Aborsi dan Etika Kebahagiaan Aristoteles

Oleh Hiasinta Primadona Solinur, Mahasiswa FK Widya Mandala, Surabaya

Aborsi dan Etika Kebahagiaan Aristoteles
Picture from http://theoracle.glenbrook225.org/features/2015/04/24/pro-life-vs-pro-choice-whose-choice-is-it/

ClaretPath.com – Aborsi dan Etika Kebahagiaan Aristoteles

Kehamilan yang tidak dikehendaki adalah kehamilan yang dialami oleh seorang perempuan yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah tidak menginginkan hamil (BKKBN, 2007). Di Indonesia, dari data WHO tercatat lebih dari 32 ribu perempuan mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki dalam rentang waktu 2010-2014. Jumlah tersebut menjadi salah satu yang paling tinggi di kawasan ASEAN (PKBI, 2016). Kasus kehamilan yang tidak dikehendaki sering terjadi pada pasangan yang sudah menikah dan belum merencanakan kehamilan. Namun yang kini menjadi sorotan publik dan menjadi perhatian khusus adalah kasus kehamilan yang tidak dikehendaki yang terjadi pada usia remaja. Usia remaja adalah usia yang sangat rentan, usia yang sangat gegabah, usia yang masih labil, usia yang belum bisa menentukan keputusan berdasarkan rasio maupun logika yang didasarkan pada sesuatu yang sifatnya positif.

Berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2012, pengetahuan remaja berusia 15-19 tahun mengenai kesehatan reproduksi masih minim. Hanya 31,2% laki-laki dan 35,3% perempuan yang mengetahui bahwa kehamilan dapat terjadi hanya dengan 1 kali berhubungan seksual. Data survei yang sama juga menemukan bahwa 4,5% laki-laki berusia 15-19 tahun, 14,6% laki-laki berusia 20-24 tahun, 0,7% perempuan berusia 15-19 tahun dan 1,8% perempuan berusia 20-24 tahun telah melakukan hubungan seksual di luar pernikahan. Minimnya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi dan perilaku seks bebas di kalangan remaja dapat menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan yang berakhir pada aborsi tidak aman atau aborsi ilegal. Aborsi ilegal dilakukan secara tradisional maupun modern, yaitu dengan meminum ramuan, pijatan atau alat tertentu yang dimasukkan ke dalam liang vagina mengandung risiko sendiri-sendiri. Contoh pijatan perut yang dilakukan oleh dukun dapat mengakibatkan pendarahan atau kerusakan organ dalam, minum obat tertentu seperti pil kina dapat menyebabkan keracunan, kegagalan ginjal, muntah-muntah yang diikuti dehidrasi dan dapat menyebabkan kematian. Pada aborsi legal, komplikasi pun sering terjadi dan mempunyai risiko cukup tinggi. Ini berkaitan dengan cara-cara dan teknik yang di pakai, waktu, dan siapa serta bagaimana kemampuan para pelaku aborsi. Hal inilah yang menjadikan  aborsi  sebagai salah satu isu kesehatan reproduksi yang mendapat perhatian sangat serius, dan menguras energi juga emosi.

Baca juga :  Pemimpin Ideal VS Pemimpin Otoriter

Perdebatan mengenai aborsi sendiri sudah berlangsung sejak dahulu. Berbagai kalangan dengan pandangannya masing-masing tentang legalitas aborsi melahirkan banyak perdebatan dan beda pendapat yang tiada ujungnya. Apalagi jika aborsi tersebut dikaitkan dengan hukum, moralitas, kesehatan dan hak asasi manusia. Pembahasan mengenai aborsi menjadi sangat kontroversi di masyarakat. Titik “tengkar” dari perbedaan pandangan mengenai aborsi ini adalah pembelaan terhadap hak hidup janin/embrio atau pembelaan terhadap kepentingan perempuan yang mengandung. Poin inilah yang kemudian menyebabkan „pertengkaran‟ antara kubu pro aborsi  dan kontra aborsi dalam menyikapi tindakan aborsi. Mereka yang pro aborsi menyebut dirinya Pro-choice dan mereka yang kontra aborsi menyebut dirinya Pro-life. Pro-choice merupakan paradigma yang merujuk pada bagaimana aborsi dipahami sebagai tindakan yang sepenuhnya didasarkan pada pilihan bebas yang bersangkutan. Sedangkan Pro-life adalah paradigma yang lebih memihak pada kelangsungan hidup si janin atau bayi.

Berdasarkan kasus yang sudah saya jelaskan di atas, saya lebih memilih pro life sebagai jalan keluar yang baik dan aman dengan menitik beratkan pemikiran saya terhadap anak yang akan di aborsi  dan juga saya mencoba untuk menghubungkannya  dengan teori etika dari Aristoteles. Etika sebagai bidang penelitian yang mandiri digagas pertama kali oleh Aristoteles dalam tiga karya besarnya yaitu, Etika Eudaimonia, Etika Nikomacheia dan Etika Politike. Aristoteles oleh banyak orang dianggap sebagai pemikir pertama yang mengidentifikasi dan menguraikan etika secara kritis, reflektif dan argumentatif. Ia juga mengutarakan status ilmu ini serta membahas metode yang sesuai dengan ciri khasnya sehingga ia dipandang pendiri etika sebagai ilmu atau cabang filsafat tersendiri. Menurut Aristoteles, setiap tindakan manusia pasti memiliki tujuan, sebuah nilai. Ada dua macam tujuan yakni, tujuan sementara dan tujuan akhir. Tujuan sementara hanyalah sarana untuk tujuan lebih lanjut. Tujuan akhir adalah tujuan yang tidak kita cari demi tujuan lebih lanjut, melainkan demi dirinya sendiri, tujuan yang kalau tercapai, mestinya tidak ada lagi yang masih diminati selebihnya. Jawaban yang diberikan Aristoteles untuk tujuan akhir ini menjadi sangat berarti dalam sejarah etika selanjutnya, yaitu kebahagiaan (eudaimonia/happiness/well-being) keadaan objektif yang tidak tergantung pada perasaan subjektif. Perlu diketahui bahwa kebahagiaan mengandung ciri kesempurnaan dan mempunyai jiwa (daimon) yang baik. Kebahagiaan dicapai melalui kebajikan atau keutamaan (arête/virtue).  Jika seseorang sudah bahagia, tidak ada yang masih dinginkan selebihnya. Ada satu point penting dari pemikiran Aristoteles terkait masalah etika yang membuat saya memilih pro life terhadap kasus aborsi.  Konsep etika tersebut adalah bahwa “kebahagiaan adalah tujuan akhir manusia”. Anak dalam kandungan atau yang biasa disebut janin merupakan langkah awal kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang tanpa terkecuali. Janin yang berada dalam rahim ibunya, berapapun usia janin tersebut, janin sudah terhitung sebagai manusia. Seorang yang tega melakukan aborsi dengan alasan jika bayi tetap dipaksa dilahirkan maka bayi akan mengalami ketidakbahagiaan dalam hidupnya, secara langsung orang tersebut sudah membunuh hak kebahagiaan yang dimiliki oleh orang lain. Zaman sekarang ini sudah banyak terdapat panti asuhan yang bisa dijadikan alternatif untuk mengasuh  anak-anak hasil kasus kehamilan tidak dikehendaki di kangan remaja, tanpa harus melakukan aborsi.

Baca juga :  Era Dilema Mencintai Diri

Kebahagiaan menurut Aristoteles bukan soal hedonis seperti dalam pemikiran Epikuros, yang menyatakan jika ingin bahagia maka jauhilah penderitaan dan kejarlah kenikmatan. Kebahagiaan dalam hal ini tidak hanya tentang harta kekayaan. Ada orang yang memang menemukan kebahagiaannya dalam kemewahan, tetapi ada juga orang yang menemukan kebahagiaannya hanya dalam kelezatan makanan dan minuman, kebahagiaan dengan berkumpul bersama keluarga atau orang terdekat, dll.  Aristoteles juga menyatakan bahwa kebahagiaan hidup berarti “merasa baik” hidup bersenang-senang, hidup dengan suka cita dan seluruh ekspresi yang mengacu pada kesenangan yang dimiliki oleh setiap orang. Kebahagiaan seperti ini sangat mungkin bisa dirasakan oleh setiap orang, tanpa terkecuali pada bayi hasil kehamilan yang tidak dikehendaki. Setiap manusia mempunyai tujuan akhir hidup yang sama yakni kebahagiaan. Untuk itu, menurut saya janin harus sampai pada tahap ia dapat hidup dan dapat merasakan kebahagiaan tersebut. Selain itu juga, kebahagiaan yang dialami oleh bayi tidak serta merta hanya pada bayi saja melainkan ada pada ibu bayi juga. Ibu yang melahirkan bayi bisa menemukan kebahagiaan oleh karena sikap hidupnya yang menyelamatkan bayi dengan tidak melakukan aborsi. Aborsi sama halnya dengan membunuh. Ingatan akan hal buruk (pembunuhan) akan selalu muncul dan menghantui pikiran sang ibu, dan hai itu tentunya dapat mengurangi bahkan menghilangkan kebahagiaan dari si ibu.

Baca juga :  Allah Dipanggil Father atau Daddy?

DAFTAR PUSTAKA

https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125910-S-5438-Hubungan%20antara-Literatur.pdf http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/3482/3/3.%20Chapter%201.pdf https://scholar.archive.org/work/4ls7ymazerel3euqmnubjsdcja/access/wayback/https://s3-eu- west-1.amazonaws.com/pfigshare-u-files/17469113/ETIKAARISTOTELES.pdf https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/umum/20170930/5823163/inilah-risiko-hamil-usia- remaja/