Bertindak Dengan Hati

Photo by merdeka.com

Oleh: Chello Ne’ong, CMF *

Sahabat Pena Claret yang dikasihi Tuhan Yesus, penginjil Matius yang kita renungkan hari ini berkisah tentang perdebatan mengenai hari Sabat antara Yesus dan orang Farisi. Setting kisah perdebatan ini adalah ladang gandum di mana orang-orang Farisi mempersoalkan tindakan para murid yang memetik gandum pada hari Sabat. Bagi mereka, hari Sabat adalah hari perhentian total dari segala kegiatan dan harus mengkonsentrasikan diri pada ibadah formal kepada Allah. Memang ada yang menafsirkan bahwa memetik gandum artinya menuai atau memanen, sehingga dianggap bekerja (Kel. 20:10). Bila merujuk pada pengertian ini, tindakan murid-murid Yesus itu dianggap melanggar peraturan tentang hari Sabat.

Menariknya dalam narasi ini dijelaskan bahwa alasan murid-murid Yesus memetik bulir gandum adalah karena kebutuhan biologis (rasa lapar). Sebuah kebutuhan yang mendesak dan harus dipenuhi karena bisa berakibat fatal. Ketika Yesus ditanya tentang perilaku murid-muridnya, jawaban Yesus memang tidak terfokus pada penilaian apakah memetik gandum itu melanggar hari Sabat atau tidak. Yesus justru mengangkat contoh konkret yang sudah diketahui orang Farisi. Pertama mengingatkan kepada Daud dan roti sajian (1 Sam. 21:1-6). Sekalipun Hukum Ilahi membatasi roti sajian hanya untuk imam-imam (Im. 24:9), kebutuhan manusia yang sangat mendesak membatalkan peraturan ini.

Baca juga :  Aku Diselamatkan Karena Percaya

Bagi Yesus yang perlu dikedepankan dalam hidup bersama adalah prinsip cinta kasih. Jika aturan atau hukum tidak mencerminkan cinta kasih, percuma saja karena toh hukum pun dapat dibeli, seperti yang terjadi sekarang ini. Hukum hanya menjadi kekuatan manusia untuk menghancurkan sesamanya. Sehingga yang salah dapat dibenarkan dan yang benar dapat disalahkan. Hukum sudah tidak tegak lagi dan dapat dipermainkan. Bagi Yesus, manusia tidak boleh dikorbankan hanya demi sebuah aturan. Aturan bukanlah borgol yang mengekang kebebasan manusia tetapi sarana yang membebaskan manusia dari beban dan semua kelekatan, serta membebaskan manusia untuk mewujudkan belas kasihan. Maka berhadapan dengan kebutuhan dan keselamatan manusia, aturan itu bersifat relatif. Dengan mengangkat dua contoh dari Kitab Suci, Daud dan para imam di Bait Allah, Yesus membuktikan bahwa dalam situasi tertentu aturan harus relatif demi keselamatan manusia. Lebih dari pada itu, aturan Sabat tidak perlu dan tidak mengikatkan para murid karena Yesus sendiri adalah Tuhan atas hari Sabat. Jika Sabat adalah kesempatan untuk menghormati Tuhan, maka yang paling penting adalah membuka diri akan kehadiran Tuhan bukan mengunci diri dalam penjara aturan.

Baca juga :  Ada Diskon 100% di Kapernaum

Sahabat Pena Claret yang terkasih. Yesus hari ini mengajak saya dan anda sekalian untuk bertanya dalam diri kita, kira-kira apa motivasi kita dalam menjalankan sebuah aturan dalam kehidupan bersama? Bagaimana sikap kita terhadap orang-orang yang melanggar aturuan? Mari kita belajar dari Yesus untuk memiliki sikap hati yang penuh belas kasih dan bersikap bijaksana bila terjadi benturan terhadap peraturan yang berlaku, dengan mengedepankan keselamatan manusia dan kepentingan bersama.

Baca juga :  Mengasihi Secara Total

*Penulis adalah mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan pengagum sastra klasik