Benih Kerajaan Allah

Benih Kerajaan Allah
Sumber gambar: ClaretPath.Com

ClaretPath.ComBenih Kerajaan Allah

Hari Jumat Pekan Biasa Ke-III, 27 Januari 2023

Bacaan I: Ibr. 10:32-39

Bacaan Injil: Mrk. 4:26-34

Para sobat Kristus yang terkasih, kedua perumpaan yang kita batinkan dalam bacaan Injil hari ini, seyogyanya merujuk pada gambaran mengenai Kerajaan Allah. Penginjil Markus, juga memberitahu kita alasan mengapa Yesus menggunakan dua perumpamaan sekaligus. Selain itu juga, terdapat dua perbedaan mencolok yaitu bahwa Yesus menggunakan perumpamaan hanya ketika Ia berhadapan dengan orang banyak, sementara kepada para Murid-Nya sendiri, Ia berbicara secara terperinci dan jelas. Namun, pada hari ini secara khusus kita akan merenungkan mengenai perumapamaan yang termaktub dalam Injil Markus 4:33-34.

Inti pengajaran Yesus pada episode kali ini adalah gambaran mengenai Kerajaan Allah. Term “Kerajaan Allah” dalam Injil-Injil sinoptik sering kali kita temukan dalam Injil Markus dan Lukas. Sementara dalam Injil Matius, kita akan menemukan kata; “Kerajaan Surga”. Hal Herajaan Allah  ini juga tidak berarti kekuasaan wilayah ataupun pemerintahan seperti yang kita ketahui pada zaman kedudukan-kedudukan dalam  tubuh sebuah negara. Tetapi, yang maksud dari Kerajaan Allah dalam ketiga Injil sinoptik itu adalah; soal kebesaran, kekuasaan dan kemuliaan Allah.

Baca juga :  Mengasihi Secara Total

Melalui penjelasan Kerajaan Allah dari prespektif ketiga Injil sinoptik tersebut, sungguh membantu pemahaman dan membuka akal budi kita untuk melihat pada perumpaaman yang pertama. Di mana dalam perumpaan yang pertama, kita menemukan gambaran analogis mengenai Kerajaan Allah yang terlukis seperti benih yang ditabur, dibiarkan tumbuh, dan kemudian berbuah dan dituai pada musimnya. Tetapi perlu untuk kita renungkan secara baik dan memahami secara benar penjelasan mengenai Kerajaan Allah (baca: benih) yang membutuhkan waktu yang panjang untuk bertumbuh kemudian menghasilkan buah berlimpah. Kemudian sesungguhnya hal yang mau ditonjolkan dalam perumpamaan ini adalah kuasa Ilahi yang bergerak bebas dan aktif dalam kehidupan manusiawi kita.

Hati Kita adalah Ladang-Nya

Yesus menggunakan perumpaaman tentang benih yang tumbuh di ladang sejatinya dengan maksud menjelaskan kepada kita akan proses pertumbuhan dan perkembangan Kerajaan Allah. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan bagi kita, bagaimana mungkin Kerajaan Allah itu layaknya sebuah benih? Siapa yang menaburkannya dan siapa juga yang memperhatikan setiap gerak pertumbuhan dan perkembangannya? Memang demikian, agar benih yang kita tabur itu dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, mestinya ladang atau kebun sebagai tempat kita menaburkan benih itu harus sudah dalam keadaan “siap”. Lahan atau tanahnya harus sudah kita bersihkan. Sehingga selanjutnya bagaimana proses pertumbuhan benih atau Kerajaan Allah itu selanjutnya, segalanya ada dalam kuasa dan kehendak Tuhan Sang Pemberi Kehidupan.

Baca juga :  Kemurnian Hati

Oleh karena itu, sebagai ciptaan Allah yang unik dan istimewa, kita mestinya dapat mengambil bagian atau berpartisipasi dalam mempersiapkan lahan atau kebun, tempat persemaian benih Kerajaan Allah. Tempat atau kebun bagi Kerajaan Allah itu sudah pasti bukanlah kebun dalam makna sebidang tanah kosong melainkan kebun itu adalah hati kita sendiri. Sebab jika kita telah berpartisipasi secara aktif dalam mempersiapkan lahan atau kebun hati kita masing-masing dengan baik dan penuh cinta, ketulusan dan sukacita maka kita pun yakin dan percaya bahwa Tuhan akan memelihara dan menumbuhkan benih kecil yang telah ditaburkan dalam hati kita masing-masing. Sehingga di kemudian hari kita akan berbangga dan bersukacita, karena kita telah menjadi pohon yang besar dan telah menghasilkan begitu banyak buah yang berlimpah, dan dapat membantu orang lain.

Baca juga :  Revolusi Perjumpaan | Renungan Harian

Benih Kehidupan

Kemudian kita pun akan menjadi sumber kekuatan bagi orang lain. Untuk itu, janganlah pernah kita berhenti atau suam-suam kuku dalam menaburkan benih kebaikan Tuhan. Kekecewaan, putus asa, sakit hati, marah menjadi hal-hal yang wajar sekali bagi hakekat kemanusiawian kita. Tetapi, kita mesti selalu ingat dan percaya bahwa Tuhan lebih peduli, cinta dan  kreatif dalam membimbing setiap proses kehidupan kita. Jika kita hanya berhenti pada kekecewaan, putus asa, marah, dan sakit hati maka,  matilah juga benih yang ada dalam hati kita. Benih itu tidak akan pernah berbuah jika kita hidup dalam kekecewaan dan sebagainya. Akhirnya, marilah kita selalu menjadikan hidup kita ini seperti benih yang selalu mendatangkan kebahagiaan dan kehidupan bagi diri kita sendiri, keluarga, komunitas dan siapa saja yang kita jumpai di dalam hidup kita. Amin.