Anak Malam

Teologi, Teknologi
Malam menghadiahkan sekeping sendunya

Kala kita menggantung harap di pinggiran waktu, 

Terbaring bersama mata,

Mengapiti raga dalam pandangan berahi


               Di samping itu: Kita terus beraksara dalam nyanyian

               Mendendangkan kepenatan yang tidak kita pahami, laknat katamu

               Kita pun bergantian meramu sunyi, Meski kita terpojok pada erangan kerinduan semu;

               Serta nyanyian nubari yang melolong serak, tanda kematian


Pada wajah malam yang malas itu, kita berbisik tanpa kata, tanpa bahasa, tanpa guratan rupa. 

Meski kita tetap saja mencecap nafas semesta yang begitu hingar-bingar 

Dan kita pun sepakat bahwasanya bersama yang mampu menulis sajak itu, Tuhan sekalipun.

Sebab hidup hanyalah teka-teki, tak memiliki jawaban


               Hidup hanyalah kehilangan

               Hidup hanyalah kematian yang abadi

               Maka, bergegaslah!

               Mari terus bertukar sajak kehidupan bersama waktu

               Menjadikannya bermakna sebelum semuanya pergi menuju kepulangan-Nya.

Misionaris Claretian, Pencinta Sastra