Opini  

Ancaman Turunkan Pejabat Negara, Kebencian atau Demi Rakyat?

Oleh Aldy Deni

Sumber Gambar Blogspot.com

ClaretPath.com – Isu mengenai upaya untuk turunkan pejabat negara kerap terdengar akhir-akhir ini. Misalnya, isu Turunkan Jokowi dan Hak Interplasi terhadap Kasus Formula E. Dua kasus yang tersebut menjadi contoh dari berbagai isu yang lainnya. 

Kita bisa menganalisa konflik mengenai penurunan pejabat negara dari dua persepsi. Pertama, alasan yang sering muncul dalam ruang publik adalah karena  kebijakan dan kinerja pejabat negara yang tidak akuntabel dan menyimpang.

Kedua, karena alasan kebencian dari pihak oposisi. Protes terhadap pejabat dalam ruang demokrasi adalah valid. Ruang politik di Indonesia terbuka dengan intervensi masyarakat dalam urusan negara.

Baca juga :  Pluralisme Agama Indonesia: Dosa Liberalisme?

Dalam upaya untuk menurunkan pejabat negara indikatornya mesti dipresisi. Benarkah intervensi masyarakat adalah demi kebaikan bersama? Kalau itu benar, maka hasil dari pemunduran pejabat akan berguna untuk kemajuan Indoneisa.

Revolusi birokrasi itu penting jika alasannya adalah kebaikan rakyat. Namun, kerapkali isu semacam ini bisa juga berangkat dari kebencian terhadap rezim yang sedang berkuasa. Kalau perjuangan oposisi untuk mengubah arah politik negara karena alasan kebencian dan kekalahan, maka sia-sia saja perubahan itu terjadi.

Baca juga :  Korupsi Melekat pada Kekuasaan

Mungkin secara struktural akan ada perubahan, tetapi secara esensial bernegara kita akan berhadapan dengan persoalan yang bisa lebih buruk lagi. Kebencian tidak pernah menjamin lahirnya suatu peradaban yang bermartabat.

Kita pernah punya pengalaman peristiwa “Reformasi” ketika rezim Orde Baru jatuh. Hasilnya tidak banyak membawa perubahan saat ini, karena masih banyak persoalan esensial yang tidak berubah. Praktik korupsi, misalnya. 

Sebagai warga negara, kita mendukung sebuah revolusi itu terjadi jika itu atas alasan esensial dalam bernegara. Demokrasi tidak menutup ruang untuk mereformasi suatu rezim yang sedang berkuasa.

Baca juga :  Pandawa Group Potret Nyata Ludato Si

Jika alasannya benar dan masuk akal, maka kita juga percaya bahwa itu membawa dampak baik. Namun, kalau alasannya kebencian, maka etika bernegara kita belum beres. Akibatnya, demokrasi tidak menjamin suatu perubahan yang baik. Mari mempertimbangkan!


*Oleh Aldy Deni