Penaclaret.com – Dalam kehidupan beragama saat ini, manusia sebagai makhluk berakal budi (animal rationale) sulit memetakan batas demarkasi yang tepat antara hal-hal yang bersifat profan dan sakral. Disadari atau tidak, hari-hari ini agama, oleh sebagian orang dengan mudahnya digiring jauh keluar dari hal-hal esensial agama itu sendiri. Yang sebenarnya terjadi di bawah atap peribadatan malah dijadikan tameng bahkan bedil untuk memusnahkan orang lain. Kekerasan atas nama agama, seperti radikalisme dan terorisme, mewarnai jalannya kehidupan beragama. Baru paruh fajar abad 21, tanggal 24 Desember malam tahun 2000 terjadi ledakan bom di 6 gereja di Jakarta, berikutnya menyusul berbagai kasus berbasis agama lainnya seperti serangan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya pada tahun 2018 yang memakan korban jiwa sebanyak 13 orang dan yang baru-baru ini adalah bom bunuh diri di depan gerbang Gereja Katedral Makassar. Lantas bila agama berarti pengabdian, benarkah radikalisme dan terorisme dibenarkan dalam agama?
ClaretPath.Com adalah ruang pengembangan bakat menulis dan media kerasulan, terinspirasi dari Santo Antonius Maria Claret, Pelindung Pers Katolik.