita?”. Allah telah memanggil kita namun seringkali kita tidak mendengarkan suara-Nya dengan baik. Oleh karena itu, kita perlu menciptakan keheningan, menarik diri dari kehidupan dunia yang semakin hiruk-pikuk ini agar kita mampu mendengarkan Suara Allah yang terkadang seperti bisikan saja.
Karena Suara Allah itu begitu lembut maka kita harus menciptakan atau memiliki paling kurang satu waktu untuk bisa hening bersama Allah. Hanya di dalam keheningan sajalah kita mampu mendengar, mengenal suara Allah dan mengetahui pekerjaan-pekerjaan-Nya. Perlu juga untuk kita ketahui dan sadari bahwa hening itu tidak selamanya berarti tanpa suara. Keheningan yang terkadang tampak kosong atau tak bersuara itu malah dijadikan Allah sebagai ruang dan waktu untuk menyapa kita hari ini dan selamanya. Tuhan memberkati.
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.