ClaretPath.com – Celakalah Kamu
Kamis Biasa XVIII – 14 Oktober 2021
- Bacaan I: Rom. 3:21-30
- Bacaan Injil: Lukas 11:47-54
Sahabat ClaretPath yang terkasih, apa yang terbersit dalam benak kita ketika orang lain mengatakan; “celakalah kamu!” Sepintas, ungkapan ini mendatangkan ketidaksukaan atau mungkin rasa benci dari pendengar. Inilah yang kita jumpai dalam bacaan Injil hari ini, di mana Yesus mengecam orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat lantaran hanya mementingkan hal-hal yang berorientasi pada rasa hormat diri.
Ahli Taurat sebenarnya memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang hukum Taurat. Mereka adalah kelompok yang tergolong terpandang dalam lingkungan masyarakat Yahudi karena berpendidikan khusus dalam hukum Taurat dan menjadi satu-satunya golongan memiliki otoritas untuk menjelaskan firman Tuhan. Mereka juga terkenal sebagai penjaga tradisi nenek moyang dan penerus tradisi-tradisi lisan. Tetapi sayangnya, pengetahuan yang mereka miliki ternyata tidak membawa mereka untuk melihat realitas yang sejati.
Setelah bertemu dengan Yesus, melihat sosok pribadi-Nya, mendengar pengajaran-Nya, menyaksikan langsung karya-Nya; ternyata mereka mencap Yesus sebagai penyesat. Mereka tidak membiarkan diri menemukan kebenaran sejati dalam diri Yesus. Hal ini terbukti ketika mereka mengudang Yesus untuk duduk makan bersama mereka dan mereka mencela Yesus lantaran tidak mencuci tangan sebelum makan.
Dalam ritual Yahudi kita mengenal adanya ritual berwudu (pembasuhan bagian badan/ tangan dan kaki), bermula dari ketentuan Hukum Taurat dan kemudian berkembang pada ketentuan tradisi Yahudi Rabinik. Tradisi ini sebenarnya menjadi lambang kebersihan jasmani yang dituntut dari orang-orang yang beribadah kepada Allah Israel, dan itu sekaligus menjadi lambang dari kekudusan dan kemurnian.
Yesus berusaha mengecam kepalsuan dan kemunafikan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Kecaman itu menjadi lebih tajam dan bernada keras karena tertuju pada mereka yang menerima mandat untuk menuntun hidup sesamanya dengan argumen yang menyesatkan. Kepalsuan dan kemunafikan semakin nyata dengan alasan nama baik, jabatan, kekuasaan, kehormatan, legalitas dan demi popularitas. Kepalsuan berarti menutupi apa yang seharusnya terungkap adanya atau tidak menampilkan apa yang sejatinya harus tampak.
Kemunafikan bisa kita lihat dalam perilaku, gaya bicara, dan tindakan yang tampaknya suci tetapi tidak sesuai dengan keaslian dalam diri dan apa seharusnya terkatakan. Terhadap sikap demikian, kecaman Yesus menjadi lebih aktual dan relevan dengan situasi di zaman kita sekarang. Sikap dan tindakan hidup hendaknya didasari oleh iman. Iman mendorong kita untuk berbuat kebaikan dan memberikan kehidupan bagi sesama.
Untuk kita renungkan hari ini, apakah kita cenderung berada dalam posisi orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang selalu menyoroti hal-hal yang bernuansa tradisi dan selalu melihat kesalahan orang lain?
Mahasiswa fakultas Filsafat Keilahian Universitas Sanata Dharma. Pencinta Alam dan pegiat internet