Sabtu, 19 Maret 2022, Hari Raya St. Yusuf, Suami Sta. Perawan Maria
Bacaan I : 2 Sam. 7: 4-5a. 12-14a. 16
Bacaan II : Rm. 4: 13. 16-18-22
Bacaan Injil : Mat 1: 16. 18-21. 24a
Penaclaret.com- Sahabat Pena Claret di mana saja anda berada selamat Hari Raya Santo Yusuf. Seirama Gereja sejagat, kita bersyukur ada perayaan ini. Kita boleh merenungkan siapa itu St. Yusuf, bagaimana perannya, bagaimana previlesenya sehingga ditetapkan hari khusus untuknya. Tidak terlalu berlebihan kalau saya mengatakan peran St. Yusuf dalam sejarah keselamatan Gereja katolik sangat radikal. Tanpa St. Yusuf keselamatan yang kita percaya bisa saja mandek.
Masih hangat dalam ingatan kita juga tentang Surat Apostolik Paus Fransiskus, Patris Corde (Dengan Hati Seorang Bapa). Dikeluarkan pada 8 Desember 2020, surat ini definitif mengangkat peran St. Yusuf yang terjadi di zaman bahari. Launcing surat tersebut tahun Santo Yusuf juga berlangsung mulai 8 Desember 2020 sampai 8 Desember 2021. Sengaja tahun itu ditetapkan untuk menselebrasikan 150 tahun Santo Yusuf diangkat sebagai pelindung Gereja universal.
Ada tujuh kesalehan Yusuf di dalam surat Apostolik itu. Ia adalah seorang yang dikasihi (Patris Corde, 7), seorang bapak yang lembut hati (Patris Corde, 9), dan penuh kasih (Patris Corde, 12), bapak yang taat (Patris Corde, 15), bapak yang menerima (Patris Corde, 18), bapak yang berani secara kreatif (Patris Corde, 22), bapak yang bekerja, dan bapak dalam bayang-bayang (Patris Corde, 24). Masing-masing bagian dinarasi dengan refleksi tajam. Paling menarik perhatian saya adalah dua sub tema, yaitu bapak yang taat dan bapak dalam bayang-bayang. Keduanya berkorelasi dengan bacaan injil.
Tentang ketaatan Paus bercermin pada Injil Matius yang melukiskan empat sikap taat Yusuf pada Allah. Pertama, Yusuf melakukan apa yang dikatakan Malaikat tidak takut mengambil Maria sebagai istrinya, karena anak yang dikandungnya adalah dari Roh Kudus (ayat 1:20). Kedua, Yusuf taat mengikuti perintah mengungsikan Maria dan anaknya ke Mesir karena ancaman Herodes (Mat. 2: 13-15). Ketiga, berjalan dari Mesir kembali ke Israel (Mat. 2: 19-20). Keempat, mengungsi ke Galilea untuk menetap di kota Nazaret (Mat. 2: 22-23).
Berikutnya sub tema bapak dalam bayang-bayang Paus mengutarakan “para bapak tidak dilahirkan, tetapi diciptakan. Seorang laki-laki tidak menjadi seorang bapak semata-mata karena seorang anak dilahirkan, tetapi karena ia merawatnya secara bertanggung jawab. Kapan pun seseorang bertanggung jawab atas kehidupan orang lain, dalam arti tertentu ia menjalankan peran kebapaannya terhadap orang itu” (Patris Corde, 25). Sedikit paradoks pernyataan Paus dengan common sense kita. De facto kita meyakini hubungan anak dan bapak dimeterai oleh darah biologis. Paus malah berkata lain apakah ini berarti kita bisa memanggil orang sebagai bapak? Mungkin tidak harus separah itu.
Paus menitikberatkan soal peran seorang bapak. Sebagaimana umumnya bapak adalah orang bertanggung jawab. Perhatian, cinta, dan kasih sayang ada padanya. Karakteristik bapak juga adalah pengayom. Ia bisa merangkul semua anggota keluarga sekaligus menjaga. Sifat-sifat inilah yang disarankan oleh Paus Fransiskus untuk kita. Tidak harus menjadi dewasa dulu atau menjadi bapak secara eksplisit dulu, tetapi mulai kapan saja, kita bisa menjadi seorang bapak.
Lunas pemahaman kita sekarang. Di Hari santo Yusuf ini, Paus Fransiskus mengajak kita untuk berkoar-koar soal sifat kebapaan. Bukan imajinasi saja, melainkan kita diharapkan merealisasikannya dalam tindakan. Semoga Tuhan membantu kita.
Sumber: Seruan Apostolik Paus Fransiskus, Patris Corde, Roma 2020, terj: Bernadeta Harini Tri Prasasti, 2020, DOKPEN KWI: Jakarta.
Misionaris Claretian yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.